Senin, 18 April 2011

Khulafaur Rasyidin: Umar bin Khathab (634-644 M) Pemimpin yang Adil (3)

Selain tiga hal itu, masih ada beberapa pendapat Umar yang sejalan dengan Al-Qur’an. Ia pernah mengusulkan untuk membunuh tawanan Perang Badar dan tidak menerima tebusan dari mereka.

Lalu turunlah firman Allah SWT, “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.” (QS Al-Anfal: 67-68).

Umar juga pernah menyampaikan kepada Nabi agar tidak menshalati jenazah orang-orang munafik. Lalu turunlah firman Allah, “Janganlah kalian menshalati orang yang mati dari mereka selamanya, dan jangan kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya, sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS At-Taubah: 84).

Umar termasuk orang yang terhormat dari suku Quraisy, dan kepadanyalah diserahkan masalah kedutaan pada masa jahiliyah. Jika di antara orang-orang Quraisy terjadi masalah atau mereka bermasalah dengan suku lainnya, maka yang dikirim sebagai duta adalah Umar. Apa pun solusi yang ia berikan, baik menyebabkan jauhnya hubungan atau penyebab kebanggaan, mereka mengirimkannya untuk tugas-tugas tersebut.

Sejak merengkuh hidayah, Umar tak pernah menutupi keislamannya. Keberanian dan pengabdian Umar kepada Islam sebagai penduduk Makkah yang paling berpengaruh, menaikkan semangat juang kaum Muslimin lainnya. Keberanian Umar dalam memisahkan antara kebenaran dan kebathilan membuatnya dijuluki Al-Faruq, yang berarti pemisah antara kebenaran dan kebathilan.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar adalah sahabat dan penasihat terdekat. Hal ini yang membuat Umar menjadi nominator terkuat untuk meneruskan kekhalifahan Abu Bakar. Maka, ketika Abu Bakar wafat, kaum Muslimin sepakat membai’at Umar sebagai khalifah baru.

Saat pembai’atannya sebagai khalifah, ia berkata, “Wahai kaum Muslimin, kalian semua memiliki hak-hak atas diriku, yang selalu bisa kalian pinta. Salah satunya adalah jika seorang dari kalian meminta haknya kepadaku, ia harus kembali hanya jika haknya sudah dipenuhi dengan baik. Hak kalian yang lainnya adalah permintaan kalian bahwa aku tidak akan mengambil apa pun dari harta negara maupun dari rampasan pertempuran.

Kalian juga dapat memintaku untuk menaikkan upah dan gaji kalian seiring dengan meningkatnya uang yang masuk ke kas negara, dan aku akan meningkatkan kehidupan kalian dan tidak akan membuat kalian sengsara. Juga merupakan hak, apabila kalian pergi ke medan pertempuran, aku tidak akan menahan kepulangan kalian, dan ketika kalian sedang bertempur, aku akan menjaga keluarga kalian laksana seorang ayah.

Wahai kaum Muslimin, bertakwalah selalu kepada Allah SWT, maafkan kesalahan-kesalahanku dan bantulah aku dalam mengemban tugas ini. Bantulah aku dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kebathilan. Nasihatilah aku dalam pemenuhan kewajiban-kewajiban yang telah diamanahkan Allah SWT…”

Umar merupakan pemimpin dengan keahlian administrasi yang sangat baik, pemimpin politik, dan jenderal militer yang cerdas. Ketidakegoisan dan kekukuhannya dalam menegakkan kebenaran dan hak-hak rakyat, membuatnya dihargai dan memiliki posisi penting dalam sejarah.

Di antara kontribusi Umar bin Al-Khathab untuk Islam ialah ia beserta pasukan Islam berhasil membentangkan kejayaan Islam dari Mesir, Syam, Irak, sampai kerajaan Persia. Ia beserta para sahabat lainnya berhasil mengembangkan wilayah Islam. Ia berhasil membangun administrasi yang baik dalam pemerintahan Islam. Daulah Islamiyah menunjukkan adanya peningkatan perbaikan selama pemerintahannya.

Sammak bin Harb menuturkan, “Umar bin Al-Khathab sangat gesit, seakan ia naik kuda sementara orang-orang berjalan kaki.”

Ia orang pertama yang mencetuskan ide tentang perlunya dilakukan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Ia dikenal sebagai sahabat yang berani melakukan ijtihad dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip musyawarah. Umar tidak mengharap dicintai oleh besar, orang kaya, bahkan kerabatnya. Ia juga tidak menganggap rendah anak kecil maupun orang fakir.

Umar mampu memadukan antara ilmu dan amal. Ia melaksanakan kepemimpinan dan keadilan dalam batas yang tidak mampu dilakukan oleh para penguasa dan raja biasa. Di sisi lain, ia mempunyai sifat zuhud dan kesabaran yang tidak dimiliki para raja bahkan orang-orang ahli zuhuh sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GHOSHOB

  Jika di pesantren, istilah ini sudah sangat familiar. Hanya saja pengertian dan prakteknya sesungguhnya ada perbedaan dari makna ghoshob s...