Kamis, 01 Agustus 2013

IKUTILAH SUNNAH RASUL DAN JANGAN MELAKUKAN BID’AH



 Bid’ah ada dua macam yaitu duniawi dan keagamaan :Bid’ah duniawi ada dua macam: bid’ah yang negatif, seperti bioskop, TV, Vedeo dan sejenisnya yang dapat merusak akhlak dan membahayakan masyarakat. Bahaya tersebut terjadi akibat film-film yang ditampilkannya. Tapi ada bid’ah yang positif seperti kapal terbang, mobil, telepon dan lain-lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat dan mempermudah urusannya.Bid’ah keagamaan: yaitu yang tidak pernah ada pada zaman Rasululloh dan para sahabat sesudahnya. Bid’ah ini dilakukan dalam ibadah dan agama. Bentuk bid’ah ini merupakan bentuk bid’ah yang ditolak oleh Islam dan dihukum dengan sesat.Allah سبحانه و تعالي berfirman :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
“Apalah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah.” (QS. Syura: 21).
Rasululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang melakukan pekerjaan yang tidak ada pada sunnahku, maka pekerjaan tersebut tidak diterima.” (HR. Muslim).
Rasululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Hati-hatilah terhadapa hal-hal yang baru, karena setiap hal yang baru itu bid’ah dan setiap bida’ah itu kesesatan.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Trimidzi dan ia berkata Hasan Shahih).
Rasululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَهَا
“Sesungguhnya Allah menutup taubat setiap orang yang melakukan bid’ah sampai ia meninggalkannya. (HR. Tabrani dan yang lainnya, Shahih).
Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata: setiap bid’ah itu kesesatan meski dianggap orang sebagai hal baik.
Imam Malik berkata: barangsiapa yang mengadakan dalam Islam suatu bid’ah yang dianggapnya baik, maka ia telah menuduh bahwa Muhammad telah melakukan penghianatan terhadap risalah, karena sesungguhnya Allah سبحانه و تعالي berfirman :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu ni’matKu dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).
Imam Syafi’i رحمه الله berkata: barangsiapa yang melakukan istihsan berarti telah membuat syariat, jika istihsan diperbolehkan dalam agama, tentu hal itu diperbolehkan juga bagi kaum intelektual yang tak beriman, dan diperbolehkan pula dilakukan dalam setiap masalah agama serta setiap orang dapat membuat syariat baru bagi dirinya.
Ghadlif رحمه الله berkata: suatu bid’ah tidak akan muncul kecuali ditinggalkanya sunnah.
Hasan Basri رحمه الله mengatakan: janganlah kamu bersahabat dengan ahli bid’ah sehingga hatimu sakit.
Huzaifah رضي الله عنه berkata: setiap ibadah yang tidak dilakukan oleh para sahabat Rasululloh صلي الله عليه وسلم jangan kamu lakukan.
MACAM-MACAM BID’AH

Bid’ah adalah setiap hal yang tidak mempunyai dasar dalam agama, seperti:
Upacara maulid Nabi, Isra’ mi’raj dan malam nisfu sya’ban.
Berdzikir dengan tarian, tepuk tangan dan pukulan terbang, begitu juga meninggikan suara dan mengganti nama-nama Allah seperti dengan ah, ih, aah, hua, hia.
Mengadakan acara selamatan dan mengundang para kyai untuk membaca Al-Qur’an setelah wafatnya seseorang dan lain sebagainya.
UCAPAN SHADAQALLAHUL AZHIEM
صدق الله العظيم

Para Qurra’ biasa mengucapkannya setelah membaca Al-Qur’an padahal ini tidak berasal dari Rasululloh صلي الله عليه وسلم.
Membaca Al-Qur’an adalah ibadah, maka tidak boleh ditambahi. Sabda Nabi صلي الله عليه وسلم:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ ردٌّ
“Barangsiapa mengada-adakan dalam agama kita (suatu amalan) yang bukan berasal darinya, maka ditolak (amalannya itu). (Muttafaq alaih)
Apa yang mereka lakukan itu tidak ada dalilnya, baik dari Al-Qur’an, sunnah Rasul maupun amalan para sahabat. Akan tetapi termasuk bid’ah orang-orang yang datang kemudian.
Rasululloh صلي الله عليه وسلم mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari Ibnu Mas’ud, tatkala sampai ke firman Allah عزّوجلّ:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاء شَهِيدًا. سورة النساء آية ٤١
Beliau bersabda : “cukuplah”. (HR. Al-Bukhari).
Jadi beliau tidak mengucapkan ‘Sahadaqallahul Azhiem’, dan juga tidak memerintahkannya.
Orang yang tidak mengerti dan anak-anak kecil mengira bahwa bacaan tersebut adalah salah satu ayat Al-Qur’an, maka mereka membacanya di dalam dan di luar shalat. Ini tidak boleh, karena bacaan tadi bukanlah ayat Al-Qur’an. Apalagi, kadang-kadang, ditulis di akhir surat dengan kaligrafi Mushaf.
Imam Abdul Aziz bin Baz رحمه الله, ketika ditanya tentang bacaan tersebut, beliau menegaskan bahwa hal itu adalah bid’ah.
Adapun firman Allah Ta’ala:
قُلْ صَدَقَ اللّهُ فَاتَّبِعُواْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً
“Katakanlah : ‘Benarlah (apa yang difirmankan) Allah’. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus …” (QS. Ali Imran : 95).
Maka ayat ini merupakan bantahan terhdap orang-orang Yahudi yang berdusta,berdasarkan ayat sebelumnya:
فَمَنِ افْتَرَىَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ
“Maka barangsiapa mengadadakan dusta terhadap Allah …” (QS. Ali-Imran : 94).
Rasululloh صلي الله عليه وسلم pun telah mengetahui ayat ini, meski demikian beliau tidak mengucapkan hal tersebut setelah membaca Al-qur’an. Begitu pula para sahabat dan salaf shaleh.
Bid’ah ini sesugguhnya mematikan sunnah, yaitu do’a setelah membaca Al-Qur’an, berdasarkan sabda Nabi صلي الله عليه وسلم :
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ اللَّهَ بِهِ
“Barangsiapa membaca Al-qur’an, hendaklah ia meminta kepada Allah dengan (bacaannya) itu.”1 (Hasan, HR. Tirmidzi).
Bagi Qari’ hendaklah dia berdo’a kepada Allah عزّوجلّ sesuka hatinya, setelah membaca Al-Qur’an, dan bertawassul kepada Allah dengan yang dibacanya itu. Karena hal ini termasuk amal shaleh yang menjadi sebab dikabulkannya do’a. dan yang tepat adalah membaca do’a berikut ini :
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
إِلَّا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجًا
“Ya Allah, sungguh aku adalah hambaMu, anak hambaMu yang laki-laki dan anak hambaMu yang perempuan. Ubun-ubunku berada di tanganMu. Pasti terjadi keputusanMu pada diriku dan adillah ketentuanMu pada diriku. Aku memohon kepadamu dengan segala asma milikMu, yang Engkau sebutkan untuk diriMu, atau Engkau turunkan dalam kitabMu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang makhlukMu, atau masih dalam perkara ghaib yang hanya Engkau sendiri yang mengetahui. Jadikanlah Al-Qur’an penyejuk hatiku, cahaya penglihatanku, pembebas kesedihanku dan pengusir kegelisahanku.”
Tiada lain, Allah pasti akan menghilangkan kesulitan dan kesedihannya, dan menggantikannya dengan kemudahan.” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad).
1 Lanjutan Hadits..
فَإِنَّهُ سَيَجِيءُ أَقْوَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ يَسْأَلُونَ بِهِ النَّاسَ
“…karena sungguh akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur'an, lalu dengannya mereka meminta-minta kepada manusia."
Aduhai…, apa yang disabdakan Rasulullah صلي الله عليه وسلم tersebut sudah terjadi, kita berlindung kepada Allah سبحانه و تعالي dari kejelekan diri kita..Ibnu Majjah

MEMELIHARA JENGGOT ADALAH WAJIB
Firman Allah عزّوجلّ tentang ucapan syaitan:
وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ
“… dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Alah), lalu benar-benar mereka merubahnya.” (QS. An-Nisa’ : 119)
Dan mencukur jenggot adalah merubah ciptaan Allah dan taat kepada setan.
Firman Allah عزّوجلّ :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“…Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah …” (QS. Al-Hasyr : 7)
Rasululloh صلي الله عليه وسلم telah memerintahakan untuk memelihara jenggot dan melarang mencukurnya.
Sabda Rasululloh صلي الله عليه وسلم :
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot, berbedalah dengan orang-orang majusi.” (HR. Muslim)
Sabda Rasululloh صلي الله عليه وسلم :
عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ
“Sepuluh perkara termasuk fitrah, yaitu : mencukur kumis, memelihara jenggot, mamakai siwak, mamasukkan air ke dalam hidung (ketika berwudhu), memotong kuku, …” (HR. Muslim)
Memelihara jenggot adalah termasuk fitrah, tidak boleh mencukurnya.
Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
Rasululloh صلي الله عليه وسلم melaknat orang laki-laki yang menyerupai wanita. (HR. Bukhari).
Mencukur jenggot adalah tindakan menyerupai wanita, terancam laknat dari Allah عزّوجلّ.
Sabda Rasululloh صلي الله عليه وسلم :
لكني أمرني ربي أن أعفي لحيتي، وأن أقص شاربي
“Akan tetapi Tuhanku memerintahkan kepadaku agar memelihara jenggotku dan mencukur kumisku.” (hadits hasan riwayat Ibnu Jarir).
Memelihara jenggot adalah perintah dari Allah dan RasulNya, dan hukumnya adalah wajib karena Rasululloh صلي الله عليه وسلم dan para sahabat senantiasa melakukan demikian, di samping itu tersebut dalam hadits larangan untuk mencukurnya.
Tidak boleh mencukur atau mencabut rambut yang berada di pipi, karena itu termasuk jenggot, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Qamus.
Secara medis, terbukti bahwa jenggot merupakan pelindung amandel dari stroke metahari, sedang mencukurnya bisa membahayakan kulit.
Jenggot adalah hiasan bagi kaum laki-laki yang diciptakan Allah baginya, agar berbeda dengan kaum wanita. Karenanya, tatkala seorang laki-laki yang telah mencukur jenggotnya masuk menemui isterinya pada malam pengantin, berpalinglah si isteri dan tidak tertarik dengan penampilan yang tidak seperti ketika dilihatnya sebelum itu.
Ada ibu-ibu yang bertanya kepada seorang waita: mengapa anda memilih seorang suami yang berjenggot? Jawabnya: karena aku kawin dengan seorang pria dan bukan dengan seorang wanita.
Mencukur Jenggot termasuk perbuatan mungkar dan harus dilarang, berdasar sabda Nabi صلي الله عليه وسلم :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah merubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu juga maka dengan hatinya dan inilah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Penulis bertanya kepada seorang laki-laki yang mencukur jenggotnya: “Apakah anda mencintai Rasululloh صلي الله عليه وسلم? Jawabnya: Ya, amat mencintainya. Maka kata penulis kepadanya: “Rasululloh telah bersabda:”peliharalah jenggot…” dan orang yang mencintai Rasululloh apakah akan mematuhinya atau menyalahinya?” jawab: “mematuhinya.” Dia pun berjanji akan memelihara jenggotnya.
Apabila ditentang oleh isteri anda dalam memelihara jenggot, maka katakanlah kepadanya : “aku adalah seorang muslim, takut kalau mendurhakai Allah.” Dan berikan kepadanya suatu hadiah serta sebutkan kepadanya sabda Nabi صلي الله عليه وسلم:
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْـخَالِق
“Tidak boleh taat kepada seorang makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada Al-Khaliq.” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad).

WASIAT SETIAP MUSLIM MENURUT AGAMA

Sabda Rasululloh صلي الله عليه وسلم :
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ وَلَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصِيَ فِيهِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ.
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ مَا مَرَّتْ عَلَيَّ لَيْلَةٌ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ إِلَّا وَعِنْدِي وَصِيَّتِي
“Tidak layak bagi seorang muslim melewati masa dua malam sedang ia mempunyai sesuatu yang mau diwasiatkan kecuali wasiatnya ditulis di dekat kepalanya. Abdullah bin Umar berkata: saya tidak melewati satu malam sejak Rasululloh bersabda demikian, kecuali wasiatku di dekatku.” (HR. Bukhari Muslim).

Wasiat itu seperti :
Saya berwasiat sebesar … untuk membiayai anak saudara, kerabat, tetangga dan lain-lain yang miskin (yang diwasiatkan tidak lebih dari 1/3 dari seluruh harta dan tidak untuk salah seorang ahli waris).
Ketika saya sakit, hendaklah ada orang-orang shaleh mendatangiku agar aku senantiasa bersangka baik terhadap Allah عزّوجلّ.
Sebelum mati, bukan sesudahnya, saya dituntun untuk membaca kalimat tauhid : LAA ILAAHA ILLALLAH. Ini berdasarkan sabda Nabi :
لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Tuntunlah saudaramu yang akan mati dengan kalimah LAA ILAAHA ILLALLAH.” (HR. Muslim)
Sabda Rasululloh juga :
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa yang akhir ucapanya LAA ILAAHA ILLALLAH masuk surga.” (HR. Hakim, Hasan)
Setelah mati, orang-orang yang hadir mendo’akan bagiku demikian:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ وَارْحَـمْهُ
“Ya Allah, ampunilah dia dan naikkanlah pangkatnya dan berilah ia rahmat.”
Mencarikan orang untuk menyampaikan berita kematian kepada sanak famili dan orang lain walaupun hanya lewat telepon. Bagi imam Masjid hendaknya memberitahukan hal itu kepada para jamaah, agar memintakan ampunan bagi mayit.
Segera melunasi hutang. SabdaRasululloh صلي الله عليه وسلم :
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang muslim itu bergantung dengan hutangnya sehingga hutang itu dilunasi.” (HR. Amad, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Shahih).
Bagi muslim yang sadar, ia akan melunasi hutangnya selagi masih hidup Karena khawatir urusannya itu menjadi terlantar.
Diam ketika jenazah diiringkan dan memperbanyak orang yang menyalatkannya dengan ikhlas serta mendo’akanya.
Setelah dikebumikan hendaknya dido’akan kembali sambil berdiri, karena Rasululah صلي الله عليه وسلم melakukan demikian sambil bersabda :
اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ
“Mohonkanlah ampunan dan ketabahan untuk sedaramu, karena sekarang ia sedang ditanya.” (HR. Abu Daud dan Hakim, Shahih)
Berta’ziyah (menghibur) keluarga yang tertimpa musibah, sesuai dengan sabda Rasululloh صلي الله عليه وسلم :
إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ
“Apa yang diambil Allah dan apa yang diberikanNya itu adalah milikNya. Segala sesuatu telah ditentukan batas waktunya. Hendaklah anda bersabar dan rela terhadap apa yang telah menjadi ketentuanNya.” (HR. Bukhari)
Ta’ziyah tidak terbatas oleh ruang dan waktu, kapan dan di mana saja dapat dilakukan. Orang yang mendapat kunjungan ta’ziyah hendaknya mengucapkan :
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Kita adalah milik Allah dan kita akan kembali kepadaNya. Ya Allah, berilah aku pahala ( sebagai balasan kesabaranku) dalam musibahku ini dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya.” [HR. Muslim]
Bagi keluarga dekat, tetangga dan handai taulan dari yang tertimpa musibah hendaknya membuatkan makanan untuk keluarga duka tersebut. Sabda Rasululloh صلي الله عليه وسلم :
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena mereka sedang kedatangan sesuatu yang menyibukkan.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Hasan)

HAL-HAL YANG DILARANG MENURUT AGAMA
Menghususkah sebagian harta untuk salah seorang ahli waris, sabda Rasululloh صلي الله عليه وسلم:
لَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Tidak sah wasiat untuk ahli waris.” (HR. Ibnu Majjah dan Daruqutni, Shahih)
Menangisi orang mati dengan keras, meratapinya, menampar pipi, menyobek pakaian dan berpakaian hitam, karena Rasululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ فِي قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ (إِذَا أَوصَاهُم)

“Orang mati itu disiksa di kuburnya karena diratapi (jika ia berwasiat).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mengumumkan berita kematian di tempat adzan, di surat kabar, memberikan karangan bunga, Karena semuanya itu termasuk bid’ah dan menyia-nyiakan harta dan menyerupai tingkah laku orang-orang musyrik dan non muslim. Sabda Nabi صلي الله عليه وسلم:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Baragsiapa menyerupai suatu golongan maka ia termasuk golongan itu.” (HR. Abu Daud, Shahih).
Datangnya para kiai di rumah orang yang meninggal untuk membaca Al-Qur’an. Rasululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ وَلَا تَأْكُلُوا بِهِ وَلَا تَسْتَكْثِرُوا بِهِ (مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا)
“Bacalah Al-Qur’an dan amalkanlah, janganlah Al-Qur’an itu kamu jadikan mata pencaharian dan jangan memperbanyak harta dunia dengannya.” (HR. Ahmad).
Haram hukumnya memberi atau menerima sejumlah uang sebagai bayaran atas bacaan Alqur’an.
Apabila kita meberikan uang itu kepada orang fakir maka pahalanya sampai kepada orang yang sudah meninggal dan bermanfaat baginya.
Tidak boleh membuat makanan atau berkumpul untuk ta’ziyah baik di rumah, di masjid atau tempat lainnya. Jarir  berkata :
كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنْ النِّيَاحَةِ
“Kita berpendapat bahwa mengadakan kumpulan bersama-sama pergi ke keluarga orang mati dan membuat  makanan untuk disajikan kepada para tamu hukumnya termasuk meratapi mayat.” (Riwayat Ahmad)
Hukum tidak bolehnya berkumpul mengadakan ta’ziyah tersebut ditegaskan oleh imam Syafi’i dan imam Nawawi dalam kitabnya “AL-ADZKAR” bab ta’ziyah. Sebagaimana ibnu Abidin yang bermazhab Hanafi, telah menegaskan bahwa tidak boleh bagi keluarga orang yang mati untuk menghidangkan jamuan. Karena menurut agama, jamuan itu diadakan dalam situasi gembira, bukan dalam keadaan duka. Dalam kitab “AL-BAZAZIYAH” –pengikut hanafi- disebutkan bahwa membuat makanan pada hari pertama dan ketiga dan setelah satu minggu hukumnya tidak boleh. Begitu pula membawa makanan ke kuburan pada hari besar, juga  membuat undangan untuk membaca Al-Qur’an, demikian pula mengumpulkan orang-orang shaleh dan ahli baca Al-Qur’an untuk mengadakan khataman Qur’an semuanya hukumnya tidak boleh.
Tidak boleh membaca Al-Qur’an, membaca Maulid Nabi dan zikir di atas kuburan karena Rasululloh صلي الله عليه وسلم dan para sahabatnya tidak pernah melakukannya.
Membuat gundukan tanah, membentangkan batu dan lain-lain di atas kuburan, mencat dan membuat tulisan di atasnya, semuanya hukumnya haram. Dalilnya :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ وَأَنْ يُكْتَبْ عَلَيْهِ
“Rasululloh صلي الله عليه وسلم melarang kuburan dikapur, dibangun atau ditulisi.” (HR. Muslim)
Cukup dengan meletakkan batu setinggi sejengkal, agar kuburan itu dapat dikenali orang, sebagaimana dilakukan oleh Rasululloh صلي الله عليه وسلم ketika meletakkan batu di atas kuburan Utsman bin Mazh’un, dan beliau bersabda :
أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَ أَخِي
“Aku memberi tanda atas kuburan saudaraku.” (HR. Abu Daud dengan sanad hasan)
Dalam wasiat, hendaknya ditulis :
Yang memberi wasiat –yang melaksanakan wasiat- saksi pertama- saksi kedua.

JAUHILAH DOSA-DOSA BESAR

Allah سبحانه و تعالي berfirman :
إِن تَجْتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلاً كَرِيماً
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami akan hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat mulia (surga).” (QS. An-Nisa’: 31).
Rasululloh صلي الله عليه وسلم bersabda :
اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ
“Jauhilah perbuatan yang dilarang Allah tentu engkau akan menjadi orang yang paling banyak ibadahnya.” (HR. Ahmad, dengan Isnad Shahih)
Dosa besar adalah: setiap maksiat yang mempunyai hukuman had di dunia atau ancaman di akhirat atau dilaknat Allah atau dilaknat Rasulullah.
Jumlah dosa-dosa besar: disebutkan oleh Ibnu Abbas, bahwa jumlahnya sampai tujuh ratus macam, lebih dekat daripada tujuh macam. Hanya tidak ada yang dinamakan dosa besar jika diikuti dengan istighfar dan tidak ada yang dinamakan dosa kecil jika dilakukan terus-menerus.
MACAM-MACAM DOSA BESAR

Dosa besar dalam akidah: syirik kepada Allah, yaitu beribadah atau berdo’a kepada selalin Allah. Rasululloh صلي الله عليه وسلم bersabda :
اَلدُّعَاءَ هُوَ اَلْعِبَادَةُ
“Do’a adalah ibadah.” (HR. Tirmidzi, Shahih).
Mengerjakan syariat untuk dunia saja, menyembunyikan ilmu, khianat, mempercayai dukun atau peramal, menyembelih kurban dan bernadzar kepada selain Allah, menggambar orang atau hewan, mambuat atau menggantungkan patung, memanjangkan baju atau celana ke bawah tumit untuk kesombongan, bersumpah selain kepada Allah, tidak mengkafirkan orang kafir, medustakan Allah dan Rasulnya, aman terhadap azab Allah , menampar muka dan meratap pada waktu kematian, tidak mengakui adanya Qadar dan menggantungkan jimat seperti kalung, tulang atau telapak tangan yang digantungkan pada anak-anak, mobil atau rumah.
Dosa besar dalam jiwa dan akal; membunuh orang dengan tanpa alasan yang benar, membakar orang dan hewan dengan api dan mengulur-ulur waktu pemberian hak orang lemah, istri, murid, pembantu dan binatang melata, belajar sihir, melakukan ghibah dan menyebar fitnah, minum minuman yang memabukkan dengan segala bentuknya (seperti khamar, perasan anggur, wisky, bir dan lain sebagainya), minum racun, makan daging babi dan bangkai tanpa sebab yang mendesak, minum minuman yang berbahaya (seperti rokok, ganja dan lain sebagainya), bunuh diri meski dengan palan-pelan seperti merokok, berkelahi mempertahankan yang batil, menganiaya dan melawan orang, menolak kebenaran dan marah karenanya, sombong, berperasangka buruk kepada orang Islam, mengkafirkannya tanpa alasan atau memcercanya atau mencerca salah seeorang di antara sahabat Rasululloh, sombong dan bangga, selalu mencari rahasia orang, menjatuhkan nama baik hakim untuk menyakitinya, dan berbohong pada hampir seluruh ucapannya.
Dosa besar dalam harta: makan harta anak yatim, main judi dan buntut, mencuri, malakukan penodongan, perampasan, sogok, pengurangan timbangan, sumpah palsu, penipuan dalam jual beli, tidak memenuhi janji, memberi kesaksian palsu, monopoli, wasiat palsu, menyembuyikan kesaksian, tidak rela dengan pembagian Allah dan pemakaian perhiasan emas bagi kaum lelaki.
Dosa besar dalam ibadah: meninggalkan shalat atau melaksanakan di luar waktunya tanpa uzur, tidak mengeluarkan zakat, berbuka puasa pada bulan Ramadhan tanpa uzur, tidak haji padahal mampu malaksanakannya, lari dari jihad di jalan Allah, meninggalkan jihad dengan jiwa, harta atau lidah bagi yang diwajibkan, meninggalkan shalat jum’at atau jama’ah tanpa uzur, meninggalkan menyeru berbuat baik dan mencegah kemungkaran bagi yang mampu, tidak membersihkan kencingnya dan tidak mengamalkan ilmunya.
Dosa besar dalam keluarga dan keturunan: zina, homoseksual, menjatuhkan kehormatan orang-orang mukminat yang terjaga baik dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar, berhias yang berlebihan bagi wanita, menampakkan rambutnya, wanita menyerupai lelaki dan laki-laki menyerupai wanita, menyakiti kedua orang tua, menjauhih keluarga tanpa alasan syara’, wanita menolak ajakan suaminya tanpa alasan seperti haid atau nifas, perbuatan orang yang mengawini wanita setelah talak tiga, wanita bepergian sendirian, menggunakan nasab selain ayahnya padahal tahu nasab ayahnya, rela terhadap keluarganya yang melakukan zina, menyakiti tetangga, mencabut rambut di wajah atau alis.
Taubat dari perbuatan dosa besar: wahai saudaraku seagama, jika anda berbuat dosa besar maka tinggalkanlah segera, bertaubat dan minta ampunlah kepada Allah serta jangan diulangi lagi, sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالي:
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً
“Sesunggunhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kebodohan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 17).
Berkata Mujahid dan yang lainnya : “Setiap orang yang bermaksiat kepada Allah baik tidak sengaja maupun sengaja maka ia adalah bodoh (jahil)”. (Tafsir Ibnu Katsir juz 1 hal. 464, penerbit)

SYARAT DITERIMANYA TAUBAT
Adapun syarat diterimanya taubat yaitu :
Ikhlas: artinya taubat pelaku dosa harus ikhlas, semata-mata karena Allah, bukan karena lainnya.
Menyesal: atas dosa yang telah diperbuatnya.
Meninggalkan sama-sekali maksiat yang telah dilakukannya.
Tidak mengulangi: artinya seorang mslim harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.
Istighfar: memohon ampun kepada Allah atas dosa yang dilakukan terhadap hakNya.
Memenuhi hak bagi orang yang berhak, atau mereka melepaskan haknya tersebut.
Waktu diterimanya taubat itu dilakukan di saat hidupnya sebelum tiba ajalnya. Sabda Nabi صلي الله عليه وسلم:
إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَـمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seseorang hambanya selama belum tercabut nyawanya.” (hadits hasan riwayat Turmudzi).


Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

GHOSHOB

  Jika di pesantren, istilah ini sudah sangat familiar. Hanya saja pengertian dan prakteknya sesungguhnya ada perbedaan dari makna ghoshob s...