Minggu, 05 Juli 2015

Biografi Pahlawan Nasional KH Noer Alie


Kyai Noer Alie sejak kecil memiliki semangat belajar yang tinggi. Pendidikan agama yang didapatnya dan para guru dan pesantren di sekitar Bekasi dan Klender, Jakarta Timur, telah kuat tertanam. Pada tahun 1934, ia menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Mekah dan bermukim di sana selama 6 tahun. Selama di negeri orang, ia aktif berorganisasi. Di sini, ia kemudian bertemu seorang pelajar asing yang heran kenapa Belanda dapat menjajah Indonesia yang jauh lebih besar. Pertanyaan ini mengusik semangat nasionalisme Noer Ali yang lalu membentuk perhimpunan pelajar Betawi di Mekah.
Setibanya di Tanah Air, Noer Alie mendirikan madrasah. Saat Rapat Ikada digelar pada pada 19 September 1945, Noer Alie juga hadir di sana. Pada November 1945, Noer Alie membentuk Laskar Rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Beliau kemudian menjadi Komandan Batalyon Ill Hisbullah Bekasi. Keberanian K.H. Noer Ali yang dijuluki Si Belut Putih dan Singa Karawang-Bekasi terlihat dalam Pertempùran Sasak Kapuk. Beliau juga melancarkan perang psikologis dengan memasang ratusan bendera Merah Putih dari kertas di sepanjang Bekasi-Karawang. Belanda bertambah murka karena sebelumnya sudah sering mendapat serangan dari pasukan TNI yang dipimpin Mayor Lukas Kastaryo.
Dalam suatu upaya pengejaran pasukan TNI, Belanda menyerang Kampung Rawa Gede. Tidak menemukan yang dicari, Belanda membantai penduduk. Aksi Belanda ini mendapat kecaman internasional yang menilainya sebagai kejahatan perang. Pada. tahun 2011, para ahli Waris korban tragedi Rawagede mendapat kompensasi dan pemerintah Belanda.
K.H. Noer Alie juga seorang politisi yang hebat. Ia pernah terpilih menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah Cabang Babelan. Pada 19 April 1950, ia menjabat Ketua Masyumi Cabang Jatinegara, nama Kota Bekasi saat itu. Ia pun tercatat sebagai salah seorañg yang membidani lahirnya Kabupaten Bekasi. Dalam bidang sosial dan pendidikan, K.H. Noer Alie membentuk sebuah organisasi bernama Pembangunan Pemeliharaan dan Pertolongan Islam yang kemudian berganti nama menjadi Yayasan Attaqwa.
• Tempat/Tgl. Lahir : Bekasi, 15 Juli 1914
• Tempat/Tgl. Wafat : Bekasi, 29 Januari 1992
• SK Presiden : Keppres No. 085/TK/2006, Tgl. 3 November 2006

KISAH KH. NOER ALIE &GURU MARZUKI (SANG ULAMA PEJUANG)


• KH. NOER ALIE
• Kiai Haji Noer Alie (lahir di Bekasi, Jawa Barat pada tahun 1914; meninggal di Bekasi, Jawa Barat pada tahun 1992) adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Jawa Barat dan juga seorang ulama.
• Ia adalah putera dari Anwar bin Layu dan Maimunah binti Tarbin. Ia mendapatkan pendidika agama dari beberapa guru agama di sekitar Bekasi. Pada tahun 1934, ia menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Mekkah dan selama 6 tahun bermukim disana.Siapa yang tak kenal puisi Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar? Tapi adakah yang tahu mengapa ia menciptakan puisi yang melegenda itu? Mungkin tak banyak yang menduga jika Chairil terinpsirasi oleh seorang warga Bekasi asli bernama KH Noer Alie.
• Hingga kini, nama KH Noer Alie memang belum dikenal luas di pentas nasional. Bahkan, di kalangan masyarakat Bekasi pun, masih ada yang belum mengenalnya. Namun, jika ia bisa menginspirasi seorang Chairil Anwar, pasti ada suatu keistimewaan yang dimilikinya.
• Ya, KH Noer Alie memiliki jejak perjuangan yang tak kelah heroiknya dengan pahlawan nasional lain semisal Soekarno, Hatta, Agus Salim, Natsir dan lainnya. Tercatat, dari sekian banyak pertempuran antara KH Noer Alie dan masyarakat Bekasi dengan penjajah, ada dua perlawanan yang melegenda.
• Pertama, Pertempuran Sasak Kapuk. Pertempuran sengit itu meletus pada 29 November 1945, antara pasukan KH Noer Alie dengan Sekutu – Inggris di Pondok Ungu. Pasukan rakyat KH Noer Alie mendesak pasukan Sekutu dengan serangan mendadak. Melihat pasukan Sekutu terdesak, mulai timbul rasa takabur pada pasukannya, sehingga ketika pasukan Sekutu mulai berbalik setelah sekitar satu jam terdesak, pasukan rakyat berbalik terdesak sampai jembatan Sasak Kapuk, Pondok Ungu, Bekasi.
• Melihat kondisi pasukannya yang kocar-kacir, KH Noer Alie memerintahkan untuk mundur. Tapi, sebagian pasukannya masih tetap bertahan, sehingga sekitar tiga puluh orang pasukan Laskar Rakyat gugur dalam pertempuran tersebut.
• Kedua, Peristiwa Rawa Gede. Untuk menunjukkan bahwa pertahanan Indonesia masih eksis, KH Noer Alie memerintahkan pasukannya bersama masyarakat di Tanjung Karekok, Rawa Gede, dan Karawang, untuk membuat bendera merah – putih ukuran kecil terbuat dari kertas.
• Ribuan bendera tersebut lalu ditancapkan di setiap pohon dan rumah penduduk dengan tujuan membangkitkan moral rakyat bahwa di tengah – tengah kekuasaan Belanda, masih ada pasukan Indonesia yang terus melakukan perlawanan.
• Aksi heroik tersebut membuat Belanda terperangah dan mengira pemasangan bendera merah-putih tersebut dilakukan oleh TNI. Belanda langsung mencari Mayor Lukas Kustaryo. Karena tidak ditemukan, mereka marah dan membantai sekitar 400 orang warga sekitar Rawa Gede.
• Pembantaian yang terkenal dalam laporan De Exceseen Nota Belanda itu, di satu sisi mengakibatkan terbunuhnya rakyat, namun disisi lain para para petinggi Belanda dan Indonesia tersadar bahwa di sekitar Karawang, Cikampek, Bekasi dan Jakarta masih ada kekuatan Indonesia. Sedangkan citra Belanda kian terpuruk, karena telah melakukan pembunuhan keji terhadap penduduk yang tidak bedosa.
• Siapa sebenarnya KH Noer Alie?
• Ia lahir di Desa Ujung Malang, Babelan, Bekasi pada 15 Juli 1914. Noer Alie adalah anak keempat dari sepuluh bersaudara pasangan Anwar bin Layu dan Maimunah binti Tarbin. Tanda-tanda kepahlawanannya sudah terlihat sejak kecil. Suatu saat, ia pernah ditanya, apa cita-citanya di dunia. “Ingin membangun perkampungan surga,” jawab Noer Alie kecil.
• Ia memiliki semangat belajar yang tinggi. Di usianya yang masih di bawah lima tahun, ia telah mampu menghapal surat –surat pendek dalam Al-Qur’an yang diajarkan oleh kedua orangtua dan kakaknya. Pada usia tujuh tahun, Noer Alie mengaji pada guru Maksum di kampung Ujung Malang Bulak. Pelajaran yang diberikan oleh gurunya lebih dititikberakan pada pengenalan dan mengeja huruf Arab, menyimak, menghafal dan membaca Juz-amma serta menghafal dasar – dasar Rukun Islam, Rukun Iman, tarikh para nabi, akhlak dan fikih.
• Dua tahun kemudian, Noer Alie kecil mendapat guru baru bernama Mughni, masih di Ujung Malang. Ia mendapatkan pelajaran-pelajaran alfiah atau tata bahasa Arab, Al-Qur’an, tajwid, nahwu, tauhid dan fiqih.
• Saat beranjak remaja, Noer Alie pindah ke Klender. Ia mondok di sebuah pesantren dan menuntut ilmu pada guru Marzuki. Noer Alie remaja mempelajari kitab kuning (kitab Islam Klasik ) sebagai inti pendidikan. Di samping itu, ia juga belajar cara menunggang kuda dan berburu bajing, hewan pemakan buah kelapa yang dianggap sebagai hama.
• Ketika usianya 20 tahun, ia pergi ke Mekkah. Di sana, ia menuntut ilmu di Madrasah Darul Ulum. Semangat belajarnya yang tinggi membuat ia berguru pada beberapa ulama di lingkungan Masjidil Haram, antara lain pada Syeikh Alie Al-Maliki (hadits); Syeikh Umar Hamdan (kutubusittah: hadits yang diriwayatkan oleh enam perawi: Buchori, Tarmizi, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah ); Syeikh Ahmad Fatoni (fikih, dengan kitab Iqna sebagai acuan); Syeikh Mohamad Amin al-Quthbi (ilmu nahwu, qawati/sastra ), badi’/mengarang, tauhid dan mantiq/ ilmu logika yang mengandung filsafah Yunani, dengan kitab Asmuni sebagai acuan); Syeikh Abdul Zalil (ilmu politik); Syeikh Umar Atturki dan Syeikh Ibnu Arabi (hadits dan ulumul Qur’an).
• Selama di negeri orang, ia aktif berorganisasi. Salah satunya, dengan menjadi anggota pelajar Islam dari Jepang, sebagai Ketua Persatuan Pelajar Betawi (PBB), dan aktif di Perhimpunan Pelajar – Pelajar Indonesia (PPPI), Persatuan Talabah Indonesia (Pertindo) dan Perhimpunan Pelajar Indonesai Melayu (Perindom).
• Noer Alie muda memutuskan kembali ke Tanah Air pada 1939 setelah mendapat kabar negerinya ditindas kaum penjajah. Sebuah pesan penting disampaikan Syeikh Alie Al – Maliki padanya. “ Ingat, jika bekerja jangan jadi penghulu (pegawai pemerintah). Kalau kamu mau mengajar, saya akan ridho dunia akhirat.” Pesan itu terus terngiang di benaknya hingga tiba di Indonesia.
• Ulama Pejuang
• Setibanya di Tanah Air, Noer Alie membuat gebrakan dengan mendirikan madrasah. Suami Siti Rahmah binti Mughni itu lalu menghimpun kekuatan umat, di antaranya membangun jalan tembus Ujung Malang – Teluk Pucung pada 1941.
• Untuk mempersiapkan diri bila sewaktu – waktu bangsa Indonesia harus bertempur secara fisik, Noer Alie menyalurkan santrinya ke dalam Heiho (pembantu prajurit), Keibodan (barisan pembantu polisi) di Teluk Pucung. Salah seorang santrinya, Marzuki Alam, dipersilakan mengikuti latihan kemiliteran Pembela Tanah Air (Peta).
• Saat Rapat Ikada digelar pada pada 19 September 1945 di Monas, Noer Alie datang dengan mengendarai delman. Nama Noer Alie kian dikenal di kalangan pejuang saat Bung Tomo meneriakkan namanya beberapa kali dalam siaran radionya di Surabaya, Jawa Timur.
• Pada bulan November 1945, KH Noer Alie membentuk Laskar Rakyat. Seluruh badal (pasukan) dan santrinya diperintahkan menghentikan proses belajar-mengajar untuk mendukung perjuangan. Ia kemudian mengeluarkan fatwa: “Wajib hukumnya berjuang melawan penjajah.” Dalam waktu singkat, Laskar Rakyat berhasil menghimpun sekitar 200 orang yang merupakan gabungan para santri dan pemuda sekitar Babelan, Tarumajaya, Cilincing, Muaragembong. Mereka dilatih mental oleh KH Noer Alie dan secara fisik dilatih dasar-dasar kemiliteran oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Bekasi dan Jatinegara.
• Akhir 1945, dibentuk kesatuan bersenjata yang berafiliasi kepada partai politik. Saat itu, Abu GhozAlie sebagai komandan resimen Hizbullah Bekasi (badan pejuangan Partai Majelis Sjuro Muslimin Indonesia/ Masjumi) menunjuk KH Noer Alie sebagai komandan Batalyon III Hizbullah Bekasi.
• Setelah Agresi Militer Pertama Belanda pada 1947, KH Noerl Alie mengadakan musyawarah darurat di Karawang. Itu dilakukan karena ia tidak rela melihat negerinya terus dijajah. Hasil musyawarah itu memutuskan untuk mengirim KH Noer Alie bersama lima orang rekannya menemui Panglima Besar Jenderal Soedirman di Jogjakarta.
• Sesampai di Jogjakarta, rombongan KH Noer Alie diterima oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohadjo karena Jenderal Soedirman tidak berada di tempat. KH Noer Alie diminta untuk melakukan perlawanan secara bergerilya. Ia kemudian mendirikan Hizbullah - Sabilillah pusat dengan nama Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah ( MPHS ) yang diketuai langsung oleh dirinya.
• Pada 10 Januari 1948, Mohammad Moe’min, Wakil Residen Jakarta dari pihak Republik Indonesia, mengangkat KH Noer Alie sebagai Koordinator (Pejabat Bupati) Kabupaten Jatinegara. Namun jabatan pemerintahan yang seharusnya dimulai pada 15 Januari 1948 tidak berlangsung lama, karena pada 17 Januari 1948 terjadi Perjanjian Renville yang mengharuskan tentara Indonesia di Jawa Barat hijrah ke Jawa Tengah dan Banten. KH Noer Alie memilih hijrah ke Banten dengan membawa 100 orang pasukan dari Kompi Syukur.
• Ketika perlawanan bersenjata mulai mereda, pada 1949 KH Noer Alie memilih berjuang di lapangan sipil. Ia diminta membantu Muhammad Natsir sebagai anggota delegasi Republik Indonesia Serikat di Indonesia dalam konperensi Indonesia – Belanda.
• Dalam kesempatan tersebut, KH Noer Alie sempat membahas kelanjutan perjuangan dengan tokoh – tokoh nasional di Jakarta, seperti Muhammad Natsir, Mr. Yusuf Wibisono, Mr. Muhammad Roem, Muhammad Syafe;I dan KH Rojiun, dan kemudian ia diminta untuk menyalurkan aspirasi polotiknya, bergabung dalam partai Masjumi.
• Pada Januari 1950, KH Noer Alie bersama teman – teman dan anak buahnya, seperti R. Supardi, Madnuin Hasibuan, Namin, Taminudin, Marzuki Hidayat, Marzuki Urmani, Nurhasan Ibnuhajar, A. Sirad, Hasan Syahroni dan Masturo membentuk Panitia Amanat Rakyat. Pada 17 Januari 1950, Panitia Amanat Rakyat itu kemudian menghimpun sekitar 25.000 rakyat Bekasi dan Cikarang di Alun – Alun Bekasi. Mereka mendeklarasikan resolusi yang menyatakan penyerahan kekuasaan pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Dan KH Noer Alie bersama Lukas Kustaryo menuntut agar nama kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi. Tuntutan tersebut diterima oleh Perdana Menteri Mohammad Natsir, sehingga pada 15 Agustus 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi di Jatinegara, serta selanjutnya dimasukkan ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat.
• Ulama Kharismatik
• KH Noer Alie dikenal dengan sebutan “Engkong Kiai.” Jika ia berjalan, tidak ada seorang pun, baik pejalan kaki atau pun yang memakai kendaraan, yang berani mendahuluinya. Mereka lebih cenderung untuk memilih jalan lain atau melompati got sebagai jalan pintas apabila terpaksa harus mendahului Engkong Kiai.
• Pada zamannya, tidak ada akses jalan yang rusak di sekitar desa, karena apabila terjadi kerusakan jalan dan diketahui oleh KH Noer Alie, aparat pemerintah akan langsung buru – buru memperbaikinya, mengingat besarnya jasa beliau terhadap pembangunan, terutama di wilayah Bekasi.
• Salah satu karya fenomenal yang berhasil diwujudkan oleh KH Noer Alie adalah pembangunan dan pembukaan akses jalan secara besar – besaran di sekitar Desa Ujungharapan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Semua warga dengan sukarela dan ikhlas akan mewakafkan tanahnya jika yang meminta KH Noer Alie. Ia pun tak segan untuk turun langsung bergotong-royong bersama warga membangun jalan seperti saat pelebaran Gang Perintis pada 1980.
• Jasa-jasanya itulah yang akhirnya membuat ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan bintang Maha Putra Adipradana oleh pemerintah Republik Indonesia pada 2006. Penghargaan lainnya adalah dengan menjadikan nama “Singa Karawang-Bekasi” itu sebagai nama jalan di sepanjang Kalimalang menuju Jakarta.
• KIAI HAJI NOER ALIE (Alm) TOKOH PEJUANG DARI BEKASI JAWA BARAT Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputera Adipradana Pada tanggal 3 November 2006, atas nama Presiden RI (Kepres RI No. 085/TK/Tahun 2006)menganugerahkan gelar `Pahlawan Nasional` dan `Bintang Mahaputera Adipradana` kepada Alm. Kiai Haji Noer Alie tokoh pejuang dari Bekasi Jawa Barat, atas jasa-jasanya. • � Pada tahun 1937 bersama Hasan Basri membentuk organisasi Persatuan Pelajar Betawi dimana KH. Noer Alie sebagai ketuanya. • � Tahun 1945 KH. Noer Alie membentuk Laskar Rakyat bekerja sama dengan TKR Bekasi dan Jatinegara untuk memobilisasi pemuda dan santri ikut latihan kemiliteran di Teluk Pucung-Bekasi. • � Setelah Agresi Militer I Belanda, KH. Noer Alie mendirikan organisasi gerilya baru dengan nama Markas Pusat Hizbullah Sabulillah (MPHS) di Tanjung Karekok Cikampek. • � Pada tahun 1955, Masyumi Bekasi memperoleh suara terbanyak dalam Pemilu dimana beliau sebagai Ketua Cabang Masyumi Bekasi oleh Masyumi Pusat sebagai salah seorang anggota Dewan Konstituante pada bulan Desember 1956.

[[KH. Noer Ali, Putra Betawi yang Menjadi Pahlawan Nasional
• “Bukan orang Bekasi namanya kalau dia tidak kenal KH. Noer Ali“. ya itu adalah ungkapan yang sering saya dengar dari para orang tua dulu. Sosok beliau sangat terkenal dimata orang bekasi karena ia menjadi ikon kebanggaan masyarakat betawi (khususnya di Karawang-Bekasi) pada masa revolusi. Beliau terkenal dengan sebutan “Singa Karawang Bekasi” atau ada juga yang menyebutnya “si Belut Putih”.Saya memang tidak banyak tau tentang sejarah beliau. Saya hanya dapat kisahnya dari para orang tua. Beliau adalah seorang ulama dan pemimpin pada zaman revolusi. Kembali ke KH. Noer Ali, selain berjuang melawan penjajah beliau juga memiliki pesantren At- Taqwa yang berpusat di Kampung Ujung Harapan (dulu bernama Ujung malang) . Kini pesantren tersebut sudah memiliki lebih dari 50 Cabang. Dan saya adalah orang yang termasuk salah satu santri dicabangnya (At- Taqwa VIII). Cerita perjuangan beliau begitu banyak yang saya dapatkan baik dari para orang tua maupun guru (ceritanya seperti film-film kolosal ^_^). Ia selalu bisa lolos/menghilang ketika ditangkap belanda (mungkin karena itu kali ya dia berjuluk si belut putih), meriam-meriam belanda yang tidak bisa meledak, murid-muridnya yang kebal peluru karena amalan wirid dan ratibnya, dll. Beliau juga sangat terkenal di mata masyarakat non muslim karena sikap tolerannya, hal itu dibuktikan ketika beliau sangat melindungi masyarakat tiong hoa yang non Muslim dari penjajah Belanda. Alhamdulillah pada 9 November 2006 akhirnya ia diangkat menjadi pahlawan Nasional, pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana. Berikut sekilas dari biografinya
• KH. Noer Ali “Singa Karawang-Bekasi” Sebagaimana biografi yang ditulis Ali Anwar, Noer Ali lahir tahun 1914 di Kp. Ujungmalang (sekarang menjadi Ujungharapan), Kewedanaan Bekasi, Kabupaten Meester Cornelis, Keresidenan Batavia. Ayahnya bernama H. Anwar bin Layu, seorang petani dan ibunya bernama Hj. Maimunah binti Tarbin. Meskipun ayahnya hanya sebagai petani, namun karena kemauan keras untuk menuntut ilmu, Noer Ali pergi ke Mekah dengan meminjam uang dari majikan ayahnya yang harus dibayar dicicil selama bertahun-tahun. Selama enam tahun (1934-1940) Noer Ali belajar di Mekah. Saat di Mekah, semangat kebangsaannya tumbuh ketika ia merasa dihina oleh pelajar asing yang mencibir: “Mengapa Belanda yang negaranya kecil bisa menjajah Indonesia. Harusnya Belanda bisa diusir dengan gampang kalau ada kemauan!”. Noer Ali pun “marah” dan menghimpun para pelajar Indonesia khususnya dari Betawi untuk memikirkan nasib bangsanya yang dijajah. Ia diangkat teman-temannya menjadi Ketua Perhimpunan Pelajar Betawi di Mekah (1937). Sekembalinya ke tanah air, Noer Ali mendirikan pesantren di Ujungmalang. Ketika Indonesia merdeka, ia terpilih sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Cabang Babelan. Tanggal 19 September 1945 ketika diselenggarakan Rapat Raksasa di Lapang Ikada Jakarta, Noer Ali mengerahkan massa untuk hadir. Dalam mempertahankan kemerdekaan, ia menjadi Ketua Lasykar Rakyat Bekasi, selanjutnya menjadi Komandan Batalyon III Hisbullah Bekasi. Bung Tomo saat itu dalam pidato-pidatonya dalam Radio Pemberontak menyebutnya sebagai Kiai Haji Noer Ali sehingga selanjutnya ia dikenal sebagai K.H. Noer Ali. Peranan pentingnya muncul ketika terjadi Agresi Militer Juli 1947. K.H. Noer Ali menghadap Jenderal Oerip Soemohardjo di Yogyakarta. Ia diperintahkan untuk bergerilya di Jawa Barat dengan tidak menggunakan nama TNI. K.H. Noer Ali pun kembali ke Jawa Barat jalan kaki dan mendirikan serta menjadi Komandan Markas Pusat Hisbullah-Sabilillah (MPHS) Jakarta Raya di Karawang. Saat itu, Belanda menganggap tentara Republik sudah tidak ada. Noer Ali meminta rakyat Rawagede untuk memasang ribuan bendera kecil-kecil dari kertas minyak ditempel di pepohonan. Tentara Belanda (NICA) melihat bendera-bendera itu terkejut karena ternyata RI masih eksis di wilayah kekuasaannya. Belanda mengira hal itu dilakukan pasukan TNI di bawah Komandan Lukas Kustaryo yang memang bergerilya di sana. Maka pasukan Lukas diburu dan karena tidak berhasil menemukan pasukan itu, Belanda mengumpulkan rakyat Rawagede sekitar 400 orang dan kemudian dibunuh. Peristiwa ini membangkitkan semangat rakyat sehingga banyak yang kemudian bergabung dengan MPHS. Kekuatan pasukan MPHS sekitar 600 orang, malang melintang antara Karawang dan Bekasi, berpindah dari satu kampung ke kampung lain, menyerang pos-pos Belanda secara gerilya. Di situlah K.H. Noer Ali digelari “Singa Karawang-Bekasi”. Ada juga yang menyebutnya sebagai “Belut Putih” karena sulit ditangkap musuh. Sebagai kiai yang memiliki karomah, Noer Ali menggunakan tarekat untuk memperkuat mental anak buahnya. Ada wirid-wirid yang harus diamalkan, namun kadang-kadang anak buahnya ini tidak taat. Tahun 1948 Residen Jakarta Raya mengangkat K.H. Noer Ali sebagai Koordinator Kabupaten Jatinegara. Ketika terjadi Perjanjian Renville, semua pasukan Republik harus hijrah ke Yogyakarta atau ke Banten. Ia hijrah ke Banten melalui Leuwiliang, Bogor. Di Banten, MPHS diresmikan menjadi satu baltalyon TNI di Pandeglang. Saat akan dilantik, tiba-tiba Belanda menyerbu. Noer Ali pun bersama pasukannya bertempur di Banten Utara sampai terjadinya Perjanjian Roem-Royen. Dalam Konferensi Meja Bundar yang mengakhiri Perang Kemerdekaan 1946-1949, Noer Ali diminta oleh Mohammad Natsir membantu delegasi Indonesia. Selain itu, ia pun masuk ke luar hutan untuk melakukan kontak-kontak dengan pasukan yang masih bertahan. Ketika pengakuan kedaulatan ditandatangani Belanda, MPHS pun dibubarkan. Jasa-jasanya selama masa perang kemerdekaan dihargai orang termasuk oleh A.H. Nasution, yang menjadi Komandan Divisi Siliwangi waktu itu. Kemudian dimulailah perjuangan K.H. Noer Ali dalam mengisi kemerdekaan melalui pendidikan maupun melalui jalur politik. Pemikiran Noer Ali untuk memajukan pendidikan di negeri ini, sebenarnya sudah dimulai sejak ia mendirikan pesantren sepulang dari Mekah. Setelah merdeka, peluang lebih terbuka. Tahun 1949, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Islam di Jakarta. Selanjutnya Januari 1950 mendirikan Madrasah Diniyah di Ujungmalang dan selanjutnya mendirikan Sekolah Rakyat Indonesia (SRI) di berbagai tempat di Bekasi, kemudian juga di tempat lain, hingga ke luar Jawa. Di lapangan politik, peran Noer Ali memang menonjol. Saat Negara RIS kembali ke negara kesatuan, ia menjadi Ketua Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk bergabung ke dalam NKRI. Tahun 1950, Noer Ali diangkat sebagai Ketua Masyumi Cabang Jatinegara. Tahun 1956, ia diangkat menjadi anggota Dewan Konstituante dan tahun 1957 menjadi anggota Pimpinan Harian/Majelis Syuro Masyumi Pusat. Tahun 1958 menjadi Ketua Tim Perumus Konferensi Alim Ulama-Umaro se-Jawa Barat di Lembang Bandung, yang kemudian melahirkan Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat. Tahun 1971-1975 menjadi Ketua MUI Jawa Barat. Di samping itu, sejak 1972 menjadi Ketua Umum Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat. Dalam perkembangan selanjutnya, ia bersikap sebagai pendamai, tidak pro satu aliran. Dengan para kiai Muhammadiyah, NU, maupun Persis, ia bersikap baik.***

• Tidak mudah menulis pemikiran seseorang yang telah wafat. Tidak mungkin misalnya melakukan wawancara. Apalagi yang bersangkutan tidak meninggalkan jejak berupa buku atau artikel di majalah dan koran. Yang tertinggal darinya hanyalah apa yang diceritakan orang lain tentangnya dan tidak bisa lagi dikonfirmasi.

• Tapi tidak demikian halnya dengan KH. Noer Alie. Kiai yang amat popular di kalangan masyarakat Bekasi dan Jawa Barat ini, meskipun tidak meninggalkan tulisan, tapi ajarannya masih melegenda. Beliau telah menghadap Yang Kuasa, tapi kenangan dan cerita tentangnya begitu hidup di kalangan murid, sahabat dan bahkan cucu-muridnya. Hal ini dikarenakan pengabdian beliau yang nyaris tidak terhenti sepanjang hidupnya, terutama bagi perbaikan dan pengembangan masyarakat. Mulai dari keterlibatannya dalam revolusi fisik melawan penjajah Belanda, menjadi Ketua Dewan Pemerintahan Kabupaten Bekasi, mendirikan lembaga pendidikan, dan mengajar keliling ke berbagai masjid. Tidak heran jika almarhum dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah atas jasa-jasanya dalam rangka ikut berjuang melawan penjajah Belanda dan mempertahankan Republik Indonesia.

• Sayangnya tulisan tentang riwayat hidup dan perjuangan beliau masih sedikit. Diantaranya buku yang ditulis oleh Ali Anwar dengan judul "KH. Noer Ali: Kemandirian Ulama Pejuang" atau kumpulan tulisan dalam blognya http://noeralie.wordpress.com. Selebihnya masih berbentuk legenda dan cerita dari mulut ke mulut. Karena itu tulisan mengenai berbagai aspek lain tentang beliau mutlak diperlukan.

• Tulisan ini mencoba menggali pemikiran KH. Noer Alie dalam hal pembangunan dan pengembangan ekonomi Islam, sebuah subyek yang kini dipelajari secara serius oleh dunia akademis di Indonesia khususnya. Bidang ini mulai mendapat perhatian ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan masih terasa dampaknya sampai sekarang. Sejak saat itu orang mulai mempertanyakan sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia. Sistem yang dibangun selama 30 tahun oleh Soeharto bersama Orde Barunya hancur dalam sekejap meninggalkan masalah keuangan, ekonomi bahkan kemanusiaan. Bencana itu masih terasa dampaknya bagi masyarakat, sampai sekarang.

• Mengaitkan KH. Noer Ali dengan masalah ekonomi ibarat mencari bayang-bayang dalam cahaya temaram. Dia ada disana, tapi diperlukan kejelian menemukannya. Pasti ada yang terselip di antara kebijakannya dalam memimpin Yayasan Attaqwa selama 30 tahun. Atau dalam ceramah-ceramahnya yang tersebar di berbagai kaset rekaman milik murid-muridnya..

• KH. Noer Alie dan Konsep Pembangunan

• Jaman Orde Baru (1967-1998) adalah zaman dimana kata “pembangunan” sangat sering diucapkan dan dikampanyekan oleh pemerintah. Hal itu terjadi karena pemerintah ingin membangun Indonesia menjadi negara maju. Karena itu perlu membangun di berbagai bidang. Sedemikian berkuasanya program itu, sehingga seringkali pihak yang tidak setuju dengan pemerintah dicap sebagai “anti pembangunan” atau “menghambat pembangunan.”

• KH. Noer Alie mengkritik konsep “pembangunan di segala bidang” yang dikatakannya sebagai konsep yang kontradiktif. Ia melihat pemerintah tengah berusaha menjadikan manusia Indonesia dengan kepribadian ganda, yaitu kepribadian yang memiliki karakter yang saling bertentangan. Di satu sisi, pemerintah berusaha mendidik masyarakat menjadi masyarakat yang agamis dengan mengadakan lomba Tilawah Quran (MTQ), lomba Tafsir Quran, dan lomba Qasidah, tapi disisi lain juga mendorong masyarakat untuk mengembangkan tradisi yang justru merusak agama, dengan dalih pembangunan budaya, seperti aliran kepercayaan dan kebatinan. Oleh karena itu, menurutnya, “pembangunan di segala bidang” akan gagal.

• Baginya, pembangunan ekonomi harus dimulai dengan pembangunan karakter manusia. Dan karakter manusia hanya dapat dibangun berdasarkan agama. Nilai-nilai yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi seperti kerja keras, kejujuran, kedisiplinan dan keteraturan hanya mungkin tercipta apabila manusia menghayati Islam sebagai agama dengan system yang komprehensif, meliputi kehidupan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, menurutnya, system pendidikan harus menciptakan manusia yang “pinter” (pandai) dan “bener” (baik). Konsep ini mirip dengan yang dikemukakan oleh BJ Habibie, sewaktu menjadi Menteri Riset dan Teknologi di zaman Soeharto, dengan adagium “iptek” (ilmu pengetahuan) dan “imtak” (iman dan taqwa). Konsep Habibie yang kemudian diadopsi oleh ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) sebagai salah satu pilar pengembangan SDM ini, juga pada dasarnya bertujuan menciptakan manusia Indonesia yang pintar, cerdas dengan landasan kebenaran yang berdasarkan Islam.

• Mungkin sebuah kebetulan apabila pada tahun 1973 Khurshid Ahmad, seorang ahli ekonomi Islam mengemukakan konsep yang mirip tentang pembangunan ekonomi dalam Islam.[ii] Ia mengatakan pembangunan ekonomi dalam Islam bukan semata pembangunan ekonomi fisik, tapi berawal pada pembangunan mental dan karakter manusia. Ia mengemukakan, bahwa untuk bisa melakukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan selamat bagi ummat manusia, ada empat hal yang harus dijadikan dasar. Pertama Tauhid, kedua Rububiyyah, ketiga Khilafah (peran manusia sebagai khalifah di dunia) dan keempat penyucian diri (tazkiyah nafs).

• KH. Noer Alie dan Kemandirian Ekonomi

• “Noer Alie adalah seorang Ghandi. Bedanya, ia berasal dari Bekasi Utara” kata seorang rekan. Ia mengomentari sosok sang kiai itu, setelah menyaksikan begitu banyak upaya yang dilakukan agar yayasan yang dipimpinnya, bahkan kampung tempat tinggalnya (Ujungharapan), mandiri dalam segala bidang, termasuk dalam bidang ekonomi. Ia menyamakannya dengan Mahatma Ghandi, pejuang kemerdekaan India yang terkenal dengan metode non-koperatif dan tanpa kekerasan dari kolonialis Inggris, yang terkenal dengan semboyan Swadhesi.

• KH. Noer Alie memang pernah memimpikan kampungnya menjadi kampung syurga. Murid-murid yang belajar agama darinya, menafsirkannya sebagai impian untuk menjadikan kampungnya sebagai pusat pengembangan agama Islam, dimana semua ajaran Islam dilaksanakan secara kaffah. Tapi bagi Noer Alie sendiri, kampung syurga bermakna kampung yang penduduknya sejahtera secara lahir dan batin. Artinya secara ekonomi kampung itu harus cukup sehingga masyarakatnya dapat membiayai sendiri kehidupan lahiriyah, dan secara agamis masyarakat bersandar kokoh kepada aqidah, syariah dan akhlaq. Ia mengumpamakan masyarakat kampung seperti itu memiliki “kampung yang bersih dan teratur; sawah yang airnya cukup dan panen yang berlimpah, dengan penduduk yang rajin beribadah dan berzikir kepada Allah SWT.”

• KH. Noer Alie mencontohkan sendiri bagaimana tujuan itu harus dicapai. Tidak jarang ia mencangkul sendiri kebunnya untuk ditanami berbagai tanaman. Ia juga turun ke sawah bersama petani untuk menanam benih padi, memanennya tatkala musimnya tiba. Ketika pemerintah daerah datang menawarkan bantuan, ia meminta mereka memperbaiki saluran air dan memastikan tersedianya bibit tanaman dan pupuk. Ia bahkan merelakan tanah di sekitar pondok pesantren dijadikan “basecamp” sebuah developer untuk pembangunan infrastruktur berupa jalan aspal dari Ujungharapan ke Babelan. Ia juga yang mempelopori pembangunan jalan tembus dari Ujungharapan ke Teluk Pucung dan dari Ujungharapan ke Kebalin, dua desa di sebelah timur Ujungharapan.

• KH. Noer Alie juga mendidik para santri untuk bisa mandiri. Ketika para santri meminta bantuan dana untuk mendirikan gedung koperasi santri, ia meminta mereka untuk ikut memotong padi ketika sawah milik yayasan memasuki musim panen.[iii] Hasil itu kemudian dijual dan dibelikan bahan bangunan.

• KH. Noer Alie dan kompetisi yang adil

• Yayasan yang dipimpin KH. Noer Alie mengelola aset wakaf yang sangat banyak. Aset itu tersebar di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Bekasi, seperti Babelan, Tarumajaya, Penggarutan, Kaliabang, Kebalen, Gabus, Teluk Pucung, Pekayon dan lain-lain. Kebanyakan asset ini dalam bentuk tanah sawah. Karena kekurangan pengurus untuk mengelolanya, KH. Alie mengizinkan para petani untuk menggarap tanah sawah milik yayasan itu dengan sistem bagi hasil.

• Pada menjelang musim tanam, para petani yang berminat untuk mengelola sawah milik yayasan diundang untuk melakukan tender. Apabila petani yang datang untuk mengelola sawah yayasan di daerah tertentu hanya satu orang, maka tawar menawar dilakukan langsung antara pengurus yayasan dengan petani dimaksud. Jika pengelolanya lebih dari satu orang, maka kepada mereka ditawarkan untuk melakukannya bersama. Jika tidak, maka penentuan akan dilakukan dengan lelang; siapa yang menawarkan bagi hasil lebih tinggi kepada Yayasan, maka dialah yang berhak mengelolanya.

• Meskipun memahami kurangnya pendidikan di kalangan para petani, itu nampaknya KH. Noer Alie tidak bisa meninggalkan asas leissez faire dalam penentuan hasil ekonomi yang optimal. Dia mengerti betul bahwa ia bisa saja melakukan intervensi dengan menunjuk salah satu dari petani-petani itu untuk mengelola tanah wakaf yang diamanatkan kepadanya. Tapi cara itu justru akan bersifat koruptif, yaitu menentukan kekuasaan seorang petani atas petani lainnya. Jika demikian yang terjadi, maka hasilnya justru tidak optimal. Sang petani akan cenderung melakukan monopoli atas tanah yang dikelolanya dan kepentingan pribadi yang lebih luas akan jadi dominan.

• KH. Noer Alie dan Pemerataan

• Berdasarkan cerita yang berkembang di kalangan Dewan Masjid, KH. Noer Alie pernah meminta pengurus melakukan pendataan jamaah masjid beserta mushalla. Daftar jamaah dari berbagai mushalla itu diperintahkannya untuk diberi kode hijau atau merah. Kode hijau berarti jamaah itu sudah berada garis “aman”, sedangkan kode merah bermakna jamaah tersebut perlu dibantu.

• Berdasarkan daftar jamaah itu, zakat, infaq dan sadaqah didistribusikan. Ia mengatur sendiri bagaimana dana-dana sosial itu disalurkan. Ada yang memang langsung dibagikan kepada mustahiq, tapi ada yang berupa pinzaman. Maksudnya adalah untuk mendidik agar penerima bantuan itu dapat berusaha menghidupi dirinya sendiri dengan cara menjadikan bantuan itu sebagai modal usaha.


• KH. Noer Alie dan bunga bank

• Perdebatan tentang hukum bunga bank telah terjadi di berbagai forum kajian ormas Islam.[iv] Muhammadiyah telah memulainya dalam forum Majlis Tarjih muktamar tahun 1971 di Situbondo. Majlis Tarjih menyimpulkan bahwa hukum bunga bank adalah "musytabiha". Untuk itu boleh hukumnya mengambil bunga dari bank-bank Pemerintah, tapi tidak boleh dari bank komersial.

• Nahdlatul Ulama melalui Bahtsul Masail pada Muktamar 1992 di Bandar Lampung mengeluarkan fatwa bahwa hukum bunga bank ada 3, yaitu haram, halal dan syubhat. Fatwa dengan substansi yang sama didahului oleh MUI yang melakukan silaknas pada tahun 1990 di Cisarua, Bogor, tentang hukum bunga bank. Fatwa ini kemudian mendorong lahirnya Bank Muamalat, bank umum syariah pertama di Indonesia, dua tahun kemudian.

• Jika menelusuri sejarah lebih kebelakang, perdebatan tentang bunga bank ternyata sudah ada sejak tahun 1934. Pada Sidang Majelis Tarjih pertama KH. Mas Mansur menyatakan bahwa Muhammadiyah mengambil pendapat bahwa bunga bank tidak dibolehkan, tapi karena tidak ada cara lain yang lebih maslahat menyimpan dan melakukan pembayaran kecuali melalui bank, maka hukumnya menjadi darurat.

• Meskipun KH. Noer Alie anggota elit Masyumi, dimana saat itu kebanyakan dari pengurusnya dari kalangan moderenis[v], seperti M. Natsir dan Syafruddin Prawiranegara, yang menganggap bunga bank tidak bertentangan dengan agama, namun KH. Noer Alie teguh dengan pendapatnya yang berbeda. Bunga bank baginya sama dengan riba dan yang namanya riba dilarang oleh Alquran. Oleh karena itu ia meminta para pengurus Yayasan untuk tidak mengambil bunga tabungan dari rekening Yayasan, yang digunakan untuk menerima bantuan dari luar negeri.

• KH. Noer Alie dan Zakat Produktif

• Fenomena baru yang muncul dengan kemunculan perbankan syariah pada tahun 1990an adalah Qardhul Hasan yang secara harfiah berarti pinzaman kebajikan. Pinzaman ini diberikan kepada fakir miskin yang dikembangkan dari "zakat produktif", yaitu memberikan zakat dengan menjadikannya modal usaha para mustahiq.

• Para ulama berbeda pendapat mengenai zakat yang dijadikan pinzaman modal.[vi] Sebagian menganggap bahwa hal itu tidak dibolehkan mengingat zakat bersifat tamlik artinya memberikan milik kepada para dhuafa, fakir dan miskin. Artinya sekali zakat diberikan maka ia menjadi milik mustahik, terserah untuk tujuan apapun mereka menggunakannya, termasuk untuk konsumtif. Di Indonesia, almarhum Prof. KH. Ibrahim Hosen LML, termasuk yang menganut pendapat ini. Sebagian lain berpendapat hal itu dibolehkan dengan dasar maslahat, yaitu maslahat tarbiyah. Yang dimaksud maslahat tarbiyah dalam hal ini adalah mendidik para dhuafa untuk dapat mandiri dengan cara diberikan modal usaha yang diambil dari dana zakat, sehingga mereka tidak lagi menjadi mustahiq, tapi juga muzakki.

• Jauh sebelumnya KH. Noer Alie telah melakukannya untuk jamaah masjidnya yang termasuk golongan kurang mampu. Ia memerintahkan para pengurus untuk mendata jamaah yang layak menerima zakat dan yang kurang layak.


• KH. Noer Alie dan Pemeliharan Lingkungan

• Menanam pohon. Itulah hobi yang dilakukan KH. Noer Alie selama hidupnya. Ia amat senang dengan kebun jambu yang ada di samping pondok pesantren putra. Kebun itu ia kelola sendiri bersama pembantu kesayangannya yang bernama Inen. Terkadang ia cuma tersenyum lucu mendengar berita santrinya mencuri beberapa butir jambu dari kebun itu, sekedar menutupi rasa lapar ketika mereka menjadi piket jaga malam di pondok. Selain itu ia juga terlihat sedang mencangkuli tanah di samping mushalla pesantren putri, untuk ditanami sayuran, sambil mengawasi santri-santrinya yang duduk tertib di tepi kebun, yang salah satunya tengah membaca kitab.

• GURUMARZUKI
• K.H. AHMAD MARZUKI AL-BETAWI (1293 – 1353 H/1876 – 1934 M) Nama lengkap beliau adalah “Ahmad Marzuki bin Syekh Ahmad al-Mirshad bin Khatib Sa’ad bin Abdul Rahman al-Batawi”. Ulama terkemuka asal Betawi yang bermazhab Syafi’i dan populer dengan sebutan Guru Marzuki ini lahir dan besar di Batavia (Betawi). Ayahnya, Syekh Ahmad al-Mirshad, merupakan keturunan keempat dari kesultanan Melayu Patani di Thailand Selatan yang berhijrah ke Batavia. Guru Marzuki dilahirkan pada bulan Ramadhan tahun 1293 H/1876 M di Meester Cornelis, Batavia. Masa Pertumbuhan dan Menuntut Ilmu Pada saat berusia 9 tahun, Guru Marzuki ditinggal wafat ayahnya. Pengasuhannya pun beralih ke tangan ibunya yang dengan penuh kasih sayang membina sang putra dengan baik. Pada usia 12 tahun, Marzuki dikirim oleh sang ibu kepada seorang ahli fikih bernama Haji Anwar untuk memperdalam Al-Qur'ân dan ilmu-ilmu dasar bahasa Arab. Guru Marzuki kemudian melanjutkan pelajarannya mengaji kitab-kitab klasik (turats) dibawah bimbingan seorang ulama Betawi, Sayyid Usman bin Muhammad Banahsan. Melihat ketekunan dan kecerdasan Marzuki-muda, sang guru pun merekomendasikannya untuk berangkat ke Mekah al-Mukarramah guna menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu. Guru Marzuki yang saat itu berusia 16 tahun pun kemudian bermukim di Mekah selama 7 tahun. Guru-guru di Haramain Selama tidak kurang dari 7 tahun, hari-harinya di Tanah Suci dipergunakan Guru Marzuki dengan baik untuk beribadah dan menimba ilmu dari para ulama terkemuka di Haramain. Ulama Haramain yang sempat membimbing Guru Marzuki, antara lain: Syekh Muhammad Amin bin Ahmad Radhwan al-Madani (w. 1329 H.), Syekh Umar Bajunaid al-Hadhrami (w. 1354 H.), Syekh Abdul karim al-Daghistani, Syekh Mukhtar bin Atharid al-Bogori (w. 1349 H), Syekh Ahmad al-Khatib al-Minangkabawi (w. 1337 H.), Syekh Umar al-Sumbawi, Syekh Mahfuzh al-Termasi (w. 1338 H.), Syekh Sa’id al-Yamani (w. 1352 H), Syekh Shaleh Bafadhal, Syekh Umar Syatta al-Bakri al-Dimyathi (w. 1331 H.), Syekh Muhammad Ali al-Maliki (w. 1367 H.) dan lain-lain. Ilmu yang dipelajarinya pun bermacam-macam, mulai dari nahwu, shorof, balaghah (ma‘ani, bayan dan badi‘), fikih, ushul fikih, hadits, mustholah hadits, tafsir, mantiq (logika), fara’idh, hingga ke ilmu falak (astronomi). Dalam bidang tasawuf, guru Marzuki memperoleh ijazah untuk menyebarkan tarekat al-‘Alawiyah dari Syekh Umar Syatta al-Bakri al-Dimyathi (w. 1331 H.) yang memperoleh silsilah sanad tarekatnya dari Syekh Ahmad Zaini Dahlan (w. 1304 H/1886 M.), Mufti Syafi’iyyah di Mekah al-Mukarramah. Dalam disertasi doktoralnya di Fak. Darul Ulum, Cairo University (hal. 63 – 66), Daud Rasyid memasukkan Guru Marzuki sebagai salah seorang pakar hadits Indonesia yang sangat berjasa dalam penyebaran hadits-hadits nabi di Indonesia dan menjaga transmisi periwayatan sanadnya. Sistem Mengajar dan Para Muridnya Sesudah kembali ke tanah air, atas permintaan Sayid Usman Banahsan, Guru Marzuki mengajar di masjid Rawabangke selama lima tahun, sebelum pindah dan menetap di Cipinang Muara. Di sinilah ia merintis berdirinya pesantren di tanah miliknya yang cukup luas. Santri yang mondok di sini memang tidak banyak, ditaksir sekitar 50 orang dan terutama datang dari wilayah utara dan timur Jakarta (termasuk Bekasi). Cara mengajar Guru Marzuki kepada muridnya tidak lazim pada masa itu, yaitu sambil berjalan di kebun dan berburu bajing (tupai). Ke mana sang guru melangkah, ke sana pula para murid mengikutinya dalam formasi berkelompok. Setiap kelompok murid biasanya terdiri dari empat atau lima orang yang belajar kitab yang sama, satu orang di antaranya bertindak sebagai juru baca. Sang guru akan menjelaskan bacaan murid sambil berjalan. Setiap satu kelompok selesai belajar, kelompok lain yang belajar kitab lain lagi menyusul di belakang dan melakukan hal yang sama seperti kelompok sebelumnya. Mengajar dengan cara duduk hanya dilakukan oleh Guru Marzuki untuk konsumsi masyarakat umum di masjid. Meskipun demikian, anak-anak santrinya secara bergiliran membacakan sebagian isi kitab untuk sang guru yang memberi penjelasan atas bacaan muridnya itu. Para juru baca itu kelak tumbuh menjadi ulama terpandang di kalangan masyarakat Betawi dan sebagian mereka membangun lembaga pendidikan yang tetap eksis sampai sekarang, seperti KH. Noer Alie (pendiri Pesantren Attaqwa, Bekasi), KH. Mukhtar Thabrani (pendiri Pesantren An-Nur, Bekasi), KH. Abdul malik (putra Guru Marzuki), KH. Zayadi (pendiri Perguruan Islam Az-Ziyadah, Klender), KH. Abdullah Syafi’i (pendiri Pesantren Asy-Syafi’iyyah, Jatiwaringin), KH. Ali Syibromalisi (pendiri Perguruan Islam Darussa’adah dan mantan ketua Yayasan Baitul Mughni, Kuningan-Jakarta), KH. Abdul Jalil (tokoh ulama dari Tambun, Bekasi), KH. Aspas (tokoh ulama dari Malaka, Cilincing), KH. Mursyidi dan KH. Hasbiyallah (pendiri perguruan Islam al-Falah, Klender), dan ulama-ulama lainnya. Selain KH. Abdul Malik (Guru Malik), putera-putera Guru marzuki yang lain juga menjadi tokoh-tokoh ulama, seperti KH. Moh. Baqir (Rawabangke), KH. Abdul Mu’thi (Buaran, Bekasi), KH. Abdul Ghofur (Jatibening, Bekasi). Guru Marzuki dan Jaringan Ulama Betawi Dalam kajian Abdul Aziz, MA., peneliti Litbang Depag dan LP3ES, Guru Marzuki termasuk eksponen dalam jaringan ulama Betawi yang sangat menonjol di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 bersama lima tokoh ulama Betawi lainnya, yaitu: KH. Moh. Mansur (Guru mansur) dari Jembatan Lima , KH. Abdul majid (Guru Majid) dari Pekojan , KH. Ahmad Khalid (Guru Khalid) dari Gongangdia , KH. Mahmud Romli (Guru mahmud) dari Menteng , dan KH. Abdul Mughni (Guru Mughni) dari Kuningan-Jakarta Selatan . Guru Marzuki beserta kelima ulama terkemuka Betawi yang hidup sezaman ini memang berhasil melebarkan pengaruh keulamaan dan intelektualitas mereka yang menjangkau hampir seluruh wilayah Batavia (Jakarta dan sekitarnya). Jaringan keulamaan yang dikembangkan oleh “enam pendekar-ulama Betawi” hasil gemblengan ulama haramain inilah yang kelak menjadi salah satu pilar kekekuatan mereka sebagai kelompok ulama yang diakui masyarakat dan telah berjasa menelurkan para ulama terkemuka Betawi selanjutnya. Wafatnya Guru Marzuki —rahimahullah wa ardhahu— wafat pada hari Jumat, 25 Rajab 1353 H. Pemakaman beliau dihadiri oleh ribuan orang, baik dari kalangan Habaib, Ulama dan masyarakat Betawi pada umumnya, dengan salat jenazah yang diimami oleh Habib Sayyid Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (w. 1388/1968) . Di masa hidupnya, Guru Marzuki dikenal sebagai seorang ulama yang dermawan, tawadhu’, dan menghormati para ulama dan habaib. Beliau juga dikenal sebagai seorang sufi, da’i dan pendidik yang sangat mencintai ilmu dan peduli pada pemberdayaan masyarakat lemah; hari-hari beliau tidak lepas dari mengajar, berdakwah, mengkaji kitab-kitab dan berzikir kepada Allah swt. Salah satu biografi beliau ditulis oleh salah seorang puteranya, KH. Muhammad Baqir, dengan judul Fath Rabbil-Bâqî fî Manâqib al-Syaikh Ahmad al-Marzûqî

Masyaa Allah, ini 8 fakta ilmiah menakjubkan dalam shalat



Barangkali sebagian dari umat Islam ada yang menganggap shalat hanya sebatas kewajiban dan ibadah ritual kepada Allah subhanahu wata'ala. Sehingga banyak sekali dari Muslimin ketika imannya sedang turun yang menggap hal itu membosankan sampai-sampai meninggalkan shalat dengan urusan duniawi semata.

Namun, di balik itu semua kita pasti akan terkejut saat mengetahui fakta ilmiah yang sarat manfaat di balik gerakan dan bacaan itu. Pada Ramadhan 1436 Hijriyah ini, mari kita renungkan manfaat yang Allah berikan kepada kita melalui syari'at shalat lengkap dengan bersuci, sebagaimana Arrahmah kutip dari BIP, Jum'at (3/7/2015).

1. Sholat mampu menyebuhkan rematik

Para ilmuwan dan juga para dokter mengungkapkan, salah satu cara untuk menyembuhkan rematik (khususnya pada tulang punggung) yang disebabkan ketidakseimbangan otot adalah dengan berolahraga. Berdasarkan saran para dokter Muslim, maka tidak ada solusi terbaik untuk menghindari rematik sejak dini, kecuali dengan melaksanakan shalat 5 waktu secara konsisten. Menurut mereka, gerakan shalat adalah jenis gerakan terbaik yang mampu mengembalikan fungsi otot dengan baik.

Gerakan yang dimaksud adalah gerakan rukuk, berdiri tegak dan sujud. Tentu saja gerakan itu adalah gerakan yang thu'maninah (tidak tergesa-gesa) dan sebaiknya lebih lama. Gerakan yang dilakukan secara berulang tersebut merupakan terapi terbaik dan penyembuhan terhebat bagi siapapun yang menderita penyakit tulang dalam waktu yang cepat.

2. Manfaat shalat untuk kelancaran sistem peredaran darah dan terapi penyakit jantung

Penelitian kedokteran mengungkapkan bahwa kasus tersumbatnya peredaran darah yang berimbas pada terhambatnya fungsi paru-paru dan kasus tersumbatnya peredaran darah di kaki bukanlah termasuk kasus yang dialami oleh kaum Muslimin yang disiplin melakukan shalat. Kasus ini umumnya banyak dialami oleh penderita dengan persentase 5 dari seribu orang non-Muslim pasca bedah.

Mengapa, karena kajian kedokteran mengungkapkan bahwa gerakan ruku' dan sujud dalam waktu yang lama mampu menstabilkan detak jantung kita, sehingga peredaran darah berjalan lancar serta meminimalisir tekanan darah tinggi secara akut di kepala. Maasyaa Allah berkah sekali, shalat ini bagi umat Muslim.
3. Sholat merupakan gerak olahraga terbaik

Beberapa tahun terakhir tersebar penyakit desk di kalangan penduduk Perancis dengan persentase 18 dari 20 orang karena duduk dalam waktu yang lama di perpustakaan. Lucunya, para dokter yang menganalisisnya malah merekomendasikan dan menyimpulkan bahwa shalat dalam agama Islam adalah solusi terbaik untuk terapi penyakit desk. Mengapa demikian?

Ternyatam diketahui secara medis bahwa dengan disiplin melakukan shalat setiap waktunya plus shalat malam, berdampak pada perubahan pada gerak otot. Hal ini mampu membangkitkan semangat baru pada tubuh, mengikis timbunan lemak di sekitar perut dan paha dan memperlambat efek-efek penuaan pada tubuh.

Bahkan, konsistensi shalat pun mampu menjaga bentuk ideal tubuh dan gerakannya, serta mempercepat munculnya vitalitas tubuh secara non stop 24 jam setiap harinya. Dengan demikian, shalat adalah latihan yang paling mudah dan cocok dijadikan sebagai olah tubuh dalam menjaga kesehatan tubuh.

4. Manfaat wudhu dalam terapi penyakit kanker kulit

Berbagai kajian yang berhubungan dengan faktor pemicu kanker kulit mengungkapkan bahwa faktor yang mendominasi munculnya kanker kulit adalah karena kulit banyak menyerap zat kimiawi, dan solusi terbaik untuk mencegahnya adalah dengan menghilangkannya dengan membersihkannya secara berulang kali. Selain itu, keringat dan lemak yang keluar dari pori-pori tubuh dan bercampur dengan debu pada umumnya mengandung zat kimiawi dan bakteri berbahaya.

Jadi masih meragukan manfaat wudhu? Yang dengannya kulit kita yang paling sering berinteraksi langsung dengan debu dibersihkan secara rutin.

5. Manfaat istinsyaaq

Istinsyaaq adalah membersihkan lubang hidung dengan cara menyedot air pada lubang hidung lalu menyemburkannya kembali. Sekelompok peneliti dari Fakultas Kedokteran di Iskandariyah Mesir, bekerja sama dengan kelompok peneliti kesehatan dan obat-obatan melakukan penelitian untuk mengungkap hubungan antara ilmu pengetahuan dan aktivitas berwudhu.

Hasil yang diperoleh adalah hidung bagian dalam yang tidak dibasuh umumnya berwarna pucat, berminyak, serat penuh debu dan kotoran. Di bagian bulu hidung umumnya rentan dihinggapi debu dan kotoran. Otomasis hidung yang kotor tersebut ditemukan kumpulan mikroba dan bakteri. Padahal penyakit banyak tersebar melalui pernafasan, mulai dari influenza, radang paru-paru, kelumpuhan dan penyakit lainnya. Jadi, istinsyaaq merupakan solusi dan terapi terbaik karena dilakukan berulang-ulang ketika akan shalat.

5. Shalat mampu mengurangi kekhawatiran dalam diri

Berbagai kajian psikologi modern mengungkapkan bahwa semua motivasi dan daya rasa manusia sangat terkait erat dengan perubahan zat kimia dalam otak. Meningkatnya adrenalin dalam tubuh sebanding dengan peningkatan kekhawatiran dalam diri seseorang. Selanjutnya hal tersebut akan berpengaruh pada meningkatnya detak jantung akibat tekanan darah menuju jantung.

Selain itu, syaraf menjadi menjauh dari sistem pencernaan sehingga prosesnya terganggu. Kadar gula pada hati semakin menumpuk dan persentasenya meningkat dalam aliran darah. Jika semuanya itu terus terjadi, maka permasalahan pada tubuh dan akhirnya otak pun terjadi. Berbagai gejolak pemikiran dan penyimpangan perilaku ini menjadi imbas pengaruh buruk tersebut.

Dalam harian surat kabar London West diungkapkan bahwa selama 10 tahun, Eropa mengadakan penelitian komparasi antara mereka yang selalu disiplin melakukan ritual ibadah dengan mereka yang tidak pernah sama sekali. kesimpulan yang mereka dapatkan adalah bahwa persentase penderita tekanan darah tinggi, penyakit jantung, depresi dan stress tidak begitu banyak menyerang mereka yang konsisten dengan ritual ibadahnya. Subanallah..

Dengan shalat yang khusyu' dapat dipastikan kekhawatiran dalam diri akan hilang. Maka benarlah apa yang disabdakan Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam, "Istirahatkanlah diri kami dengan shalat wahai Bilal". Demikianlah ajakan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam agar Bilal radhiallahu 'anhu mengumandangkan adzan agar Beliau dan sahabat melakukan shalat untuk bermunajat dan menenangkan hati kepada-Nya.

6. Manfaat sujud dari segi substansi kesehatan

Pengulangan sujud dalam shalat setiap harinya minimal dilakukan 34 kali. Bilangan tersebut dianggan bilangan yang tepat untuk meningkatkan aktivitas otot dan saraf tubuh serja menjaga keseimbangan antar sendi, khususnya tangan, paha. lutut dan kaki. Dengan aktivitas sujud juga, peredaran darah dalam tubuh bisa berjalan dan bergerak dengan mudah dari atas ke bawah. Selain itu meningkatnya lipatan tangan mampu melancarkan peredaran darah dari atas pergelangan ke bawah hingga mampu mencegah infeksi yang umumnya menyerang pergelangan tangan.

7. Manfaat Kekhusyu'an dalam Sholat

William Molton Marstein, seorang ahli psikolog pada majalah Reader Digest mengungkapkan bahwa bahwa kemampuan untuk memusatkan pikiran biasa dialami oleh setiap individu dalam kehidupannya. Misal, seorang pemimpin akan memusatkan pikirannya dalam menghadapi masalah. Hal yang dapat menurunkan kemampuan memusatkan pikiran dan bahkan merusaknya adalah penyimpangan dan terlalu sibuk dalam menuruti hawa nafsu. William juga mengungkapkan bahwa akal merupakan alat yang mengagumkan dan memiliki kemampuan yang sangat hebat jika difokuskan pada suatu titik.

Berkaitan dengan itu di Amerika dilakukan latihan berbicara kepada suatu obyek dengan menghadirkan hati dalam setiap kalimat yang diucapkannya dengan tujuan meningkatkan semangat dan kekuatan untuk berkeinginan dalam beraktivitas. Jika saja mereka tahu tentang sholatnya kaum Muslim. Dan harap dicatat, obyek yang dituju dalam shalat adalah Dzat Yang Maha Agung, tentu saja kekuatan yang didapatkan sangat jauh lebih hebat. Allahu akbar....

Akhir-akhir ini, muncul kontroversi hukum haram terhadap yoga. Banyak pro dan kontra atas isu tersebut. Jika kita mengacu pada manfaat kekhusyukan dalam shalat serta temuan bahwa shalat mampu menghilangkan kekhawatiran dalam diri dengan menuju kepada Allah, Dzat Yang Maha Agung, lalu kenapa kita malah memalingkan diri dari shalat yang merupakan manifestasi yang dahsyat dan malah memilih melakukan meditasi yoga yang tidak bernilai ibadah? Sungguh tidak perlu diperdebatkan dengan menguras nalar.

Maka benarlah firman Allah, "Sesungguhnya sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya." (QS Al-Mu'minuun: 1-2)

8. Kedhasyatan shalat tahajud dan subuh (yang tepat waktu)

Melalui berbagai penelitian, percobaan dan kajian, sebuah fakta ilmiah mengungkapkan bahwa seseorang yang tidurnya dalam waktu yang sangat lama akan sangat mudah terserang penyakit jantung. Hal ini dikarenakan lemak yang ada dalam darah menempel pada dinding syaraf di sekitar jantung.

Para ulama dan ilmuwan modern banyak menganjurkan agar setiap manusia bangun dari tidurnya setelah 4 jam, kemudian melakukan gerakan tubuh ataupun melakukan kegiatan yang membutuhkan otot selama 1/4 jam. Hal ini berguna untuk menghindari bahaya serangan jantung dan menjaga vitalitas tubuh, khususnya jantung karena menghindarinya dari timbunan lemak.

Jadi ajaran Islam telah mendahului temuan modern dalam mengungkapkan fenomena di atas untuk kemudian menyarankan suatu manajemen kesehatan tubuh yang sangat baik dan indah sobat, yakni dengan menganjurkan setiap individu untuk bisa bangun melakukan shalat tahajud pada 1/3 malam terakhir dan dilanjutkan dengan shalat subuh.

Diriwayatkan Ali radhiallahu 'anhu, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Dalam surga terdapat suatu ruangan yang dari luar bisa terlihat dalamnya dan dari dalam bisa dilihat luarnya". Lalu seorang Arab bertanya." Diperuntukkan untuk siapakah tempat itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, " Bagi siapa saja yang memiliki ucapan yang baik, memberikan makan kepada orang yang membutuhkan, konsisten melaksanakan puasa dan melaksanakan shalat demi mengharapkan ridha-Nya ketika orang lain sedang tertidur." (HR Ahmad)

Maka perlu juga kita renungkan salah satu tambahan kalimat dalam adzan sholat subuh, "Ash-shalaatu Khairun minan naum", "Melakukan sholat subuh tepat waktu" adalah lebih baik daripada tidur. Ianya menyegarkan dan memberi kita kesempatan menghirup udara lebih segar di saat organ tubuh kita baru beroperasi setelah diistirahatkan dengan tidur. Alhamdulillah.

Semoga bermanfaat dan kita praktikkan di bulan nan mulia ini, sehingga menambah keimanan kita kepada Allah subhanahu wata'ala.

GHOSHOB

  Jika di pesantren, istilah ini sudah sangat familiar. Hanya saja pengertian dan prakteknya sesungguhnya ada perbedaan dari makna ghoshob s...