Minggu, 26 Juni 2016

SEJARAH KETUPAT

 Adalah Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan pada masyarakat Jawa. 


Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali BAKDA, yaitu bakda Lebaran dan bakda Kupat yang dimulai seminggu sesudah Lebaran.

Arti Kata Ketupat.

Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau KUPAT merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.

Ngaku Lepat.

Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang jawa.
Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.

Laku Papat.

1. Lebaran.
2. Luberan.
3. Leburan.
4. Laburan.

Lebaran.
Sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. 

Luberan.
Meluber atau melimpah, ajakan bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah.

Leburan.
Sudah habis dan lebur. Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

Laburan.
Berasal dari kata labur, dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding.
Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.

FILOSOFI KUPAT - LEPET

KUPAT
Kenapa mesti dibungkus janur? 
Janur, diambil dari bahasa Arab " Ja'a nur " (telah datang cahaya ). 
Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia.
Saat orang sudah mengakui kesalahannya maka hatinya seperti kupat yang dibelah, pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki.
Kenapa? karena hatinya sudah dibungkus cahaya (ja'a nur). 

LEPET
Lepet = silep kang rapet.
Mangga dipun silep ingkang rapet, mari kita kubur/tutup yang rapat.
Jadi setelah ngaku lepat, meminta maaf, menutup kesalahan yang sudah dimaafkan, jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.

Betapa besar peran para WALI dalam memperkenalkan/ da'wah  agama.

LAILATUL QODAR

 Makna dan Pengertian.


1. ARTINYA:

- Lailah: Malam
- Al-Qodar: Kepastian atau kemuliaan.

Jadi arti dari Lailatul Qodar (LQ) adalah: malam kepastian atau malam kemuliaan.

2. KEUTAMAANNYA

Keutamaan LQ telah disebutkan oleh Allah di dlm al-Qur'an secara khusus di dalam surat yang diberi nama surat al-Qadr.

Sababun nuzul surah al-Qadr adalah sebagaimana disebut dalam hadits yang dinukil oleh imam Ibn Katsir dalam kitab Tafsirnya dari hadits yang diriwayatkan oleh imam Ibn Abi Hatim:

عن علي بن عروة قال: ذكر رسول الله صلى الله عليه وسلم يوما أربعة من بني إسرائيل عبدوا الله ثمانين عاما لم يعصوه طرفة عين، فذكر أيوب وزكريا وحزقيل بن العجوز ويوشع بن نون.
Dari Ali bin Urwah dia berkata suatu hari Rasulullah SAW menyebutkan kisah empat orang dari Bani Israil yang beribadah kepada Allah selama 80 tahun dengan tanpa berbuat maksiat sekelip matapun, beliau sebut nama mereka: Ayyub, Zakaria, Hizqil bin Ajuz dan Yusa' bin Nun.

قال فعجب أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم من ذلك فأتاه جبريل فقال:
Para sahabat Rasulullah heran denagn kisah itu, maka datanglah Malaikat Jibril berkata:

يا محمد عجبت أمتك من عبادة هؤلاء النفر ثمانين سنة لم يعصوه طرفة عين فقد أنزل الله خيرا من ذلك فقرأ عليه:
Wahai Muhammad, kamu dan umatmu heran terhadap ibadahnya empat orang tersebut yang berbibadah kepada Allah selama 80 tahun dengan tanpa berbuat maksiat sekelip matapun, sungguh Allah telah memberi yang lebih baik dari ibadah mereka itu, maka Malaikat Jibril membacakan kepada Rasulullah SAW:

"إنا أنزلناه في ليلة القدر وما أدراك ما ليلة القدر ليلة القدر خير من ألف شهر".
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? 
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. QS. Al-Qadr: 1-3.

هذا أفضل مما عجبت انت وأمتك.
(LQ)ini lebih utama daripada apa yg kamu dan umatmu herankan.

قال فسر بذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم والناس معه.
Maka Rasulullah dan para sahabat yang bersama beliau ketika itu merasa gembira. HR. Ibnu Abi Hatim.

3. SAAT TERJADINYA

Tidak diketahui secara pasti kapankah terjadinya LQ, hanya saja Rasulullah SAW memberi "bayangan" bahwa LQ terjadi di salah satu dari malam yang ganjil dari 10 malam yang akhir dari bulan Ramadhan:

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ حُمَيْدٍ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يُخْبِرُ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ فَتَلَاحَى رَجُلَانِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَقَالَ إِنِّي خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ وَإِنَّهُ تَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَرُفِعَتْ وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ الْتَمِسُوهَا فِي السَّبْعِ وَالتِّسْعِ وَالْخَمْسِ.
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Humaid, Telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Rasulullah SAW keluar untuk menjelaskan tentang Lailatul Qodar, lalu ada dua orang muslimin saling berdebat. Maka Nabi SAW bersabda: "Aku datang untuk menjelaskan Lailatul Qodar kepada kalian, namun fulan dan fulan saling berdebat sehingga akhirnya diangkat (lailatul qodar), dan semoga menjadi lebih baik buat kalian, maka itu intailah (lailatul qodar) itu pada hari yang ketujuh, enam dan lima". HR. Al- Bukhari: 47

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا أَبُو سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Abu Suhail dari bapaknya dari 'Aisyah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Carilah Lailatul Qadar pada malam yang ganjil dalam sepuluh malam yang akhir dari Ramadhan". HR. Al- Bukhari: 1878

4. CARA MENCARINYA

Bagi yang mampu dan punya kesempatan maka cara terbaik mencari LQ adalah dengan beriktikaf di Masjid di 10 malam yang akhir dari bulan Ramadhan.

Iktikaf di masjid yang terbaik adalah satu malam penuh (dari maghrib sampai subuh), namun bagi yang ada kesibukan atau urusan-urusan lain bisa juga dilakukan sesuai kemampuan, misalnya iktikaf hanya satu atau dua jam saja (lebih baik daripada yang sama sekali tidak melakukannya), wallahu a'lam.

Atau bagi yang berhalangan, seperti wanita yang haid atau orang yang sakit bisa mencari keutamaan LQ di rumah dengan memperbanyak dzikir, tadarus dan berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT.

5. HUJAN SEBAGAI SALAH SATU PERTANDA

Diantara tanda terjadinya Lailatul Qodar adalah pada malam tersebut turun hujan:

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ فَقَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْجُدُ فِي الْمَاءِ وَالطِّينِ حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّينِ فِي جَبْهَتِهِ.
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Salamah berkata, "Aku bertanya kepada Abu Sa'id Al Khudri (tentang Lailatul Qadar). Lalu ia menjawab, "Aku melihat Rasulullah SAW sujud di atas air dan lumpur (karena turun hujan) hingga aku bisa melihat bekas lumpur itu di dahi beliau." HR. Al- Bukhari: 792

6. PAHALA BAGI YANG MENCARI LAILATUL QODAR

Selain mendapat keutamaan lebih baik daripada 1000 bulan orang yang bersungguh-sungguh mencari Lailatul Qodar juga mendapat "bonus" berupa pengampunan dosa:

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَقُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Telah menceritakan kepada kami Abu al-Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib berkata, telah menceritakan kepada kami Abu al-Zanad dari al-A'raj dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa menegakkan lailatul qodar karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". HR. Al-Bukhari: 34

Semoga Allah memberi rizki kepada kita dapat meraih keutamaan Lailatul Qodar tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang.

Wallahu A'lam Bishowaab.

Minggu, 19 Juni 2016

MUHAMMADIYAH BUKAN DAHLANIYYAH DAN JUGA BUKAN MANSURIYYAH

 Muhammadiyah bukan Dahlaniyyah juga bukan Mansuriyyah...(berubah semenjak KH Mas Mansur lewat Majelis Tarjih)

 

Guru dan Amaliah KH. Ahmad Dahlan (Muhammadiyyah) dan KH. Hasyim Asy’ari (NU) adalah Sama Tiada Perbedaan ringkasan “Kitab Fiqih Muhammadiyyah”, penerbit Muhammadiyyah Bagian Taman Poestaka Jogjakarta, jilid III, diterbitkan tahun 1343 H/1925 M, dimana hal ini membuktikan bahwa amaliah kedua ulama besar di atas tidak berbeda:
1. Niat shalat memakai bacaan lafadz: “Ushalli Fardha...” (halaman 25).
2. Setelah takbir membaca: “Allahu Akbar Kabiran Walhamdulillahi Katsira...” (halaman 25).
3. Membaca surat al-Fatihah memakai bacaan: “Bismillahirrahmanirrahim” (halaman 26).
4. Setiap shalat Shubuh membaca doa Qunut (halaman 27).
5. Membaca shalawat dengan memakai kata: “Sayyidina”, baik di luar maupun dalam shalat (halaman 29).
6. Setelah shalat disunnahkan membaca wiridan: “Istighfar, Allahumma Antassalam, Subhanallah 33x, Alhamdulillah 33x, Allahu Akbar 33x” (halaman 40-42).
7. Shalat Tarawih 20 rakaat, tiap 2 rakaat 1 salam (halaman 49-50).
8. Tentang shalat & khutbah Jum’at juga sama dengan amaliah NU (halaman 57-60).
KH. Ahmad Dahlan sebelum menunaikan ibadah haji ke tanah suci bernama Muhammad Darwis. Seusai menunaikan ibadah haji, nama beliau diganti dengan Ahmad Dahlan oleh salah satu gurunya, as-Sayyid Abubakar Syatha ad-Dimyathi, ulama besar yang bermadzhab Syafi’i.
Jauh sebelum menunaikan ibadah haji, dan belajar mendalami ilmu agama, KH. Ahmad Dahlan telah belajar agama kepada asy-Syaikh KH. Shaleh Darat Semarang. KH. Shaleh Darat adalah   ulama besar yang telah bertahun-tahun belajar dan mengajar di Masjidil Haram Makkah.
Di pesantren milik KH. Murtadha (sang mertua), KH. Shaleh Darat mengajar santri-santrinya ilmu agama, seperti kitab al-Hikam, al-Munjiyyat karya beliau sendiri, Lathaif ath-Thaharah, serta beragam ilmu agama lainnya. Di pesantren ini, Mohammad Darwis ditemukan dengan Hasyim Asy’ari. Keduanya sama-sama mendalami ilmu agama dari ulama besar Syaikh Shaleh Darat.
Waktu itu, Muhammad Darwis berusia 16 tahun, sementara Hasyim Asy’ari berusia 14 tahun. Keduanya tinggal satu kamar di pesantren yang dipimpin oleh Syaikh Shaleh Darat Semarang tersebut. Sekitar 2 tahunan kedua santri tersebut hidup bersama di kamar yang sama, pesantren yang sama dan guru yang sama.
Dalam keseharian, Muhammad Darwis memanggil Hasyim Asy’ari dengan panggilan “Adik Hasyim”. Sementara Hasyim Asy’ari memanggil Muhammad Darwis dengan panggilan “Mas atau Kang Darwis”.
Selepas nyantri di pesantren Syaikh Shaleh Darat, keduanya mendalami ilmu agama di Makkah, dimana sang guru pernah menimba ilmu bertahun-tahun lamanya di Tanah Suci itu. Tentu saja, sang guru sudah membekali akidah dan ilmu fikih yang cukup. Sekaligus telah memberikan referensi ulama-ulama mana yang harus didatangi dan diserap ilmunya selama di Makkah.
Puluhan ulama-ulama Makkah waktu itu berdarah Nusantara. Praktek ibadah waktu itu seperti wiridan, tahlilan, manaqiban, maulidan dan lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan ulama-ulama Nusantara. Hampir semua karya-karya Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani, Syaikh Muhammad Mahfudz at-Turmusi dan Syaikh Khaathib as-Sambasi menuliskan tentang madzhab Syafi’i dan Asy’ariyyah sebagai akidahnya. Tentu saja, itu pula yang diajarkan kepada murid-muridnya, seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, Syaikh Abdul Qadir Mandailing dan selainnya.
Seusai pulang dari Makkah, masing-masing mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari guru-gurunya di Makkah. Muhammad Darwis yang telah diubah namanya menjadi Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyyah. Sedangkan Hasyim Asy’ari mendirikan NU (Nahdlatul Ulama). Begitulah persaudaraan sejati yang dibangun sejak menjadi santri Syaikh Shaleh Darat hingga menjadi santri di Tanah Suci Makkah. Keduanya juga membuktikan, kalau dirinya tidak ada perbedaan di dalam urusan akidah dan madzhabnya.
Saat itu di Makkah memang mayoritas bermadzhab Syafi’i dan berakidahkan Asy’ari. Wajar, jika praktek ibadah sehari-hari KH. Ahmad Dahlan persis dengan guru-gurunya di Tanah Suci. Seperti yang sudah dikutipkan di awal tulisan, semisal shalat Shubuh KH. Ahmad Dahan tetap menggunakan Qunut, dan tidak pernah berpendapat bahwa Qunut sholat subuh Nabi Muhammad Saw adalah Qunut Nazilah. Karena beliau sangat memahami ilmu hadits dan juga memahami ilmu fikih.
Begitupula Tarawihnya, KH. Ahmad Dahlan praktek shalat Tarawihnya 20 rakaat. Penduduk Makkah sejak berabad-abad lamanya, sejak masa Khalifah Umar bin Khattab Ra., telah menjalankan Tarawih 20 rakaat dengan 3 witir, sehingga sekarang. Jumlah ini telah disepakati oleh sahabat-sahabat Nabi SAW. Bagi penduduk Makkah, Tarawih 20 rakaat merupakan ijma’ (konsensus kesepakatan) para sahabat Nabi SAW.
Sedangkan penduduk Madinah melaksanakan Tarawih dengan 36 rakaat. Penduduk Makkah setiap pelaksanaan Tarawih 2 kali salaman, semua beristirahat. Pada waktu istirahat, mereka mengisi dengan thawaf sunnah. Nyaris pelaksanaan shalat Tarawih hingga malam, bahkan menjelang Shubuh. Di sela-sela Tarawih itulah keuntungan penduduk Makkah, karena bisa menambah pahala ibadah dengan thawaf. Maka bagi penduduk Madinah untuk mengimbangi pahala dengan yang di Makkah, mereka melaksanakan Tarawih dengan jumlah lebih banyak.
Jadi, baik KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah ada perbedaan di dalam pelaksanaan ubudiyah. Ketua PP. Muhammdiyah, Yunahar Ilyas pernah menuturkan: “KH. Ahmad Dahlan pada masa hidupnya banyak menganut fiqh madzhab Syafi’i, termasuk mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh dan shalat Tarawih 23 rakaat. Namun, setelah berdirinya Majelis Tarjih pada masa kepemimpinan KH. Mas Manshur, terjadilah revisi-revisi, termasuk keluarnya Putusan Tarjih yang menuntunkan tidak dipraktekkannya doa Qunut di dalam shalat Shubuh dan jumlah rakaat shalat Tarawih yang sebelas rakaat.”
Sedangkan jawaban enteng yang dikemukan oleh dewan tarjih saat ditanyakan: “Kenapa ubudiyyah (praktek ibadah) Muhammadiyyah yang dulu dengan sekarang berbeda?” Alasan mereka adalah karena “Muhammadiyyah bukan Dahlaniyyah”.

Walaahu A'lam Bishowaab.

Senin, 13 Juni 2016

HIDUP SEHAT TERHINDAR DARI STROKE & SEGALA PENYAKIT BERKAH DOA NABI SAW


 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Aban dari ayahnya Dzinnurain (Utsman) RA: Aku mendengar Rasulullah bersabda barang siapa membaca 

بِسمِ اللّٰهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْم

Tiga kali di waktu sore maka ia tidak akan terkena musibah yang mendadak hingga pagi hari, dan barang siapa membacanya pada pagi hari ia tidak akan terkena musibah hingga malam hari.

Sayyidina Qabishah seorang sahabat yang sudah berusia lanjut berkata, aku mendatangi Rasulullah, lalu beliau berkata," wahai Qabishah, ada apa gerangan engkau mendatangiku?, aku jawab, usiaku sudah tua, tulangku rapuh, aku mendatangimu agar kau ajarkan padaku sesuatu yang bermanfaat untukku."

Nabi SAW bersabda,"  wahai Qabishah untuk urusan duniamu, setelah shalat subuh maka bacalah tiga kali,"

سُبْحَانَ اللّٰه العَظِيم ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إلاَّ بالله

Maka engkau akan diselamatkan dari penyakit lepra, buta dan lumpuh(stroke)."

Dan untuk akhiratmu bacalah,"

اللهمَّ اهْدِنِي مِنْ عِنْدِك وَاَفِضْ عَليَّ مِنْ فَضْلِكَ، وَانْشُرْ عَلَيَّ مِن رَحْمتِكَ، واَنْزِلْ عَليَّ مِنْ بَرَكاتِكَ

Ya Allah beri aku petuntuk dari sisi-Mu,  curahkan padaku anugerah-Mu, dan limpahkan rahmat-Mu padaku, turunkan keberkahan-Mu untukku. 

Mencegah lebih baik daripada berobat, apalagi doa2 ini diajarkan oleh baginda Rasulullah SAW, pembacanya terhitung ibadah.

Wallahu a'lam Bishowaab.

HAKIKAT MENDOAKAN KELUARGA YANG TELAH MENINGGAL DUNIA SELAMA TUJUH HARI

Mengapa para ulama mengajarkan kepada umat Islam agar selalu mendoakan keluarganya yang telah meninggal dunia selama 7 hari berturut-turut ?


 Imam Ahmad bin Hanbal, seorang ahli hadits kenamaan mengatakan bahwa beliau mendapatkan riwayat dari Hasyim bin al-Qasim, yang mana beliau meriwayatkan dari Al-Asyja’i, yang beliau sendiri mendengar dari Sofyan, bahwa Imam Thawus bin Kaisan radliyallahu ‘anhu pernah berkata :

إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا، فكانوا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام

“Sesungguhnya orang mati difitnah (diuji dengan pertanyaan malaikat) didalam quburnya selama 7 hari, dan “mereka” menganjurkan (mensunnahkan) agar memberikan makan (pahalanya) untuk yang meninggal selama 7 hari tersebut”.

Riwayat ini sebutkan oleh Imam Ahmad Ahmad bin Hanbal didalam az-Zuhd [1]. Imam Abu Nu’aim al-Ashbahani (w. 430 H) juga menyebutkannya didalam Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiyah.[2] Sedangkan Thawus bin Kaisan al-Haulani al-Yamani adalah seorang tabi’in (w. 106 H) ahli zuhud, salah satu Imam yang paling luas keilmuannya. [3] Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974) dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubraa dan Imam al-Hafidz as-Suyuthi (w. 911 H) dalam al-Hawil lil-Fatawi mengatakan bahwa dalam riwayat diatas mengandung pengertian bahwa kaum Muslimin telah melakukannya pada masa Rasulullah, sedangkan Rasulullah mengetahui dan taqrir terhadap perkara tersebut. Dikatakan (qil) juga bahwa para sahabat melakukannya namun tidak sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Atas hal ini kemudian dikatakan bahwa khabar ini berasal dari seluruh sahabat maka jadilah itu sebagai Ijma’, dikatakan (qil) hanya sebagian shahabat saja, dan masyhur dimasa mereka tanpa ada yang mengingkarinya. [4]


Ini merupakan anjuran (kesunnahan) untuk mengasihi (merahmati) mayyit yang baru meninggal selama dalam ujian didalam kuburnya dengan cara melakukan kenduri shadaqah makan selama 7 hari yang pahalanya untuk mayyit. Kegiatan ini telah dilakukan oleh para sahabat, difatwakan oleh mereka. Sedangkan ulama telah berijma’ bahwa pahala hal semacam itu sampai dan bermanfaat bagi mayyit.[5] Kegiatan semacam ini juga berlangsung pada masa berikutnya, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam al-Hafidz as-Suyuthiy ;


“Sesungguhnya sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku (al-Hafidz) bahwa sesungguhnya amalan ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (masa al-Hafidz) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini (masa al-Hafidz as-Suyuthi), dan sesungguhnya generasi yang datang kemudian telah mengambil amalan ini dari pada salafush shaleh hingga generasai awal Islam. Dan didalam kitab-kitab tarikh ketika menuturkan tentang para Imam, mereka mengatakan “manusia (umat Islam) menegakkan amalan diatas kuburnya selama 7 hari dengan membaca al-Qur’an’.[6]


Shadaqah seperti yang dilakukan diatas berlandaskan hadits Nabi yang banyak disebutkan dalam berbagai riwayat. [7] Lebih jauh lagi dalam hadits mauquf dari Sayyidina Umar bin Khaththab, disebutkan dalam al-Mathalib al-‘Aliyah (5/328) lil-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852) sebagai berikut :


قال أحمد بن منيع حدثنا يزيد بن هارون حدثنا حماد بن سلمة عن علي بن زيد عن الحسن عن الحنف بن قيس قال كنت أسمع عمر رَضِيَ الله عَنْه يقول لا يدخل أحد من قريش في باب إلا دخل معه ناس فلا أدري ما تأويل قوله حتى طعن عمر رَضِيَ الله عَنْه فأمر صهيبا رَضِيَ الله عَنْه أن يصلي بالناس ثلاثا وأمر أن يجعل للناس طعاماً فلما رجعوا من الجنازة جاؤوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه فجاء العباس بن عبد المطلب رَضِيَ الله عَنْه فقال يا أيها الناس قد مات الحديث وسيأتي إن شاء الله تعالى بتمامه في مناقب عمر رَضِيَ الله عَنْه

“Ahmad bin Mani’ berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari ‘Ali bin Zayd, dari al-Hasan, dari al-Ahnaf bin Qays, ia berkata : aku pernah mendengar ‘Umar radliyallahu ‘anh mengatakan, seseorang dari Quraisy tidak akan masuk pada sebuah pintu kecuali seseorang masuk menyertainya, maka aku tidak mengerti apa yang maksud perkataannya sampai ‘Umar radliyallahu ‘anh di tikam, maka beliau memerintahkan Shuhaib radliyallahu ‘anh agar shalat bersama manusia selama tiga hari, dan juga memerintahkan agar membuatkan makanan untuk manusia. Setelah mereka kembali (pulang) dari mengantar jenazah, dan sungguh makanan telah dihidangkan, maka manusia tidak mau memakannya karena sedih mereka pada saat itu, maka sayyidina ‘Abbas bin Abdul Muththalib radliyallahu ‘anh datang, kemudian berkata ; wahai.. manusia sungguh telah wafat .. (al-hadits), dan InsyaAllah selengkapnya dalam Manaqib ‘Umar radliyallah ‘anh”.


Hikmah dari hadits ini adalah bahwa adat-istiadat amalan seperti Tahlilan bukan murni dari bangsa Indonesia, melainkan sudah pernah dicontohkan sejak masa sahabat, serta para masa tabi’in dan seterusnya. Karena sudah pernah dicontohkan inilah maka kebiasaan tersebut masih ada hingga kini.


Riwayat diatas juga disebutkan dengan lengkap dalam beberapa kitab antara lain Ithaful Khiyarah (2/509) lil-Imam Syihabuddin Ahmad bin Abi Bakar al-Bushiriy al-Kinani (w. 840).


وعن الأحنف بن قيس قال: “كنت أسمع عمر بن الحنطاب- رضي الله عنه- يقول: لا يدخل رجل من قريش في باب إلا دخل معه ناس. فلا أدري ما تأويل قوله، حتى طعن عمر فأمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثا، وأمر بأن يجعل للناس طعاما، فلما رجعوا من الجنازة جاءوا وقد وضعت الموائد فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه، فجاء العباس بن عبد المطلب قال: يا أيها الناس، قد مات رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فأكلنا بعده وشربنا، ومات أبو بكر فأكلنا بعده وشربنا، أيها الناس كلوا من هذا الطعام. فمد يده ومد الناس أيديهم فأكلوا، فعرفت تأويل قوله “.رواه أحمد بن منيع بسند فيه علي بن زيد بن جدعان

“Dan dari al-Ahnaf bin Qays, ia berkata : aku mendengar ‘Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anh mengatakan, seseorang dari Quraisy tidak akan masuk pada sebuah pintu kecuali manusia masuk bersamanya. Maka aku tidak maksud dari perkataannya, sampai ‘Umar di tikam kemudian memerintahkan kepada Shuhaib agar shalat bersama manusia dan membuatkan makanan hidangan makan untuk manusia selama tiga hari. Ketika mereka telah kembali dari mengantar jenazah, mereka datang dan sungguh makanan telah dihidangkan namun mereka tidak menyentuhnya karena kesedihan pada diri mereka. Maka datanglah sayyidina ‘Abbas bin Abdul Muththalib, seraya berkata : “wahai manusia, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam telah wafat, dan kita semua makan dan minum setelahnya, Abu Bakar juga telah wafat dan kita makan serta minum setelahnya, wahai manusia.. makanlah oleh kalian dari makanan ini, maka sayyidina ‘Abbas mengulurkan tanggan (mengambil makanan), diikuti oleh yang lainnya kemudian mereka semua makan. Maka aku (al-Ahnaf) mengetahui maksud dari perkataannya. Ahmad bin Mani telah meriwayatkannya dengan sanad didalamnya yakni ‘Ali bin Zayd bin Jud’an”.


Disebutkan juga Majma’ az-Zawaid wa Manba’ul Fawaid (5/159) lil-Imam Nuruddin bin ‘Ali al-Haitsami (w. 807 H), dikatakan bahwa Imam ath-Thabrani telah meriwayatkannya, dan didalamnya ada ‘Ali bin Zayd, dan haditsnya hasan serta rijal-rijalnya shahih ; Kanzul ‘Ummal fiy Sunanil Aqwal wa al-Af’al lil-Imam ‘Alauddin ‘Ali al-Qadiriy asy-Syadili (w. 975 H) ; Thabaqat al-Kubra (4/21) lil-Imam Ibni Sa’ad (w. 230 H) ; Ma’rifatu wa at-Tarikh (1/110) lil-Imam Abu Yusuf al-Farisi al-Fasawi (w. 277 H) ; Tarikh Baghdad (14/320) lil-Imam Abu Bakar Ahmad al-Khathib al-Baghdadi (w. 463 H).


Wallahu A’lam

Rabu, 08 Juni 2016

BELAJAR ILMU IKHLAS



Allah SWT berfirman, "Mereka tidak diperintahkan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan di dalam menjalankan ajaran agama.”(QS Al-Bayyinah: 5)
Keikhlasan merupakan inti dan ruh ibadah. Sebagaimana apa yang dikatan Ibnu Hazm, niat adalah rahasia peribadatan. Kedudukan niat terhadap amal adalah sama dengan kedudukan ruh terhadap jasad. Karena itu, mustahil jika suatu ibadah hanya berupa amalan yang tidak ada ruhnya sama sekali, seperti jasad tak bernyawa. Allah berfirman "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (QS Al-Kahfi : 110)
Secara bahasa, ikhlas berasal dari kata ‘khalasha’, yang berarti kejernihan dan hilangnya segala sesuatu yang mengotorinya.
Maka, kata ikhlas menunjukkan kepada sesuatu yang jernih, bersih dan bebas dari campuran dan kotoran.
Para ulama mendefinisakan khalas sebagai berikut: 
Ikhlas adalah “Amal yang dilakukan hanya karena Allah, tidak untuk selain Allah”
“Keikhlasan itu adalah berusaha melindungi amal yang dilakukan dari pengetahuan makhluk termasuk dari pengetahuan dirimu sendiri….”
Fudhail bin Iyadh berkata:
“Meninggalkan amal karena manusia itu adalah riya’, beramal karena manusia itu syirik. Ikhlas itu adalah engkau beramal dan engkau dilindungi Allah dari kedua keadaan tadi.”
Ya’qub Al Makhfuf berkata:
“Orang yang ikhlas adalah yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukannya.”
Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, Imam Al Ghazali mengutip ungkapan Sahl bin Abdullah At Tusturi ketika ditanya :
“Apakah yang paling berat dilakukan oleh jiwa?”
Ia mengatakan:
“Keikhlasan, karena jiwa tidak mempunyai bahagian untuk mengendalikannya.”
Semoga bermanfaat!

INFO SEHAT BULAN PUASA



1 ● Saat Sahur usahakan untuk membatasi asupan teh dan kopi  Pasalnya, dua asupan tersebut membuat metabolisme berjalan cepat. Sehingga cepat mendatangkan rasa haus meski tak terdehidrasi.


 


2 ● Sangat dianjurkan mengonsumsi makanan yang lambat dicerna dan memiliki serat yang tinggi Contohnya gandum, padi-padian, kacang-kacangan, biji-bijian, nasi merah.

 



3 ● Saat Tajjil/Awal berbuka puasa dianjurkan untuk mengonsumsi Kurma* karena mengandung gula serat, karbohidrat, kalium dan magnesium. Dengan kurma, kebutuhan nutrisi tubuh yang hilang selama puasa perlahan dipenuhi.


4 ● Mengonsumsi pisang saat Ifthor/berbuka sangat baik bagi tubuh Anda, sebab pisang merupakan sumber kalium, magnesium dan karbohidrat.


5 ● Batasi makanan yang digoreng saat berbuka, karena dapat meningkatkan sel-sel lemak dalam tubuh. Hal ini karena seorang yang sudah di usia lanjut cenderung memiliki keluhan penyakit yang disebabkan lemak, seperti penyakit jantung, cc koroner dan hipertensi.


6 ● Batasi makanan yang lebih cepat dicerna, seperti gula. Hal ini bisa cepat mendatangkan rasa haus ditengah Anda menjalani puasa nantinya.


7 ● Konsumsi Air atau jus buah antara berbuka puasa dan sebelum tidur. Hal ini bertujuan untuk menyediakan kebutuhan cairan dalam tubuh untuk Anda lancar beraktivitas esok harinya.




8 ● Hindari terlalu banyak minum Es, karena memudahkan Anda kenyang. Dimana asupan makanan gizi yang lengkap akan menurun karena tak bisa masuk dalam tubuh.


Selamat menunaikan ibadah Shaum dan ibadah lainnya di bulan Suci  Ramadhan.... 

Kamis, 02 Juni 2016

Poto








        




                     



CARA CERDAS MENGATASI MASALAH



Oleh: M Hamka Syaifudin
SEORANG lelaki yang sedang dirundung kesedihan datang menemui khalifah Ali bin Abi Tholib, ia pun berkata, “Wahai Amirul Mukminin, aku datang kepadamu karena aku sudah tidak mampu lagi menahan beban kesedihanku.”

Sayidina Ali menjawab, “Aku akan bertanya dua pertanyaan dan jawablah !”

Lelaki itu berkata, “Ya, tanyakanlah !”

“Apakah engkau datang ke dunia bersama dengan masalah-masalah ini?” kata Ali bin Abi Tholib

“Tentu tidak” jawabnya.

“Lalu apakah kau akan meninggalkan dunia dengan membawa masalah-masalah ini?” tanya Sayidina Ali bin Abi Tholib

“Tidak juga” jawabnya.

Lalu Sayidina Ali berkata,
“Lalu mengapa kau harus bersedih atas apa yang tidak kau bawa saat datang dan tidak mengikutimu saat kau pergi?”

“Seharusnya hal ini tidak membuatmu bersedih seperti ini.

Bersabarlah atas urusan dunia. Jadikanlah pandanganmu ke langit lebih panjang dari pandanganmu ke bumi dan kau pun akan mendapat apa yang kau inginkan.

Tersenyumlah ! karena rizkimu telah dibagi dan urusan hidupmu telah diatur.

Urusan dunia tidak layak untuk membuatmu bersedih semacam ini karena semuanya ada di tangan Yang Maha Hidup dan Maha Mengatur….”

Kemudian Sayidina Ali bin Abi tholib meneruskan ungkapannya,

“Seorang mukmin hidup dalam dua hal, yaitu kesulitan dan kemudahan.

Keduanya adalah nikmat jika ia sadari. Dibalik kemudahan ada rasa syukur.

Sementara Allah berfirman,

وَسَيَجْزِي اللّهُ الشَّاكِرِينَ -١٤٤-

“Allah akan Memberi balasan kepada orang yang bersyukur.”
(QS.Ali Imran: 144)

Dan dibalik kesulitan ada kesabaran. Allah berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ -١٠-

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpan batas.”
(QS.Az-Zumar: 10)

Bagi seorang mukmin, kesulitan dan kemudahan adalah ladang untuk menabung pahala dan hadiah dari Allah SWT. Lalu kenapa masih bersedih?

Jangan selalu mengeluh “Ohh masalahku begitu besar. Tapi katakan pada masalah itu, Sungguh aku punya Allah yang Mahabesar.

Itulah sebuah hikmah yang sungguh sangat besar manfaatnya kepada kita. Terkadang kita berpikir bahwa Allah swt tega memberikan cobaan yang berat kepada kita, padahal Allah sudah menjelaskan dalam ayatnya bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambanya. Mengapa kita yang di coba oleh Allah? Disitulah letak keimanan kita diuji. Jika semakin besar keyakinan kita pada Allah maka akan semakin besar pula ujian-Nya kepada kita. Jangan pernah kita mengatakan diri ini beriman kalau belum diuci oleh Allah swt.

Permasalahan didunia ini ibarat segenggam garam yang kita tuangkan kedalam gelas. Coba rasakan jika gelas yang kita sediakan kecil, pasti akan sangat asin dan sangat tidak enak diminum. Namun jika garam itu dituangkan di dalam telaga yang luas tentu tidak akan ada rasanya sama sekali, justru jika kita meminumnya akan menambah rasa segar dan menghilangkan dahaga.

Artinya bahwa garam itu sebenarnya adalah persoalan yang kita hadapi. Gelas itu pun merupakan hati kita. jika ketika kita menyempitkan hati kita menerima permasalahan maka akan sama seperti gelas tadi akan terasa asin dan sangat tidak enak rasanya. Tetapi jika kita lapangkan hati ibarat telaga tadi maka masalah itu akan hilang sendirinya dan tidak akan mempengaruhi kehidupan kita.

Semoga kita senantiasa melapangkan hati kita seperti telaga. Sehingga permasalahan yang datang tidak mempengaruhi ibadah dan iman kita kepada Allah. Yakinlah bahwa dengan cobaan seperti itu Allah akan mengangkatkan derajat kita ketempat yang mulia.

Jika seorang muslim sama seperrti orang awam dalam menghadapi permasalahan hidup maka kemana pengaruh shalat jamaahnya, dzikirnya dan wiridnya. (ust Abdurrahman Muhammad).[]

GHOSHOB

  Jika di pesantren, istilah ini sudah sangat familiar. Hanya saja pengertian dan prakteknya sesungguhnya ada perbedaan dari makna ghoshob s...