Kamis, 30 Juni 2011

Metode Terbaik Dalam Berdakwah

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz





Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Ada dua surat yang menanyakan tentang metode terbaik untuk berdakwah (mengajak manusia ke jalan Allah ) dan tentang metode terbaik untuk amar ma'ruf nahi mungkar. Disebutkan oleh para penulis surat tersebut, bahwa mereka mendapatkan banyak kesalahan di kalangan kaum muslimin, mereka merasa iba terhadap kondisi tersebut sehingga mendambakan sesuatu untuk merubah kemungkaran tersebut. Karena itu, mereka mohon pengarahan.

Jawaban:
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan metode dakwah dan hal-hal yang harus dimiliki oleh seorang dai, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Katakanlah, Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata'." [Yusuf : 108].

Jadi, seorang dai harus mengetahui (baca: menguasai) apa-apa yang diserukannya dan apa-apa yang dilarangnya sehingga tidak berbicara atas nama Allah tanpa berdasarkan ilmu. Di samping itu, ia pun harus ikhlas karena Allah dalam berdakwah, bukan untuk mengajak kepada suatu madzhab dan bukan pula kepada pendapat si fulan atau fulan, akan tetapi mengajak kepada Allah untuk mendapatkan pahala dan ampunanNya serta mengharapkan baiknya manusia. Karena itu, harus dilandasi dengan keikhlasan dan berdasarkan ilmu yang mapan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik."[An-Nahl: 125].

Ayat ini menerangkan tentang metode berdakwah, yaitu dengan hikmah, yakni harus dengan ilmu. Allah dan RasulNya menyebut ilmu itu dengan sebutan hikmah, karena ilmu itu menyangkal kebatilan dan membantu manusia untuk mengikuti yang haq. Bersama ilmu itu harus pula disertai pelajaran (wejangan) yang baik dan bantahan yang lebih baik saat diperlukan, karena sebagian orang cukup dengan penjelasan al-haq, maka tatkala kebenaran (al-haq) itu tampak baginya, ia langsung menerimanya. Dalam kondisi begitu, tidak perlu lagi wejangan. Namun sebagian orang ada yang polos (tidak bereaksi) dan ada yang keras sehingga perlu nasehat (wejangan) yang baik. Maka seorang dai, harus memberikan wejangan dan mengingatkan kepada Allah saat itu dibutuhkan. Ini untuk kondisi yang berhadapan dengan orang-orang jahil dan orang-orang lengah serta orang-orang yang suka bersikap menggampangkan (menganggap remeh), untuk orang-orang semacam itu perlu diberikan wejangan agar mereka terbuka dan puas serta menerima kebenaran. Ada pula orang yang telah diliputi keraguan, untuk yang semacam ini perlu didebat (dibantah) dengan tujuan untuk membongkar keraguan tersebut. Maka sang dai dalam menghadapi situasi seperti ini perlu menerangkan kebenaran disertai dalil-dalilnya serta membantah keraguan tersebut dengan cara yang lebih baik, hal ini tidak menghilangkan keraguan tersebut dengan dalil-dalil syari'at. Perlu diingat, bahwa dalam hal ini harus dengan perkataan yang baik, tutur kata yang halus dan lembut, tidak kasar dan tidak keras agar orang yang didakwahinya tidak antipati terhadap al-haq dan tetap bertahan pada kebatilannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." [Ali Imran: 159]

Ketika Allah memerintahkan Musa dan Harun untuk menemui Fir'aun, Allah berfirman.

"Artinya : Maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut." [Thaha: 44].

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya, tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali ia akan membaguskannya, dan tidaklah (kelembutan) itu tercabut dari sesuatu, kecuali akan memburukkannya."[1]

Dalam hadits lain beliau bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada kebaikan padanya."[2]

Dari itu, seorang dai hendaknya memelihara al-haq, bersikap lembut terhadap mad'u (orang yang didakwahinya), berusaha untuk senantiasa ikhlas karena Allah dan mengatasi berbagai perkara dengan cara yang telah digariskan oleh Allah, yaitu ber-dakwah dengan hikmah (ilmu), nasehat/wejangan yang baik dan bantahan yang lebih baik. Semua ini harus berdasarkan ilmu sehingga sasarannya merasa puas untuk menerima al-haq dan agar menghilangkan keraguan dari orang yang telah diliputi keraguan serta agar hati orang yang keras dan membatu pun menjadi luluh, karena hati manusia itu bisa luluh dengan seruan dakwah, wejangan yang baik dan penjelasan tentang kebaikan di sisi Allah bagi yang mau menerima al-haq serta tentang bahaya besar bagi yang menolak al-haq setelah al-haq itu datang menghampirinya, dan nasehat-nasehat hal yang senada.

Kemudian tentang mereka yang melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar, hendaknya berperilaku dengan adab-adab yang syar'i, ikhlas karena Allah dalam beraktifitas, berakhlaq dengan akhlaq para dai, yaitu lembut dan tidak kasar kecuali jika itu memang diperlukan, misalnya saat menghadapi kezhaliman, kesombongan dan penentangan, maka saat itu perlu menggunakan kekuatan, sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka." [Al-Ankabut: 46]

Dan sabda Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, dan jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman."[3]

Adapun untuk selain mereka, dalam rangka menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar, hendaknya menggunakan metode para dai, yaitu mengingkari kemungkaran dengan halus dan disertai hikmah, mengungkapkan hujjahnya agar pelaku kemungkaran bisa menerima al-haq dan menghentikan kebatilannya. Ini pun dilakukan sesuai kesanggupan, sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu." [At-Taghabun: 16]

Dan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran."

Ayat yang menghimpun itu terdapat pada firmanNya.

"Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." [At-Taubah: 71]

Dan ayat.

"Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." [Ali Imran: 110]

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengancam dan melaknat orang-orang yang tidak menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar melalui lisan Dawud dan Isa bin Maryam, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ma'idah,

"Artinya : Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu."[Al-Ma'idah: 78-79]

Jadi, perkara ini sangat agung dan tanggung jawabnya pun besar, maka wajib atas ahli iman, para penguasa, ulama dan kaum muslimin lainnya yang memiliki kemampuan, kesanggupan dan ilmu, untuk mencegah kemungkaran dan mengajak kepada kebaikan. Kewajiban ini bukan untuk suatu golongan saja, walaupun memang ada golongan yang lebih wajib dan lebih bertanggung jawab, tapi keberadaan golongan tersebut tidak begitu saja menggugurkan kewajiban ini dari yang lainnya, bahkan golongan lain itu wajib membantu golongan tersebut agar tercipta kondisi yang saling mendukung dalam rangka mencegah kemungkaran dan mengajak kepada kebaikan, sehingga kebaikan semakin marak, sementara keburukan semakin berkurang. Lebih-lebih lagi jika golongan tersebut (yang paling bertanggung jawab) tidak mampu melaksanakan dengan sempurna dan belum mencapai maksud yang diharapkan, kendati wejangan dan ajakan telah banyak di-sampaikan, namun keburukan tetap bertebaran, maka wajib bagi yang mampu untuk ikut membantu.

Jika golongan tersebut telah melaksanakannya, maka kewajiban ini telah gugur dari golongan lainnya di tempat tersebut atau di negeri tersebut, karena amar ma'ruf nahi mungkar itu hukumnya fardhu kifayah. Jika orang-orang yang bertugas atau orang-orang shalih telah melaksanakannya untuk menghilangkan kemungkaran dan mengajak kepada kebaikan, maka bagi golongan lainnya hukumnya sunnah. Adapun kemungkaran yang tidak dapat dihilangkan oleh orang yang selain anda, umpamanya, karena anda berada di desa tersebut atau kabilah atau perkampungan tersebut, dan di sana tidak ada orang yang mengajak kepada kebaikan, maka anda harus menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar selama anda mengetahuinya, karena anda bisa mencegahnya, maka hukumnya wajib atas anda. Jika ada orang lain bersama anda, maka hukumnya menjadi fardhu kifayah. Jika salah seorang dari anda telah melaksanakan, maka tercapailah maksudnya. Tapi jika anda semua tidak melaksanakannya, maka anda semuanya berdosa.

Kesimpulannya, bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah, jika telah ada yang melaksanakan dari antara masyarakat atau kabilahnya dan mencapai tujuannya, maka kewajiban ini gugur dari yang lainnya (dalam masyarakat tersebut).

Demikian juga dakwah, jika semua meninggalkannya, maka semuanya berdosa. Tapi jika telah ada orang yang mapan dalam berdakwah, memberi wejangan dan mencegah kemungkaran, maka bagi yang lainnya sunnah saja, karena ini merupakan kerjasama dalam kebaikan dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

[Majmu' fatawa Syaikh Ibnu Baz, juz 4, hal. 24O]


[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. HR. Muslim dalam Al-Birr wash Shilah (2594).
[2]. HR. Muslim dalam Al-Birr wash Shilah (2592).
[3]. Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya, kitab Al-lman (49).

Prioritas Dalam Dakwah

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz





Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Mana yang seharusnya diprioritaskan dalam lingkup dakwah Islamiyah ; berupa kegiatan sosial semacam pembangunan masjid dan pemberian bantuan bagi kum lemah, ataukah mendakwahi pemerintah untuk menerapkan syariat Islam dan memerangi berbagai kerusakan ?

Jawaban.
Yang wajib atas para ulama adalah memulai dengan apa yang para Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai, yang berkaitan dengan masyarakat kuffar dan negara-negara non Islam, yaitu mengajak kepada Tauhidullah (beribadah hanya kepada Allah) dan meninggalkan penyembahan kepada selain Allah, beriman kepada Allah sesuai dengan kemuliaan dan keagunganNya, beriman kepada RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mencintainya berikut para pengikutnya.

Disamping itu, hendaknya mereka mengajak kaum muslimin di setiap tempat untuk senantiasa berpegang teguh dengan syariat Islam dan selalu konsisten, menasehati para penguasa, membantu dan membimbing orang-orang yang perlu dibantu dan dibimbing.

Kemudian dari itu, hendaknya para ulama senantiasa eksis dalam berdakwah, antusias terhadap kegiatan-kegiatan sosial, mengunjungi para penguasa dan memotivasi mereka untuk berbuat kebaikan serta menganjurkan mereka untuk memberlakukan syari’at dan menerapkannya pada masyarakat. Hal ini sebagai pengamalan firman Allah Azza wa Jalla.

“Artinya : Maka demi Rabbmu, mereka pada (hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [An-Nisa : 65]

Dan firmanNya.

“Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yanjg yakin ?” [Al-Maidah : 50]

Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang semakna.

[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, edisi 32, hal.119, Syaikh Ibnu Baz]


[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 250-251 Darul Haq]

Prioritas Dan Pokok-Pokok Utama Dakwah Tidak Berubah

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah prioritas dakwah Islamiyah berubah-ubah dari masa ke masa dan dari suatu masyrakat ke masyarakat lainnya ? Lalu apakah menyerukan aqidah yang pertama-tama dilakukan oleh Rasulullah Shallallau ‘alaihi wa sallam, harus pula dilakukan oleh para da’i di setiap zaman ?

Jawaban.
Tidak diragukan lagi, bahwa prioritas dan pokok-pokok dakwah Islamiyah sejak diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari Kiamat tetap sama, tidak berubah karena perubahan zaman. Adakalanya sebagian pokok-pokok itu telah terealisasi pada suatu kaum dan tidak ada hal yang menggugurkannya atau mengurangi bobotnya, pada kondisi seperti ini, sang da’i harus membahas perkara-perkara lainnya yang dipandang masih kurang. Kendati demikian, pokok-pokok dakwah Islamiyah sama sekali tidak berubah. Ketika Rasulullah Shallallahu a’laihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda.

“Artinya : Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas mereka pelaksanaan lima kali shalat dalam sehari semalan. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari yang kaya untuk disalurkan kepada yang miskin di antara mereka” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Az-Zakah 1458, Muslim dalam Al-Iman 19]

Itulah pokok-pokok dakwah yang harus diurutkan seperti demikian ketika kita mendakwahi orang lafir. Tapi jika kita mendakwahi kaum muslimin yang telah mengetahui pokok pertama, yaitu tauhid dan tidak ada hal-hal yang menggugurkan atau menguranginya, maka kita menyerukan kepada mereka pokok-pokok selanjutnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits tadi.

[Kitabud Da’wah 5, Syaikh Ibnu Utsaimin 2/154-155]

[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 265-266 Darul Haq]

Dan Allah Menyempurnakan CahayaNya (Agamanya)

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaaly




LIMADZA IKHTARTU AL-MANHAJ AS-SALAFY MENGAPA MEMILIH MANHAJ SALAF
Studi Kritis Solusi Problematika Umat


Meskipun ada tipu daya baik siang maupun malam yang menyeru kaum muslimin kedalam neraka, bermunculanlah sejumlah Du'at kebenaran dari ahli ilmu dan para Thalibul Ilmu. Mereka mengejutkan tempat-tempat kesesatan dan markas-markas penyimpangan yang tumbuh hidup di negeri-negeri muslimin dan menghamburkan kerusakan di tanah air mereka. Hal ini dikarenakan tamu-tamu tak diundang ini memindahkan sasaran mereka seluruhnya atau hampir seluruhnya kepada lingkungan masyarakat salib yahudi. Tamu tak diundang ini menyangka dengan persangkaan buruk bahwa umat ini telah pasti akan keluar dari Islam dan tidak akan kembali. Akan tetapi mereka itu lupa kepada banyak kenyataan yang tidak berjalan sesuai dengan arahan dan tidak masuk dalam perhitungan mereka, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala menyumpal pendengaran mereka dari mendengar, menutup hati mereka dari memahami dan menutup penglihatan mereka dari melihat kebenaran.

[1]. Mereka telah lalai terhadap hal-hal yang sangat mendasar, bahwa segala sesuatu berada di dalam kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi yang telah lalu maupun yang akan datang, dan bukan di tangan mereka atau yang lainnya dari manusia dan jin. [1]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengatahuinya" [Yusuf : 21]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka". [Al-Qashah : 68]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Allah pencipta langit dan bumi, dan Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya : "Jadilah". Lalu jadilah ia". [Al-Baqarah : 117]

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan keberadaan agama ini di dunia walaupun ada tipu daya dan makar para musuh-musuh, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Dia-lah yang mengutus rasulnya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci" [Ash-Shaaf : 8-9]

Hal ini menuntut keberadaan sekelompok dari kaum muslimin yang menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tidak merusak mereka tipu daya para musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala sampai hari kiamat.

[2]. Kebanyakan kaum muslimin telah memeluk agama ini berabad-abad lamanya sebelum para penghasut menerbarkan racun-racun salibisme, yahudisme serta penyimpangan agama ke dalam negeri-negeri muslimin. Jika kaum muslimin lalai dari agamanya beberapa saat, maka itu hanyalah seperti awan musim panas yang jumlahnya sedikit yang segera akan hilang ketika hilang pengaruh bius yang disuntikkan ke dalam tubuh umat Islam. Hal ini menuntut keberadaan di permukaan bumi ini orang yang melaksanakan agama Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memberikan hujah kepada manusia, mengatakan kebenaran, menjelaskan dan menerangkannya.

[3]. Mereka telah lalai bahwa agama ini adalah agama kebenaran, dan kebanaran akan tetap tinggal di permukaan bumi ini karena dia bermanfaat bagi manusia. Kekekalan adalah milik kebenaran karena dia lebih kuat dan lebih pantas dan sungguh kamu akan mengetahui kebenarannya setelah beberapa waktu.

Ini menuntut keberadaan sekelompok kaum muslimin yang berada di atas kebenaran yang tidak merugikan dan merendahkan mereka orang yang menyelisihi, karena umat yang dirahmati ini tidak akan bersepakat di dalam kesesatan.



[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]
_________
Foote Note.
[1] Saya telah mengambil asal perkataan ini dari kitab Waaqiunal Muashir karya Muhammad Qutub ! dan kitab ini terdapat banyak kekeliruan dan kesalahan yang berbahaya seputar manhaj salaf, dan saya telah menjelaskannya dalam tulisan khusus yang saya beri judul : "Aqdul Khanaashir fi Raddi Abaathili Waqiunaa Al-Muashir.

Asas Kebangkitan Dunia Islam

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani



Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Asas-asas apakah yang dapat menyebabkan Dunia Islam bangkit kembali .?

Jawaban.
Yang saya yakini ialah apa yang terdapat dalam hadits shahih. Ia merupakan jawaban tegas terhadap pertanyaan semacam itu, yang mungkin di lontarkan pada masa sekarang ini. Hadits itu adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Apabila kamu melakukan jual beli dengan sistem 'iinah (seseorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan pembayaran di belakang, tetapi sebelum si pembeli membayarnya si penjual telah membelinya kembali dengan harga murah -red), menjadikan dirimu berada di belakang ekor sapi, ridha dengan cocok tanam dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menjadikan kamu dikuasai oleh kehinaan, Allah tidak akan mencabut kehinaan itu dari dirimu sebelum kamu rujuk (kembali) kepada dien kamu". [Hadist Shahih riwayat Abu Dawud].

Jadi Asasnya ialah RUJUK (Kembali) Kepada ISLAM.

Persoalan ini, telah diisyaratkan oleh Imam Malik rahimahullah dalam sebuah kalimat ma'tsur yang ditulis dengan tinta emas : "Barangsiapa mengada-adakan bid'ah di dalam Islam kemudian menganggap bid'ah itu baik, berarti ia telah menganggap Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menghianati risalah". Bacalah firman Allah Tabaraka wa Ta'ala.

"Artinya : Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-sempurnakan buatmu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu". [Al-Maaidah : 3].

"Oleh karenanya apa yang hari itu bukan agama, maka hari ini-pun bukan agama, dan tidaklah akan baik umat akhir ini melainkan dengan apa yang telah baik pada awal umat ini"

Kalimat terakhir (Imam Malik) di atas itulah yang berkaitan dengan jawaban dari pertanyaan ini, yaitu pernyataannya :

" Dan tidaklah akan baik umat akhir ini melainkan dengan apa yang telah baik pada awal umat ini".

Oleh sebab itu, sebagaimana halnya orang Arab Jahiliyah dahulu tidak menjadi baik keadaannya kecuali setelah datangnya Nabi mereka, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa wahyu dari langit, yang telah menyebabkan kehidupan mereka di dunia berbahagia dan selamat dalam kehidupan akhirat. Demikian pula seyogyanya asas yang mesti dijadikan pijakan bagi kehidupan Islami nan membahagiakan di masa kini, yakni tiada lain hanyalah RUJUK (kembali) kepada Al-Kitab was Sunnah.

Hanya saja, masalahnya memerlukan sedikit penjelasan, sebab betapa banyak jama'ah serta golongan-golongan di "lapangan" mengaku bahwa mereka telah meletakkan sebuah manhaj yang memungkinkan dengannya terwujud masyarakat Islam dan terwujud pelaksanaan hukum berdasarkan Islam.

Sementara itu kita mengetahui dari Al-Kitab dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa jalan bagi terwujudnya itu semua hanya ada satu jalan, yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Ta'ala dalam firmannya.

"Artinya : Dan sesungguhnya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya". [Al-An'am : 153].

Dan sungguh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, telah menjelaskan makna ayat ini kepada para shahabatnya. Beliau pada suatu hari menggambarkan kepada para shahabat sebuah garis lurus di atas tanah, disusul dengan menggambar garis-garis pendek yang banyak di sisi-sisi garis lurus tadi.

Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan ayat di atas ketika menudingkan jari tangannya yang mulia ke atas garis yang lurus dan kemudian menunjuk garis-garis yang terdapat pada sisi-sisinya, beliau bersabda:

"Artinya : Ini adalah jalan Allah, sedangkan jalan-jalan ini, pada setiap muara jalan-jalan tersebut ada syaithan yang menyeru kepadanya". [Shahih sebagaimana terdapat di dalam "Zhilalul Jannah fi takhrij As-Sunnah : 16-17].

Allah 'Azza wa Jalla-pun menguatkan ayat beserta penjelasannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas, dengan ayat lain, yaitu firman-Nya.

"Artinya : Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas petunjuk (kebenaran) baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-seburuk tempat kembali". [An-Nisaa : 115]

Dalam ayat ini terdapat sebuah hikmah yang tegas, yakni bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengikatkan "jalannya orang-orang mukmin" kepada apa yang telah di bawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal inilah yang telah diisyaratkan oleh Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits iftiraq (perpecahan) ketika beliau ditanya tentang Al-Firqah An Najiyah (golongan yang selamat), saat itu beliau menjawab :

"Artinya : (Yaitu) apa yang aku dan shahabatku hari ini ada di atasnya" [lihat As-Silsilah Ash-Shahihah : 203]

Apakah gerangan hikmah yang di maksud ketika Allah menyebutkan "Jalannya orang-orang mukmin (Sabiilul mukminim)" dalam ayat tersebut .? Dan apakah kiranya hal yang dimaksud ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengikatkan para shahabatnya kepada diri beliau sendiri dalam hadits di muka .? Jawabannya, bahwa para shahabat radliyallahu anhum itu adalah orang-orang yang telah menerima pelajaran dua wahyu (Al-Qur'an dan As-Sunnah) langsung dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau telah menjelaskannya langsung kepada mereka tanpa perantara, tidak sebagaimana keadaan orang-orang yang sesudahnya.

Tentu saja hasilnya adalah seperti yang pernah dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya :

"Artinya : Sesungguhnya orang yang hadir akan dapat melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang yang tidak hadir" [Lihat Shahih Al-Jami' : 1641].

Oleh sebab itulah, iman para shahabat terdahulu lebih kuat daripada orang-orang yang datang sesudahnya. Ini pula telah diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits mutawatir :

"Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang yang sesudahnya, kemudian orang-orang yang sesudahnya lagi " [Muttafaq 'alaihi].

Berdasarkan hal ini, seorang muslim tidak bisa berdiri sendiri dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah, tetapi ia harus meminta bantuan dalam memahami keduanya dengan kembali kepada para shahabat Nabi yang Mulia, orang-orang yang telah menerima pelajaran tentang keduanya langsung dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang terkadang menjelaskannya dengan perkataan, terkadang dengan perbuatan dan terkadang dengan taqrir (persetujuan) beliau.

Jika demikian, adalah mendesak sekali dalam "mengajak orang kembali kepada Al-qur'an dan As-Sunnah" untuk menambahkan prinsip "berjalan di atas apa yang ditempuh oleh AS-SALAFU AS-SHALIH" dalam rangka mengamalkan ayat-ayat serta hadits-hadits yang telah disebutkan di muka, manakala Allah menyebutkan "Jalannya orang-orang mukmin (sabilul mu'minin)", dan menyebutkan Nabi-Nya yang mulia serta para shahabatnya dengan maksud supaya memahami Al-Kitab was Sunnah sesuai dengan apa yang dipahami oleh KAUM SALAF generasi pertama dari kalangan shahabat radliyallahu anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka secara ihsan.

Kemudian, dalam hal ini ada satu persoalan yang teramat penting namun dilupakan oleh banyak kalangan jama'ah serta hizb-hizb Islam. Persoalan itu ialah : "Jalan mana gerangan yang dapat digunakan untuk mengetahui apa yang ditempuh oleh para shahabat dalam memahami dan melaksanakan sunnah ini ..?".

Jawabannya : "Tiada jalan lain untuk menuju pemahaman itu kecuali harus RUJUK (kembali) kepada Ilmu Hadits, Ilmu Mushtalah Hadits, Ilmu Al-Jarh wa At-Ta'dil dan mengamalkan kaidah-kaidah serta musthalah-musthalah-nya tersebut, sehingga para ulama dapat dengan mantap mengetahui mana yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mana yang tidak shahih".

Sebagai penutup jawaban, kami bisa mengatakan dengan bahasa yang lebih jelas kepada kaum muslimin yang betul-betul ingin kembali mendapatkan 'IZZAH (kehormatan), kejayaan dan hukum bagi Islam, yaitu anda harus bisa merealisasikan dua perkara :

Pertama :
Anda harus mengembalikan syari'at Islam ke dalam benak-benak kaum muslimin dalam keadaan bersih dari segenap unsur yang menyusup ke dalammnya, apa yang sebenarnya bukan berasal daripadanya, ketika Allah Tabaraka wa Ta'ala menurunkan firmannya :

"Artinya : Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-sempurnakan ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu" [Al-Maaidah : 3].

Mengembalikan persoalan hari ini menjadi seperti persoalan zaman pertama dahulu, membutuhkan perjuangan ekstra keras dari para ulama kaum muslimin di pelbagai penjuru dunia.

Kedua :
Kerja keras yang terus menerus tanpa henti ini harus dibarengi dengan ilmu yang telah terbersihkan itu.

Pada hari kaum muslimin telah kembali memahami dien mereka sebagai mana yang dipahami para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian melaksanakan pengamalan ajaran Islam yang telah terbersihkan ini secara benar dalam semua segi kehidupan, maka pada hari itulah kaum mu'minin dapat bergembira merasakan kemenangan yang datangnya dari Allah.

Inilah yang bisa saya katakan dalam ketergesa-gesaan ini, dengan memohon kepada Allah agar Dia memberikan pemahaman Islam secara benar kepada kita dan seluruh kaum muslimin, sesuai dengan tuntunan kitab-Nya dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih sebagaimana yang telah ditempuh oleh SALAFUNA ASH-SHALIH.

Kita memohon kepada Allah agar Dia memberikan taufiq kepada kita supaya dapat mengamalkan yang demikian itu, sesungguhnya Dia SAMI' (Maha Mendengar) lagi MUJIB (Maha Mengabulkan Do'a).

Wallahu 'alam.

Rabu, 29 Juni 2011

Jalan Menuju Kebangkitan Kaum Muslimin

Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan



Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apakah kaum muslimin dewasa ini terbelakang ? Kenapa ? Dan bagaimana dapat membuat mereka bangkit ?

Jawaban
Tidak dapat diragukan lagi bahwa tidak seorang mukmin pun yang rela terhadap kondisi kaum muslimin dewasa ini. Mereka benar-benar terkebelakang akibat keteledoran mereka mengemban tanggung jawab yang telah diwajibkan Allah diatas pundak mereka. Mereka telah teledor dari sisi penyampaian dien ini kepada seluruh dunia dan berdakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka juga telah teledor di dalam mempersiapkan kekuatan yang telah Allah perintahkan melalui firman-firmanNya.

“Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu” [Al-Anfal : 60]

“Artinya : Dan siap siagalah kamu” [An-Nisa : 102]

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil mejadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu” [Ali-Imran : 118]

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu) ; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain” [Al-Maidah : 51]

Hal-hal yang mereka teledor terhadapnya inilah yang menyebabkan mereka mengalami ketertinggalan yang kita berharap kepada Allah agar dapat menghilangkannya dari mereka. Yaitu, dengan jalan kembalinya mereka ke jalan yang benar sebagaimana yang telah digariskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Aku telah meninggalkan kalian dalam kondisi putih bersih, yang malamnya seperti siangnya” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, Al-Muqaddimah 43, Ahmad Jilid IV. No. 1374]

Dan dalam sabdanya yang lain.

“Artinya : Aku telah meninggalkan pada kalian dua hal, yang kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya ; Kitabullah dan Sunnah NabiNya” [Hadits Riwayat Malik di dalam Al-Muwaththa’, Al-Qadar, hal 899]

Jadi sebab ketertinggalan kaum muslimin adalah bahwa mereka belum mengamalkan wasiat Allah kepada mereka, demikian pula wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar berpegang teguh kepada dien mereka, Kitab Rabb dan Sunnah Nabi mereka. Juga karena mereka tidak mengambil sikap hati-hati agar aman dari makar musuh mereka akan tetapi sekalipun demikian, kita tidak hendak mengatakan bahwa kebaikan sudah tidak ada dan kesempatan sudah habis. Kebaikan masih ada pada umat ini selemah apapun kondisinya, sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Masih akan tetap ada sebuah golongan dari umatku yang membela Al-Haq, mereka tidak akan dapat dicelakai oleh orang-orang yang menghinakan mereka hingga datangnya urusan Allah (Kiamat)” [Hadits Riwayat Muslim, Al-Imarah 1920 dari hadits yang diriwayatkan Tsauban. Demikian pula terdapat riwayat semisalnya dari lebih dari seorang sahabat]

Maka, selemah apapun kondisi yang tengah dihadapi umat namun kebaikan tidaklah hilang padanya dan pasti akan ada orang yang menegakkan Dienullah sekalipun dalam lingkup yang sempit. Kebaikan akan tetap ada pada umat ini manakala para pemeluknya telah kembali kepadaNya.

[Kitab Ad-Da’wah, No. 7, Dari Fatwa Syaikh Al-Fauzan, Jilid II, hal.166-167]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 179-181 Darul Haq]

Senin, 20 Juni 2011

Ahmadiyah....Mengapa Kamu Berkilah???

Beberapa bulan yang lalu kita di suguhkan kepada 12 butir pernyataan sikap Ahmadiyah Qadiyani terhadap respon MUI dan masyarakat Islam atas embel-embel sesat dan menyesatkan dari keduanya. Di dalam 12 poin itu yang paling utama adalah mengenai “Khataman Nabiyyin” serta “Mirza Ghulam Ahmad sebagai mujadid” yang oleh Ahmadiyah dinyatakan bahwa Muhammad SAW memang nabi pembawa syariat terakhir dan Mirza Ghulam Ahmad adalah sebagai mujadid dan pembaharu Islam yang tidak menghapuskan syariat. Dengan berkilah yang macam-macam Ahmadiyah menggambarkan bahwa organisasi mereka tidak jauh dari ajaran Islam karena dalam segi pemaknaan Islam adalah sama. Tak hanya dari poin-poin itu saja, Ahmadiyah juga tetap membela diri bahwa dirinya adalah bagian dari agama Islam.

Hal ini sangatlah lucu, mengapa demikian?, karena jelas-jelas sekali Ahmadiyah melalui buku-buku dan situs mereka di Internet jauh berbeda dengan poin-poin pembelaan Ahmadiyah. Di dalam buku-buku terbitan mereka serta website mereka di internet mereka mengklaim bahwasanya masih ada nabi setelah Muhammad yang tidak membawa syariat, dan Mirza Ghulam Ahmad memang menurut Ahmadiyah merupakan Nabi dan Rasul non syariat yang akan tetap membawa ajaran islam, dan menurut mereka kenabian tidak hanya terhenti sampai Nabi Muhammad SAW saja, tetapi sampai akhir zaman.

Kontradiksi antara poin pembelaan Ahmadiyah dengan buku-buku mereka sejatinya merupakan sebuah retorika belaka agar dapat membuat seolah-olah Ahmadiyah tidak seperti yang diberitakan oleh buku-buku maupun website mereka. Ahmadiyah Qadiyan di Indonesia berusaha melakukan pembelaan dengan memposisikan diri sebagai Islam yang tertindas sehingga seolah-olah menjadi yang di dzalimi dan harus mendapat perhatian penuh dari berbagai umat beragama di Indonesia. Di milis-milis yang berbau relativisme, liberalisme, serta pluralisme Ahmadiyah di bela habis-habisan, mulai dari kasus Manislor hingga kasus Ahmadiyah Pontianak. Strategi kuno Ahmadiyah dengan meminta umat beragama non muslim ini pun gayung bersambut, oleh mereka (pengusung ide SEPILIS) dan umat non muslim lainnya Ahmadiyah lainnya dibela habis-habisan dan akan diupayakan menempuh jalur hukum untuk mengatasinya. Sebuah pencarian tameng yang menurut saya cukup cerdas tapi kebablasan.

Keyakinan kacau Ahmadiyah ini harus kita ketahui secara seksama agar kita tahu mana yang benar antara MUI dan massa yang ingin Ahmadiyah diterima karena 12 poin mereka itu. Kita akan bahas satu persatu klaim mereka berdasarkan buku-buku dan Tafsir Al Quran yang diterbitkan dan disebarkan oleh mereka sendiri.

1. Masalah Khataman Nabiyyin
Pihak Ahmadiyah tetap mengklaim bahwasanya nabi Muhammad memang nabi pamungkas dan nabi pembawa syariat keagungan terakhir, dengan kata lain masih ada nabi setelah nabi Muhammad, semua itu diawali dengan penafsiran surat Al Ahzab berikut ini:

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan khataman nabiyyin dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al Ahzab [33]: 49).

Apa kata Ahmadiyah tentang hal ini:
a. Nabi Muhammad saw adalah Chataman-Nabijjin dan membawa agama sempurna jang tak dapat dirobah sampai hari Qiamat, Nabi saw memang membawa sjaerat jang terachir untuk seluruh ummat manusia sebagai rahmat bagi alam semesta tetapi kata “Chataman –Nabijjin” sekali-kali tidak menundjukan, bahwa ni’mat kenabian dalam ummat beliau telah terhenti. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal.8).

b. Bahwa pengertian “tidak ada wahju” sesudah nabi Muhammad saw, demikian pula pengertian “tidak ada Nabi” menurut pandangan adalah bid’ah. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal.17).

c. Sebenarnja ajat chataman nabijjin tidak pernah mendapat dukungan dari ajat2 Alquran lainnja-walaupun satu ajat sadja-kalau chataman Nabijjin tersebut mau diartikan sebagai Nabi penutup, penghabisan dan sebagainnja. Sebaliknja didalam Alquran terdapat puluhan ajat jang menundjukan , bahwa sesudah nabi Muhammad saw pintu ke-Nabian itu tetap terbuka. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal 18)

d. Bahwa ma’na tentang Chataman nabijjin jang dewasa ini populer (Nabi Muhammad nabi terakhir. Pen) dikalangan kaum muslimin itu tidaklah sesuai dengan apa jang termaksud oleh ajat tersebut. (Apakah Ahmadiyah itu? Oleh: Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad hal. 11).

e. Siti ‘Aisjah r.a. adalah salah-seorang isteri nabi kita saw. Terkenal dan berpandangan djauh. Rupanja beliau dengan firasat jang dalam merasa, bahwa kata Chataman-Nabijjjin ini dapat menimbulkan pengertian jang salah (mengakui nabi Muhammad nabi terakhir. Pen) seperti jang kita alami sekarang. Oleh sebab itu beliau bersabda sebagai peringatan: “Quulu chatama’l-Anbijaa walaa taquuluu laa-Nabija ba’dah”. “Katakanlah Nabi Muhammad itu Chatam para Nabi tetap djangan mengatakan, bahwa sesudah beliau tidak ada lagi Nabi”. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A.Nahdi hal.11).

f. Tjukup mejakinkan kiranja, bahwa sesudah nabi Muhammad saw pasti ada lagi Nabi (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal 27).

Dari keterangan diatas masihkah kita “percaya” dengan poin “pembelaan” Ahmadiyah yang mengatakan bahwa Nabi Muhamamd sebagai nabi pembawa syariat terakhir????? Orang cerdas dan pintar yang beriman pasti tahu apa yang harus dikatakannya.


2. Masalah Klaim Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi baru
Ahmadiyah dengan poin yang hampir bersamaan dengan poin diatas hanya mengklaim bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah mujadid saja dan penghidup nilai-nilai Islam. Dari poin pertama saja kita sudah dapat mengetahui bahwa sebenarnya Ahmadiyah masih meyakini akan datang nabi baru dan Mirza Ghulam Ahmadlah nabi baru itu. Tetapi dengan permainan kata-kata mereka (Ahmadiyah) berusaha sembunyi dari kenyataan ini. berikut ini bukti nyata bahwa pengikut Ahmadiyah serta Mirza Ghulam Ahmad mengkalim nabi dan Rasul.

a. Imam Mahdi dan Almasih jang dijanjikan jang sudah bangkit itu orangnja adalah Hazrat Mirza Gulam Ahmad a.s. pendiri Ahmadiyah. Beliau tidak datang sebagai Nabi baru dalam arti, bahwa beliau mengganti, merobah, menambah atau mengurangi adjaran Islam. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal.100).

b. Antara ilham2 jang beliau terima dalam hubungan dengan kebangkitan sebagai Imam Mahdi dan Almasih oleh Tuhan dikatakan, bahwa Almasih jang dahulu itu sudah wafat dan Almasih jang didjanjikan achirzaman adalah mirza Gulam Ahmad a.s. sendiri. Dalam bahasa Arabnja antara lain ialah satu ilham berbunji: “dja’alnaakal Masiihabna Maryama” (Kami djadikan engkau Almasih anak Maryam. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal. 103).

c. Tafsiran poin b tersebut menjustifikasi bahwa Isa putera Maryam=Al masih=nabi=Mirza Ghulam Ahmad adalah tampak jelas pada poin berikut: Nabi Isa a.s. akan mendjadi sebagai apanja? Kita-berdasarkan Quran dan Hadist-masih menunggu kedatangan Nabi, dalam Hadist dikatakan Nabi Isa a.s. akan datang. (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal. 55).

Adapun klaim bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Rasul serta Nabi sekaligus yang keluar dari mulutnya sendiri adalah sebagai berikut:

I swear by God Who has sent me --- and about Whom it is the work of the accursed to make fabrications --- that He has sent me as the Promised Messiah. And just as I believe in the verses of the Holy Quran, similarly, without an iota of difference, I believe in the clear and open revelation of God which I receive, the truth of which has become evident to me by its repeated signs. I can swear on oath in the House of God that the holy revelation which descends on me is the word of the same God Who sent His word to Moses, Jesus and Muhammad mustafa, may peace and the blessings of God be upon him. The earth testified for me, and so did heaven. So also did both heaven and earth proclaim that I am the khalifa (appointed one) of God. However, according to the prophecies it was necessary that I should be denied, so those upon whose hearts are veils do not accept me. I know that God will certainly succour me, as He has ever been helping His messengers. None can stand against me, as he has not the aid of God. (Ayk Ghalati Ka Izala).

Wherever I have denied prophethood and messengership, it is only in the sense that I am not the independent bearer of a shariah, nor am I an independent prophet. However, in the sense that, having gained spiritual graces from the Messenger whom I follow, and having attained for myself his name, I have received knowledge of the unseen from God through the mediation of the Holy Prophet, I am a messenger and a prophet but without a new shariah. (Ayk Ghalati Ka Izala).

Masihkah kita percaya bahwa Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya tidak pernah mengklaim bahwa dirinya adalah Rasul dan Nabi??? Orang Islam cerdas dan pintar yang beriman pastilah memikirkannya masak-masak. Jika memang masih memerlukan bukti, maka marilah kita simak statement Mirza Ghulam Ahmad berikut ini:

“It has been revealed to me that Iam the same man who is the mujaddid of this faith and the guide for the people I proclaim with a loud voice that Iam the Messiah, and that Iam the Khalifa of the great king who is now in heaven” (Predominance of Islam).

Dan penafsiran paling aneh serta nyeleneh tentang ramalan bahwa Mirza Ghulam Ahmad telah diramalkan di dalam Al Quran. Mereka mengklaim bahwa Mirza Ghulam Ahmad telah diramalkan di dalam surat Ash Shaf ayat 6 berikut:

Dan ketika Isa putera Maryam berkata: "Hai keturunan Israel, Sesungguhnya aku adalah rasulullah kepada kalian, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad”. Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (Q.S. Ash Shaf [61]: 6).

Menurut Ahmadiyah nama Ahmad itu bermakna ganda, selain untuk nabi Muhammad SAW, nama tersebut juga mencerminkan nama Mirza Ghulam Ahmad, berikut kami ambil dari buku Ahmadiyah:

Nama Muhammad mencerminkan sifat jalali (kebesaran dan keagungan)…akan tetapi, nama Ahmad mempunyai sifat jamali (keindahan).Tetapi sebagai mana diramalkan di akhir zaman, akan ada lagi penjelmaan dari nama Ahmad. (Gerakan Ahmadiyah hal. 25).

Dari berbagai bukti diatas masihkah syubhat siapa Ahmadiyah itu, Ahmadiyah Qadiyan secara tegas merupakan sebuah agama baru dengan nabi baru dan tak seperti dan sama dengan Islam karena mempunyai nabi sendiri yaitu mirza Ghulam Ahmad. Lalu bagaimana dengan Ahmadiyah Lahore, apakah mereka sesat dan menyesatkan pula?, saya katakan dengan tegas dan lantang “YA”, apa dasarnya?. Dasarnya adalah bahwa Ahmadiyah Lahore mengklaim bahwa Nabi Isa itu mempunyai ayah bologis yang bernama Yusuf, dengan kata lain Yusuf kawin dengan Maryam yang menghasilkan Isa secara tegas tertulis di Tafsir Quran:

“Sungguh menarik perhatian bahwa Quran tidak menyebut-nyebut suami Siti Maryam sama sekali; dalam hal ini, mirip sekali dengan peristiwa lahirnya Nabi Musa, karena disanapun tak disebut-sebut ayah nabi Musa sama sekali. Oleh karena itu, dengan tidak disebutnya ayah Nabi Isa, bukanlah suatu bukti bahwa Nabi Isa tak mempunyai ayah. Selain itu, diantara orang tua beliau (Siti Maryam dan Yusuf), Siti Maryam memang jauh lebih terkenal dari Yusuf”. (Quran Suci Terjemah dan Tafsir oleh: Maulana Muhamad Ali hal. 171 tafsir nomor 424.).

Sudah jelas sekali bahwa kesesatan dan penyesatan oleh Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore ini harus segera ditindak tegas, karena dapat mengancam stabilitas aqidah umat Islam. Wallahu ‘alam bi showab

Bisa juga dibaca di Web Swaramuslim: http://swaramuslim.com/more.php?id=5886_0_1_0_M

Ahmadiyah, Mengapa Kau berkelit Kembali?

Tindakan Bakorpakem yang ingin membubarkan Ahmadiyah Qadiyan dan Lahore agaknya tepat namun terlembat. Mengapa terlambat?, saya katakan demikian karena fatwa dari berbagai negara-negara yang mayoritas Islam sudah sejak zaman dahulu kala mencap bahwa Ahamdiyah merupakan aliran di luar Islam. Dari berbagai buku-buku, website, maupaun selebaran yang diterbitkan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (Qadiyan) dan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Lahore) pada dasarnya memang sudah sangat melenceng dari kaidah Islam yang sebenarnya. Kita mungkin tak perlu repot-repot menguji keabsahan ajaran Ahmadiyah, jika memang Ahmadiyah bersedia mendirikan agama baru di luar Islam, karena jika sudah berbeda agama, bagaimana mungkin umat Islam akan mencampuri urusan agama lain? Kecuali agama Islam di campuri dan disakiti duluan.

Hari ini saya membaca sebuah surat kabar nasional. Ketika saya membaca perihal Ahmadiyah, saya terkejut membaca pembelaan Ahmadiyah mengenai kesesatan dirinya. Dengan mengancam akan melaporkannya ke PBB.

Ahmadiyah sembari mengadakan pembelaan terhadap statemen 12 butir tersebut. Salah satu pentolan Ahmadiyah di dalam harian tersebut mengatakan seperti yang di sarikan harian tersebut:
"Juru bicara JAI, Ahmad Mubarik, menyatakan keyakinannya dilecehkan dan diputarbalikkan secara sengaja. “Kami sedih dan malu dengan sikap pemerintah yang seperti ini”

“Ia membantah tuduhan JAI tidak mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir. “Itu bohong. Dusta. Tidak pernah dalam keyakinan kami sejak 100 tahun lalu menyatakan Mirza Ghulam Ahmad pengganti Nabi Muhammad SAW.”

“Menurut dia, JAI meyakinkan Muhammad sebagai Nabi terakhir dalam membawa syariat, tidak ada syariat baru lagi karena sudah sempurna.”

Hebat, fantastis, menajubkan! Sebuah permainan kata-kata yang terlihat namun isinya keropos. Salah satu pentolan Ahmadiyah ini sengaja bermain kata-kata karet agar tampak seolah-olah Ahmadiyah mengakui bahwa nabi terakhir adalah Muhammad. Padahal dalam berbagai tempat sudah jelas sekali bahwa Ahmadiyah mengakui bahwa akan datang nabi yang tidak membawa syariat, yaitu Mirza Ghulam Ahmad, kita dapat lihat statemen Saleh A. Nahdi, pentolan Ahmadiyah kedua setelah Syafi R Batuah, berikut ini:

"Imam Mahdi dan Almasih jang dijanjikan jang sudah bangkit itu orangnja adalah Hazrat Mirza Gulam Ahmad a.s. pendiri Ahmadiyah. Beliau tidak datang sebagai Nabi baru dalam arti, bahwa beliau mengganti, merobah, menambah atau mengurangi adjaran Islam." (Soal-Djawab Ahmadiyah oleh: Saleh A. Nahdi hal.100).

Berarti Mirza Ghulam Ahmad datang sebagai Nabi baru dalam arti dia tidak mengganti, tidak merobah, tidak menambah atau mengurangi ajaran Islam. Ungkapan yang tepat untuk statemen Ahmadiyah ini bahwasanya Muhammad SAW nabi terakhir pembawa syariat dan Mirza Ghulam Ahmad nabi setelah Muhammad yang non syariat.

Selain itu, Ahmadiyah juga mengklaim bahwasannya nama Ahmad pada surat Ash Shaff ayat 6 ditujukan kepada 2 orang, yaitu nabi Muhammad SAW dan Mirza Ghulam Ahmad. Jadi versi Ahmadiyah, nabi Muhammad di dalam surat tersebut juga bisa mengenai dirinya, sekarang dari titik tolak Ahmadiyah ini berimplikasi pada 2 poin: Syahadat Ahmadiyah dan Klaim Ahmad=Muhammad=Mirza Ghulam Ahmad.

Ada baiknya kita lihat dahulu surat Ash Shaff ayat 6 tersebut:

"Dan ketika Isa putera Maryam berkata: "Hai keturunan Isarel, Sesungguhnya aku adalah Rasul Allah kepada kalian, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad. Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (Q.S. Ash Shaff: 6)

Oleh Ahmadiyah, ayat ini ditafsirkan sebagai berikut:

Nama Muhammad mencerminkan sifat jalali (kebesaran dan keagungan)…akan tetapi, nama Ahmad mempunyai sifat jamali (keindahan).Tetapi sebagai mana diramalkan di akhir zaman, akan ada lagi penjelmaan dari nama Ahmad. (Gerakan Ahmadiyah hal. 25). Versi Ahmadiyah Lahore.

“Bahwa nama Hazrat Masih Maud a.s. sebenarnya adalah Ahmad, sekali pun nama lengkap beliau adalah Mirza Ghulam Ahmad, ternyata dari suatu peristiwa sejarah. Ayahanda dari Masih Maud ialah Mirza Ghulam Murtadha. Ia mempunyai dua orang putera dan beliau memberikan nama Mirza Ghulam Qadir kepada yang besar dan nama Mirza Ghulam Ahmad kepada yang kecil. Mirza Ghulam Murtadha mendirikan dua daerah pedesaan yang dinamainya dengan nama kedua orang puteranya. Daerah yang satu dinamainya Qadirabad dan yang lain dinamainya Ahmadabad. Dari peristiwa ini nyatalah bahwa bagi Mirza Ghulam Murtadha nama asli dari kedua puteranya masing-masing ialah Qadir dan Ahmad.”(Syafi R. Batuah, Tanggapan Atas Buku Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah).

“Orang-orang ini bertanya berulang-ulang di mana dalam Al-Quran nama itu disebutkan. Tampaknya mereka tidak mengetahui bahwa Allah memanggilku dengan nama Ahmad. Janji baiat diambil dengan nama Ahmad. Bukankah nama ini terdapat dalam Al-Quran?". (Al-Hakam, 17 Oktober 1905, h. 10). (Syafi R. Batuah, Tanggapan Atas Buku Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah).

Penjelasan yang mantap dan tegas mengenai hal ini diberikan oleh Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih II r.a.: Dari kutipan-kutipan ini kita dapat melihat bahwa Masih Maud mengenakan nubuwatan ini pada diri beliau sendiri. Kini tinggallah persoalan kenapa beliau juga mengenakan itu pada diri Nabi Muhammad? Jawabannya ialah apa jua pun nubuwatan-nubuwatan yang terdapat mengenai kebangkitan dan kemajuan ummat beliau, pada tingkat pertama itu terutama sekali berlaku terhadap beliau. Kalau beliau bukan Ahmad yang disebutkan di sini mana mungkin Masih Maud dapat menjadi Ahmad tertentu itu? Pada hal apa pun yang sudah diterima Masih Maud semuanya datang kepada beliau dari Nabi Muhammad s.a.w. dan dengan perantaraan beliau. (Syafi R. Batuah, Tanggapan Atas Buku Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah).

Dari keterangan-keterangan di atas dapatlah diambil kesim pulan bahwa menurut paham Ahmadiyah nama Ahmad yang terdapat Surah As-Shaf dapat dikenakan pada Nabi Muhammad s.a.w. dan pada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih Maud dan Imam Mahdi pada Nabi Muhammad s.a.w. sebagai nama sifati dan pada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai nama dzati. (Syafi R. Batuah, Tanggapan Atas Buku Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah).

Implikasi dari penafsiran diatas membawa dampak bahwasanya Muhammad dan Ahmad adalah sama-sama di nubuatkan dalam Ash Shaff ayat 6, dengan standar ganda ini, dapat kita lihat bahwasanya Ahmadiyah masih mengklaim bahwa utusan yang akan datang itu Mirza Ghulam Ahmad pula. Sekarang dimanakah poin kebenaran Ahmadiyah yang dimuat di dalam 12 butir pernyataan itu setelah fakta-fakta berbicara?

Ahmadiyah juga mengklaim bahwasannya Tadzkirah hanyalah mimpi-mimpi Mirza Ghulam Ahmad yang di bukukan. Apakah sekedar mimpi? Ternyata tidak demikian, di dalam Tadzkirah sendiri dapat kita lihat bahwasanya Tadzkirah merupakan wahyu suci kepada Mirza Ghulam Ahmad. Kita dapat simak pada kutipan Tadzkirah berikut ini:








Dari kutipan Tadzkirah di atas dapat kita baca bahwasanya “Tadzkirah ya’ni Wahyi Muqoddas wa Ru’ya wa Kasyaf Hadhiroh Masih Maw’ud alaihi sholawat was salam”. Masihkah Ahmadiyah bermimipi bahwasanya Tadzkirah kumpulan mimpi biasa? Bukan wahyu suci?, akal pikiran yang sehat dan hati nurani yang bersih pasti mengetahui yang sebenarnya. Sebaiknya jika Ahmadiyah jujur dan mengakui kekhilafan ini dan bertaubat kepada Allah maka niscaya Allah akan memaafkan dan jika Ahmadiyah tetap bersikukuh dengan pendiriannya dan ingin berkelit dengan permainan kata-kata, sebaiknya Ahmadiyah menghapus seluruh data-data, membredel buku-buku Ahmadiyah, serta menarik seluruh tulisan yang di buat oleh tokoh-tokoh Ahmadiyah yang dapat memberatkan dan menelanjangi aqidah Ahmadiyah sendiri, ibarat senjata makan tuan. Wallahu ‘alam bi showab

Link paralel terhadap artikel ini: http://swaramuslim.com/more.php?id=5931_0_15_0_M

Penginjilan Memakai Quran ala SABDA.org

Umat Islam di Indonesia selalu saja mendapat cobaan yang nyata maupun samara-samar dari umat Kristen. Mulai dari kasus Doulos, penistaan Al Quran di Jawa Timur hingga penyusupan Stevanus Armansyah yang terbongkar di Samarinda. Umat Islam di Indonesia sudah cukup sabar dan toleransi terhadap tindak-tanduk umat kristen mulai dari zaman kemerdekaan. Sebut saja perang kemerdekaan Indonesia yang hampir 95% mayoritas yang maju ke medan perang merupakan umat Islam. Toleransi yang tak kalah pentingnya adalah ketika Piagam Jakarta di buat, uamt Islam mengalah karena umat kristen bagian Timur menolaknya. Dengan mengedepankan toleransi sekali lagi umat islam mengalah. Seiring berputarnya waktu penghujatan terhadap umat Islam kian hari makin mengkhawatirkan.

Vcd penistaan agama di Jawa Timur, penyusupan oleh Stevanus Armansyah di Samarinda, serta berbagai usaha Kristenisasi terhadap umat Islam yang tak dapat disangkal lagi data dan faktanya kian hari membuat gaduh suasana toleransi antar umat beragama. Dahulu Indonesia dikejutkan dengan penerbitan buku “Islamic Invasion” oleh salah satu penerbit kristen pimpinan suradi ben avraham yang tak urung meyakiti hati umat Islam. Tak dengan buku, umat Islam kembali dihujat di Forum Diskusi bebas partai damai sejahtera yang dengan kasar mencaci maki agama Islam. Penghujatan terhadap Islam di dunia maya sudah kian mengkhawatirkan, mulai dari website Fatihfreedom yang di boncengi para penginjil terselubung, hingga website SABDA pun ikut-ikutan menerapkan metode penginjilan ini.

Kali ini website SABDA menggunakan judul “penggunaan_alquran.doc” yang tersedia pada halaman website resmi mereka di www.sabda.org/lead/_doc yang dapat di buka oleh siapa saja. Sangat disayangkan SABDA sebagai penyebar alkitab elektronik juga latah menghujat Islam menggunakan Al Quran. Di dalam tulisannya pada artikel itu, judul artikel setelah di download adalah “Penggunaan Al Quran dalam Pelayanan”. Jelas sekali kelihatan disini bahwa mereka berusaha menginjili umat Islam menggunakan mutilasi ayat seperti halnya suradi ben abraham, jansen litik, a. poernama winangun serta abd. yadi yang sampai saat ini takut untuk berhadapan face to face karena malu untuk kalah argument di depan public. Dengan penuh percaya diri, tulisan tersebut dimulai dengan sebuah catatan:

“Kalau seseorang tidak langsung menerima ide-ide di bawah ini, jangan putus asa. Mereka harus mendengarkan hal ini berulang kali dan membiasakan diri dengan konsep ini sebelum mereka akan menerimanya.”

Dengan bahasa yang tendesius ini mereka dengan percaya diri mengklaim bahwa jika dapat menggunakan metode ini dengan baik, maka umat Islam pasti bisa menjadi kristen. Klaim kacangan yang di bangun oleh umat kristen yang awam Islamologi ini sepert biasa menggunakan argument terbitan nehemia centre yang pemimipinnya lari keluar negeri, kita simak argument mereka berikut ini:

Al-Masih adalah Allah
Bertanyalah, “Siapakah yang mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat?” Mereka pasti menjawab, “Allah.” Kemudian bacalah Sura 67:26 dengan mereka.

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya ilmu (tentang hari kiamat itu) hanya pada sisi Allah. Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.’”

Lihat lagi Sura 43:85
“Dan Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Dan juga Sura 41:47
“Kepada-Nyalah dikembalikan pengetahuan tentang hari Kiamat [1336]…”
[1336] Maksudnya: Hanya Allah-lah yang mengetahui kapan datangnya hari Kiamat itu.
Tanya lagi. “Siapa yang mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat itu?” Sekali lagi mereka akan mengatakan, “Allah.” Terus bacalah Sura 43:61

“Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus.”

Karena Al-Masih juga mengetahui tentang hari kiamat, maka dengan demikian Al-Masih pasti adalah Allah!


Kita tentu geli mengapa umat kristen mengatakan bahwa Isa al Masih merupakan Allah karena berdasarkan Al Quran. Dengan tegas Al Quran mengatakan bahwa:

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", Padahal Al masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (Q.S. Al Maidah: 72).

Bagaimaan mungkin umat Islam dapat mengatakan bahwa Isa Al Masih adalah Allah padahal ajaran Al Quran bahwa adalah kafir yang mengatakan Isa Al Masih adalah Allah. mereka berargumen bahwa Isa adalah Allah karena yang mengetahui kiamat adalah Allah dan Isa mengetahui tentang kiamat. Argument mereka pada surat berikut ini:

Dan Sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah aku. Inilah jalan yang lurus. (Q.S. Az Zukhruf 61).

Dari zamannya Hamran Ambrie hingga saat ini ternyata argument yang dipakai ya argument yang itu-itu saja. Argument mereka adalah mengenai “Isa memberikan pengetahuan tentang kiamat” yang merupakan terjemahan dari kata “La ‘Ilmun Lissa’ati”. Kata tersebut bermakna memberi pengetahuan (bukan mengetahui) tentang kiamat alam semesta. Nabi muhaamd dalam berbagai hadisnya juga sering memeberikan pengetahuan tentang kiamat, seperti bagaimana tanda-tanda kiamat, bagaimana posisi umat Islam tentang kiamat dan sebagainya. Tetapi umat Islam tidak pernah sekalipun menuhankan nabi Muhammad karena dia memberi ilmu (pengetahuan) tentang kiamat. Sebaliknya menurut Injil, Yesus pun tak mengetahu kapan kiamat itu. Kita bisa simak ayat berikut:

Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri." (Matius 24:36).

Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja." (Markus 13:32)


Yesus sebagai “Anak Tuhan” dan Allah menurut kristen saja tidak mengetahui kapan “latter day” atau kiamat itu datang, sekarang menjadi lucu adalah di dalam Injilsaja tidak ditemukan tentang hal itu, sekarang mereka malah mencari pembenaran di dalam Al Quran tentang hal itu. Kami sarankan agar jika para penginjil ingin menyerang umat islam dan Al Qura, sebaiknya belajar bahasa Arab dan ilmu-ilmu tafsir yang memadai agar tidak disebut sebagai “Jahil Murokkab”. Karena sangat fatal jika memutilasi ayat-ayat seperti model-model Hamran Ambrie, Suradi ben Avraham, Jansen Litik, serta Amos Poernama Winangun.

Artikel: Penggunaan Al Quran dalam Pelayanan” dapat dilihat pada link: http://sabda.org/lead/_doc/penggunaan_alquran.doc secara gratis pada sub domain dari website resmi SABDA.org



NB:
Segera save atau simpan screenshot web tersebut sebelum di hapus oleh adminnya, banyak kasus setelah ada yang "menggerayangi" web hujat Islam tersebut, biasanya oleh adminnya langsung di hapus (http://sabda.org/lead/_doc/penggunaan_alquran.doc)

artikel ini juga di muat pada:

1. http://timfakta.swaramuslim.com/more.php?id=44_0_1_0_M
2. http://swaramuslim.com/fakta/more.php?id=5900_0_16_0_M

Yaaa Ukhta Harun

Katagori : Bimbingan Tauhid


Kali ini kita akan membahas mengenai tudingan para penginjil yang biasa mempelajari Islamologi nisbi mengenai ungkapan di Al Quran, lebih tepatnya di dalam surat Maryam ayat 28, yang berbunyi:

Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina". (Q.S. Maryam: 28).

Oleh para penginjil seperti Suradi Ben Abraham, Robert Morey, Petrus Salindeho, Amos Poernama Winangun ayat tersebut di jadikan bahan ejekan terhadap Al Quran. Menurut mereka Al Quran mengandung data-data yang kurang valid karena di dalamnya terdapat informasi mengenai Maryam yang bersaudara dnegan Harun, menurut mereka bagaimana mungkin Maryam ibunda dari Yesus al Masih bersaudara dengan Harun, sedangkan Harun sudah meninggal ribuan tahun yang lalu. Bahkan mereka kadang-kadang mengklaim bahwa ayat tersebut sebagai ayat gacoan untuk menghancurkan Islam lewat metode Penginjilan berbasis Al Quran.

Sebagai umat islam, kita harus arif dan bijaksana dalam membantah pendapat mereka. Sesuai dengan firman Allah:

“Serulah mereka ke dalam jalan Tuhanmu dengan cara yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan hikmah” . (Q.S. An Nahl: 125).

Di dalam tradisi dan ilmu bahasa Semitik, yaitu Israel dan Arab yang berbahasa Ibrani dan Arab, hal yang demikian ini adalah sesuatu yang wajar dan lumrah. Jadi ungkapan diatas adalah contoh kelumrahan dalam bahasa dan komunikasi di dalam lingkup Timur Tengah; orang Israel dan Arab tidak akan kaget dengan bahasa seperti itu. Beda dengan agama Kristen yang lahir di Antiokhia yang injilnya berbahasa Letterlijk, yang tak mengenal bahasa Liturgi seperti diatas. Contohnya adalah di dalam kitab Perjanjian Lama (kitabnya Yahudi) perihal ungkapan yang demikian:

“Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan”. (Ulangan 18:15).

Nabi Musa berucap demikian, yang kalau kita cermati menubuatkan seorang nabi yang diantara Bani Israel yang sama seperti dirinya. Jika secara letterlijk kita maknai ayat tersbut tanpa mengindahkan gaya bahasa Semitik, maka ayat tersebut akan menubuatkan saudara kandung Nabi Musa yang akan jadi nabi.

Selain itu, di dalam King James Version, kita jumpai pula sebuah ayat di dalam Injil Lukas:

“There was in the days of Herode the king of Judea,theer was a certaine Priest, named Zacharias, of the course of Abia, and his wife was of the daughters of Aaron , and her name was Elizabeth”. (Gospel of Luke 1:5).

Dapat kita ambil terjemahan dari ayat diatas,: Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang Imam yang bernama Zakariya dari rombongan Abia, dan istrinya adalah salah satu anak perempuan dari anak-anak Harun, namanya Elisabet. Elisabet pada teks inggris standar Holy Bible King James Version ditulis sebagai anak perempuan Harun, sekarang bagaimana mungkin Harun yang sezaman dengan Musa mempunyai anak bernama Elisabet, tentunya ayat tersebut bukanlah makna Letterlijk (makana bebas) dari Injil Lukas. Dan yang sangat aneh adalah Perjanjian Baru cetakan LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) menyunat terjemahan ayat tersebut menjadi “keturunan Harun”, kita tentu bingung LAI yang tidak bisa berbahasa Inggris atau mata kita yang rabun dalam mebaca ayat tersebut serta menerjemahkannya.

Sekarang siapa Harun itu sejatinya, di dalam kitab Perjanjian Lama kita dapat dengan mudah mengetahui bahwa Harun merupakan saudara nabi Musa yang diangkat menjadi nabi atas permintaan nabi Musa. Musa dan Harun berasal dari suku Lewi, jadi Musa dan Harun adalah Bani Israel dari suku Lewi, suku terhormat tempat para Imam Besar Israel. Di dalam kitab tadi dijelaskan bahwasanya Elisabet merupakan anak perempuan atau dalam bahasa Semitiknya merupakan keturnan, terlepas dari salah terjemah dan interpolasi terjemah dari LAI. Penggunaan saudara dan anak dalam bani Isarel dapat kita artikan sebagai keturunan.

Adapun Maryam di dalam ayat 28 surat Maryam, menjelaskan bahwasanya Maryam merupakan keturunan Harun dari suku Lewi, karena di dalam Injil Lukas pasal 1 ayat 36 di jelaskan bahwa Maryam masih merupakan sanak dari Elisabet yang notabene keturnan Harun, yaitu keturunan suku Lewi.

“Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu”. (Injil Lukas 1:36).

Jelaslah bahwa Nabi Isa Al-Masih bukanlah keturunan Nabi Daud yang Yahudi (Yahudi merupakan sebutan bagi keturunan Yehuda, putera Nabi Yakub atau Israel), meskipun Matius dan Lukas jungkir-balik berusaha menjelaskan hal itu dengan silsilah yang berbeda-beda. Dengan kata lain, Isa Al-Masih bukanlah Bani Israil suku Yehuda. Beliau adalah Bani Israil suku Lewi, sesuai dengan garis keturunan Siti Maryam r.a. yang serumpun dengan Nabi Musa dan Nabi Harun. Imam-imam Bani Israil umumnya memang dari suku Lewi. Menurut Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 33-35, Nabi Isa Al-Masih dan ibu beliau Siti Maryam adalah keturunan Imran, ayahanda Nabi Musa dan Nabi Harun, yang jelas merupakan keluarga Lewi, bukan keluarga Yehuda. Sesuai dengan Keluaran pasal 2 ayat 1. hal ini menambah dan merehabilitasi nama Nabi Isa yang menurut silsilah Matius dan Lukas berikut adalah keturunan penzina:

Silsilah Menurut Injil Matius:

Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham.

Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yehuda dan saudara-saudaranya,

Yehuda memperanakkan Peres dan Zerah dari Tamar, Peres memperanakkan Hezron, Hezron memperanakkan Ram,

Ram memperanakkan Aminadab, Aminadab memperanakkan Nahason, Nahason memperanakkan Salmon,

Salmon memperanakkan Boas dari Rahab, Boas memperanakkan Obed dari Rut, Obed memperanakkan Isai,

Isai memperanakkan raja Daud. Daud memperanakkan Salomo dari isteri Uria,

Salomo memperanakkan Rehabeam, Rehabeam memperanakkan Abia, Abia memperanakkan Asa,

Asa memperanakkan Yosafat, Yosafat memperanakkan Yoram, Yoram memperanakkan Uzia,

Uzia memperanakkan Yotam, Yotam memperanakkan Ahas, Ahas memperanakkan Hizkia,

Hizkia memperanakkan Manasye, Manasye memperanakkan Amon, Amon memperanakkan Yosia,

Yosia memperanakkan Yekhonya dan saudara-saudaranya pada waktu pembuangan ke Babel.

Sesudah pembuangan ke Babel, Yekhonya memperanakkan Sealtiel, Sealtiel memperanakkan Zerubabel,

Zerubabel memperanakkan Abihud, Abihud memperanakkan Elyakim, Elyakim memperanakkan Azor,

Azor memperanakkan Zadok, Zadok memperanakkan Akhim, Akhim memperanakkan Eliud,

Eliud memperanakkan Eleazar, Eleazar memperanakkan Matan, Matan memperanakkan Yakub,

Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. (Injil Matius 1:1-16)


Silsilah Yesus Menurut Injil Lukas:

Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli,

anak Matat, anak Lewi, anak Malkhi, anak Yanai, anak Yusuf,

anak Matica, anak Amos, anak Nahum, anak Hesli, anak Nagai,

anak Maat, anak Matica, anak Simei, anak Yosekh, anak Yoda,

anak Yohanan, anak Resa, anak Zerubabel, anak Sealtiel, anak Neri,

anak Malkhi, anak Adi, anak Kosam, anak Elmadam, anak Er,

anak Yesua, anak Eliezer, anak Yorim, anak Matat, anak Lewi,

anak Simeon, anak Yehuda, anak Yusuf, anak Yonam, anak Elyakim,

anak Melea, anak Mina, anak Matata, anak Natan, anak Daud,

anak Isai, anak Obed, anak Boas, anak Salmon, anak Nahason,

anak Aminadab, anak Admin, anak Arni, anak Hezron, anak Peres, anak Yehuda,

anak Yakub, anak Ishak, anak Abraham, anak Terah, anak Nahor,

anak Serug, anak Rehu, anak Peleg, anak Eber, anak Salmon,

anak Kenan, anak Arpakhsad, anak Sem, anak Nuh, anak Lamekh,

anak Metusalah, anak Henokh, anak Yared, anak Mahalaleel, anak Kenan,

anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah. (Injil Lukas 3: 23-28).

Dari segi silsilah yang berkontradiksi tersebut, silsilah tersebut justru menghancurkan kemuliaan nabi Isa karena keturunan penzinah, yaitu Yehuda dan Tamar dalam kitab Kejadian 38:13-16,28-29. adalah mustahil silsilah seorang nabi terhormat berasal dari silsilah penzina, dan lagi yang di sebut keturunan Yahudi itu sejatinya adalah Yusuf, bukan Maryam, karena Yesus bukanlah anak Yusuf yang berkebangsaan Yahudi, Maryam yang dari suku Lewi sduah hamil duluan atas kuasa Roh Kudus sebelum menikah dengan Yusuf. Sebaiknya para pendeta belajar lagi terhadap silsilah tersebut dan berusaha mencari bagaimana cara mengkompromikan silsilah tersebut agar jika terjadi debat terbuka tidak gugup berkeringat gara-gara mencari jawaban atas kompromi kontradiksi silsilah tersebut dan mempelajari bahasa dan tradisi Semitik agar tidak salah memahami bahasa keturunan kakak beradik Ismail dan Ishak ini.

Minggu, 19 Juni 2011

Apakah Nabi SAW Menikahi Aisyah yang di bawah Umur?

Katagori : Islamology

Seorang teman kristen suatu kali bertanya kepada saya, "Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?" Saya terdiam.

Dia melanjutkan, "Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?" Saya katakan padanya, "Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini." Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.

Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah.

Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu.

Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimaanpun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.

Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.

Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.

Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya.

Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.

Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber

Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu'l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : " Hisham sangatbisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq " (Tehzi'bu'l-tehzi'b, Ibn Hajar Al-`asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: " Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq" (Tehzi'b u'l-tehzi'b, IbnHajar Al- `asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu'l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: "Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok" (Mizanu'l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan
riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:

Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

Bukti #2: Meminang

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.

Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya " (Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah

Menurut Ibn Hajar, "Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun... Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah" (Al-isabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu'l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'

Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).

Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun" (Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).

Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?

KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal): "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]."

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyahikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)

Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu adha' wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir
ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane's Arabic English Lexicon).

Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.

KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

Bukti #7: Terminologi bahasa Arab

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.

Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath
al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

Bukti #8. Text Qur'an

Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?

Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.

Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.

Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6)

Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim
diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan "sampai usia menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.

Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.

Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,"berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya adalah Nol besar.

Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau
akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.

KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

Bukti #9: Ijin dalam pernikahan

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.

Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur'an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.

Note: The Ancient Myth Exposed
By T.O. Shanavas , di Michigan.
© 2001 Minaret
from The Minaret Source: http://www.iiie.net/

Diterjemahkan oleh : Cahyo Prihartono

KEUNGGULAN , SEJARAH DAN AMALAN DI BULAN DZULHIJJAH

Sahabat, Tiada hari hari dimana Allah di sembah, lebih disukai dari pada 10 hari pertama bulan DZULHIJJAH, Puasa sehari didalammnya sama dengan puasa setahun, dan bersembahyang dimalam harinya, sama dengan bersembahyang di malam Lailatul Qadar.


Sebagian ulama mengatakan :

Barang siapa yang memuliakan hari hari yang berlalu dalam bulan DZULHIJJAH, niscaya akan di anugrahi oleh Allah 10 macam kemuliaan Yaitu :

- Berkah pada umumnya
- Bertambah hartanya
- Kehidupan rumah tangga akan terjamin
- Membersihkan diri dari sgala dosa dan kesalahan yang telah lalu
- Amal ibadah serta kebaikannya akan di beri pahala berganda
- Allah akan memudahkan kematiannya
- Allah akan menerangi kuburnya selama di alam Barzah
- Allah akan memberatkan amal timbangan amal baiknya semasa di padang Mahsyar
- Selamat dari pada kejatuhan kedudukannya di dunia
- Martabatnya akan dinaikkan pada sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu anhu, Rasulullah SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASSALLAM bersabda :

Tanggal 1
Pada hari ini Allah mengampuni Nabi Adam ALAIHI SALAM
Barang siapa yang berpuasa pd hari ini, maka Allah mengampuni setiap dosanya

Dzikir yang dianjurkan :

ALLAHUMMA ANTA RABBI LAA ILAAHA ILLA ANTA KHOLATQTANII WA ANAA ABDUKA, WA ANAA ‘ALAA AHDIKA, WAWA’DIKA MASTATHO’TU ‘AUUDZUBIKA MIN SYIRRI MAA SHONA’TU ABUU ULAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA, WA ABUU’U BINZANBIK, FAGHFIRLII FAINNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA (7X,11X,33X)
Juga Istighfar se banyak2nya

Tanggal 2
Pada hari inilah Allah mengabulkan doa Nabi Yusnus ALAIHI SALAM yang di selamatkan dari perut ikan hiu
Yang berpuasa pada hari ini, seolah olah puasa 1 tahun dengan tidak ber maksiat kepada Allah
Dzikir yang di anjurkan :

LAA ILAAHA ILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINADZ DZOOLIMIIN (1000 X)

Tanggal 3
Allah mengabulkan doa Nabi Zakaria ALAIHI SALAM
Yang berpuasa hari ini, Allah akan mengabulkan doanya
Dzikir yg dianjurkan :

WAMAYYATTAQILLAAH YAJ’ALLAAHU MAHROOJA, WAYARDZUKQU MIN HAI TSU LAA YAHTASIB, WAMAYYATAWAKKAL ‘ALALLAHI FAHUWA HASBUH, INNALLAHA BAALIGHUL AMRIHII QOD JA’ALALLA LIKULLI SYAI IN QODROO (Surat At Thalaq, ayat 3)

Tanggal 4
Dilahirkannya Nabi Isa ALAIHI SALAM
Yang berpuasa pada hari ini, Allah akan menjauhkan dia dari ketakutan dan kemiskinan di akhirat
Dzikir yang dianjurkan :

YAA HAYYUU YAA QOYYUUM LAA ILAA HA ILLAA ANTA 1000x

Tanggal 5
Dilahirkan Nabi Musa ALAIHI SALAM
Yang berpuasa pada hari ini selamat dari kemunafikan dan aman dari siksa Kubur
Dzikir yang dianjurkan ;

ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA NURIL ANWAR WASIRRIL ASROR, WATIR YAAQILAGHYAR, WAMIFTAAHIL BAABIL YASAR, SAYYIDINAA MUHAMMADINIL MUKHTAR, WA ‘AAHIL ATH HAAR, WA ASH HAABIHIL AHYAR ‘ADADA NI’AMILLAAHI WA IFDHOOLIH (1000X)

Tanggal 6
Allah membukakan kebaikan kepada para Nabinya
Yang berpuasa pada hari ini akan di lihat Allah dengan penglihatan Rahmat dan tidak di siksa selamanya
Dzikir yang dianjurkan:

LAA ILAA HA ILLALLAHU WAHDAHU LAA SYARIIKALAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII WA YUMIIT, WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI IN QODIIR (1000X)

Tanggal 7
Hari ini ditutupnya semua pintu Neraka sampai tanggal 10
Yang berpuasa pada hari ini, akan ditutup Allah 30 pintu kesusahan dan di buka 30 pintu kesenangan
Dzikir yang dianjurkan :

RABBANAA AATINAA FID DUNYAA HASANAH, WA FIL AAKHIROTI HASANAH, WA QINAA ‘ADZAABAN NAAR, WA ADKHILNAL JANNATA MA’AL ABROOR YAA ‘AZIIZ, YA GHOFFAAR, YAA ALLAH, YAA RABBAL ‘ALAMIIN (1000X)

Tanggal 8
Hari TARWIYAH
Yang berpuasa pada hari ini, ganjarannya sangat besar, tidak ada yang mengetahui Selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Dzikir yang dianjurkan :

ASTAGHFIRULLAH HAL ADZIIM AL LADZII LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QOYYUUM WA ATUUBU ILAIH (1000X)

Tanggal 9
Hari Arafah
1) Nabi Ibrahim ALAIHI SALAM mengurbankan putranya (Nabi Ismail ALAIHI SALAM)
2) Nabi Adam ALAIHI SALAM bertemu dengan siti Hawa di Jabal Rohmah
3) Nabi Musa ALAIHI SALAMdi buka Hijab Kalaamullah
4) Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam di turunkannya wahyu penutup Yaiyu surat Al Maidah ayat 3 :

Di Haramkan bagimu (memakan) Bangkai , darah (yg keluar dari tubuh), daging babi, dan (daging) hewan yang di sembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang di pukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. dan (diharamkan pula) yang di sembelih unuk berhala. Dan (diharamkan Pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), karena itu perbuatan Fasik. Pada hari ini orang orang kafir telah berputus asa untuk (mengalahkan) agamamu.Sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka. tetapi takutlah kepadaKu. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmatKu bagimu, dan tela aku Ridhoi islam sebagai agamamu. tetapi barang siapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sunggu Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Orang yang berpuasa pada hari ini, pahalanya, menghapuskan dosa 1 tahun yang telah lalu dan 1 tahun yang akan datang
Dzikir yang dianjurkan :

RABBIGHFIRLII WARHAMNII WATUB ALAYYA (1000X)

Tanggal 10

Hari Qurban
Nabi Ibrahim ALAIHI SALAM dengan Nabi Ismail ALAIHI SALAM yang menyembelih Qurban. Pada hari ini orang yang memberi sedekah apa saja, kelak bangkitnya dari kubur aman dari huru hara Qiamat dan timbangan amalnya lebih berat dari pada gunung UHUD.
Dzikir yang dianjurkan :

INNAA ‘ATHOINAA KAL KAUTSAR,. FASHOLLII LIROBBIKA WANHAR. INNASYAA NI AKA HUWAL ABTAR (Surat Al Kautsar) 1000 X

Keterangan :
DZIKIR yang dianjurkan bisa di mulai dari ba’da Ashar di tanggal sebelumnya, bisa dilakukan dengan memcicilnya setiap habis sholat 5 waktu 200 X, atau kalau masih tidak bisa juga se sanggupnya saja.

Demikian Semoga bermanfaat.
Amin Yaarobbal'alamiin...

Rabu, 01 Juni 2011

Inilah Bukti-bukti Kesesatan Islam Jama’ah - LDII

Bukti-bukti kesesatan LDII, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa:

1. LDII sesat. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut: “Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII. Dalam Makalah LDII dinyatakan: “Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8).
3. Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG. (Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
4. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen.). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.” (CAI 2000, Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
5. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan LDII.

Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
6. Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp900 miliar. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
7. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo.
8. Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafi’ie ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
9. Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Peantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
10. Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentang Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah (2004).
11. LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.” (Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
12. LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!” (Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31).

Sistem Manqul

LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah “Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu”. (Drs. Imran AM. Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal.24).

Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis.

Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan Ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا .

Artinya: “Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar.” (Syafi’i dan Baihaqi)

Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara bagaiman atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, tv dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan terikat denga apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan Ubaidah). Padahal Allah SWT menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya:

وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ(17)

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ(18)

Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS Az-Zumar [39] : 17-18)

Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/wajib manqul dari Nur Hasan atau amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat Buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260).

Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:

1. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
2. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk).
3. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.

Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.

***

Diskrispi tentang LDII

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)

Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwoasri,. Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).

Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan

Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama sebelumnya Islam Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits.). Pengikut tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.

Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu : Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno). Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama atas anjuran Jenderal Rudini (Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta, 21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia). (Lihat Jawa Pos, 22 November 1990, Berita Buana, 22 November 1990, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 265, 266, 267).

Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando “Sistem Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa: “Bai’at, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup rapat-rapat dengan system: “Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah.” (lihat situs: alislam.or.id).

Penyelewengan utamanya: Menganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya), maka anggapan itu sesat. Sebab membuat syarat baru tentang sahnya keislaman orang. Akibatnya, orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis (Lihat surat 21 orang dari Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).

Itulah kelompok LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh (Sawahe Akeh/sawahnya banyak) dari Kediri Jawa Timur yang kini digantikan anaknya, Abdu Dhohir. Penampilan orang sesat model ini: kaku–kasar tidak lemah lembut, ada yang bedigasan, ngotot karena mewarisi sifat kaum khawarij, ada doktrin bahwa mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun biasa; karena ayat saja oleh amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya. (Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001).

Modus operandinya: Mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka sacara rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka). Kalau sudah masuk maka diberi ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Hanya jama’ah mereka lah yang benar. Kalau menyelisihi maka masuk neraka, tidak taat amir pun masuk neraka dan sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus ditebus dengan duit. Daripada masuk neraka maka para korban lebih baik menebusnya dengan duit.

Dalam hal duit, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu Nurhasan Ubaidah menarik duit dari jama’ahnya, katanya untuk saham pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya dari Madura sampai Jawa Timur banyak yang menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya untuk disetorkan kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu ternyata pabrik tenunnya tidak ada, sedang duit yang telah mereka setorkan pun amblas. Kalau sampai ada yang menanyakannya maka dituduh “tidak taat amir”, resikonya diancam masuk neraka, maka untuk membebaskannya harus membayar pakai duit lagi.

Kasus tahun 2002/2003 (disebut kasus Maryoso) ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ). Lihat pula nahimunkar.com, Keluar dari Kubangan Sesat Jamaah Galipat Burengan Kediri, April 25, 2010 8:54 pm, http://www.nahimunkar.com/keluar-dari-kubangan-sesat-jamaah-galipat-burengan-kediri/#more-2349. (nahimunkar.com)

GHOSHOB

  Jika di pesantren, istilah ini sudah sangat familiar. Hanya saja pengertian dan prakteknya sesungguhnya ada perbedaan dari makna ghoshob s...