Selasa, 12 November 2013

Amalan sunnah di bulan Muharram


Berikut adalah beberapa .

Memperbanyak puasa selama bulan Muharram

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ الله الْمُحَرَّمِ

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim),

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan :

اَلْيَوْمَ يَوْمُ عَاشُوْرَاء وَهَذَا الشَّهْرُ - يَعْنِى شَهْرُ رَمَضَانَ - مَارَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ اللهُ عَلَى غَيْرِهِ اِلاَّ هَذَا.

“Saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih satu hari untuk puasa yang lebih beliau unggulkan dari pada yang lainnya kecuali puasa hari Asyura’, dan puasa bulan Ramadhan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Puasa Asyura’ (puasa tanggal 10 Muharram)

Dari Abu Musa Al Asy’ari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

كَانَ يَوْمُ شُعَرَاءَ تُعِدُّهُ الْيَهُودُ عِيْدًا قَالَ النَبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَصُوْمُوْهُ أَنتُمْ.

Dulu hari Asyura’ dijadikan orang Yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian.” (HR. Al Bukhari)

Dari Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan :

سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ: كَفَّارَةُ سَنَةً

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab: “Puasa Asyura menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَالْيَهُوْدُ تَصُوْمُ عَاشُوْرَاءَ فَقَالُوْا هَذَا يَوْمٌ ضَهَرَ فِيْهُ مُوْسَى عَلَى فِرعَوْنَ فَقَالَ النَّبِيِّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَانِهِ: أَنْتُمْ أَحَقُّ مُوْسَى مِنْهُمْ فَصُوْمُوْا.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang Yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan: Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat: “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang Yahudi), karena itu berpuasalah.” (HR. Al Bukhari).

Puasa Asyura’ merupakan kewajiban puasa pertama dalam Islam, sebelum Ramadlan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha, beliau mengatakan:

أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاة عَاشُوْرَاءَ اِلَى قُرَى الْأَ لْضَارِ مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُوْمُهُ بَعْدَ وَنَصُوْمُ صِبْيَاتُنَا وَنَجْعَلُ لَهُم اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَأِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامَ أَعْطَيْنَاهُ ذَلِكَ حَتَّى يَكُوْنَ عِنْدَ الْاِفْطَانِ

Suatu ketika, di pagi hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, puasa Asyura’ menjadi puasa sunnah. A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan:

كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ تَصُوْمُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَهِلِيَّةِ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّ فَرَضَ رَمَضَانَ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.

“Dulu hari Asyura’ dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa jahiliyah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melaksanakn puasa Asyura’ dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Puasa Tasu’a (puasa tanggal 9 Muharram)

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:

حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ الله أَنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُوْدُ وَنَّصَارَى فَقَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اِنْ شَاءَ اللهُ صُمنَا الْيَوْمو التَّاسِعَ قَالَ: فَلَمْ يَأَتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. Kemudian ada sahabat yang berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang Yahudi dan nasrani. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahun depan, kita akan berpuasa di tanggal sembilan.” Namun, belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsudah diwafatkan.” (HR. Al Bukhari)

Tingkatan Puasa Asyura

Ibnul Qayim menjelaskan bahwa puasa terkait hari Asyura ada tiga tingkatan:

1. Tingkatan paling sempurna, puasa tiga hari. Sehari sebelum Asyura, hari Asyura, dan sehari setelahnya.

2. Tingkatan kedua, puasa tanggal 9 dan tanggal 10 Muharram. Ini berdasarkan banyak hadits.

3. Tingkatan ketiga, puasa tanggal 10 saja. (Zadul Ma’ad, 2/72).*

GHOSHOB

  Jika di pesantren, istilah ini sudah sangat familiar. Hanya saja pengertian dan prakteknya sesungguhnya ada perbedaan dari makna ghoshob s...