Senin, 15 November 2010

UMMI

Ratu Elizabeth juga dikenal sebagai wanita ke 111 terkaya diseluruh dunia, dan beberapa wanita lainnya dari india juga terkenal dengan kekayaannya. Namun ada satu wanita hebat yang diam dan sederhana dan merupakan wanita paling kaya dan kalau mau bisa menjadi wanita terkaya di dunia.

Namun keimanan di dadanya yang tinggi membuat dirinya menjadi nampak biasa saja, namun karena ketaatannya kepada Allah membuat dia menjadi seorang wanita yang sosoknya dikenal seluruh umat yang jumlahnya bermilyar-milyar dari jaman dahulu hingga sekarang.

Allah pun meninggikan dirinya dengan menjadikan tingkah lakunya berjalan mondar-mandir sejauh beberapa kilometer dalam kepanasan dan ketegangan, menjadi sebuah rukun syariah yang diikuti semua orang di seluruh dunia.

Subhanallah Siti Hajar, wanita solehah penemu air zam-zam, sumur yang tak pernah kering, sumur ajaib yang muaranya tidak diketahui berasal dari mana. Sumur yang berisi air yang diminati banyak orang, bahkan di Indonesia ada beberapa toko yang menjual se-dirigen air zam-zam dengan harga 50 ribu rupiah.

Bila air zam-zam dijual, dan menyebar distribusinya diseluruh dunia, betapa kaya rayanya Siti Hajar, dan kita wajib memasukkan beliau sebagai wanita terkaya diseluruh dunia tanpa harus melakukan tindakan maksiat untuk mendapatkan kekayaannya.

Wanita yang mulia itu adalah simbol ketaatan pada Allah, dengan status yang kurang menguntungkan sebagai hamba sahaya Nabi Ibrahim dan istri kedua dari sang nabi, beliau ketika diperintahkan oleh sang suami untuk tinggal di gurun tanpa air tanpa makanan. Awalnya beliau menolak karena wanita mana yang mau ditinggal di gurun tanpa apapun. Kita saja kalau ditinggal di mal tanpa uang, mungkin juga tidak akan mau, padahal di mal sudah jelas dingin dan banyak orang, sedangkan ini di gurun, bayangkan...!

Jawaban Siti Hajar kepada sang suami hanyalah “bila Allah yang menyuruh, maka aku taat.” Subhanallah, ketaatannya berbuah hadiah yang manfaatnya dirasakan oleh sangat banyak orang dari sejak jamannya sampai jaman anak cucu kita. Sumur ajaib yang airnya mengalir tiada henti, tidak akan pernah kering, itu adalah bukti mukjizat Allah sampai hari ini.

Dengan bekal taat, maka Siti Hajar menjadi wanita yang patut diambil hikmah dari kehidupannya sebagai seorang wanita yang sederhana.

1. Taat kepada Allah walaupun secara logika terasa sangat berat.

2. Perbuatannya yang sungguh-sungguh dan hanya berharap pada Allah, yaitu berlari mencari air kehidupan untuk anaknya, diikuti semua orang dari seluruh dunia, berbagai bangsa, berbagai usia, bahkan Obama sekalipun bila masuk Islam dan naik haji, wajib mengikuti perbuatan Siti Hajar, sosok wanita sederhana.

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ

وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim[89] tempat shalat. dan Telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". (QS. Al-Baqarah [2] : 125)

3. Dialah wanita yang dicintai Allah, dan berusaha untuk hidup dan menghidupkan kesejahteraaan umat (terbukti akhirnya banyak kafilah dagang yang membuat perkampungan di sekitar sumur zam-zam).

Siti Hajar, dialah wanita yang tidak punya apa-apa, hanya iman di dada yang akhirnya membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada.



Dari Abi Umamah ia berkata: “Ada seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, apakah hak kedua orang-tua atas anak mereka?” Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Keduanya (merupakan) surgamu dan nerakamu.” (HR Ibnu Majah)

Hal ini sejalan dengan hadits berikut ini: Dari Abdullah Ibnu Amar al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua." (HR Tirmidzi)

Namun yang menarik ialah ditemukannya hadits yang secara khusus mengungkapkan haramnya durhaka kepada sang ibu. Sedangkan hal ini tidak kita temukan dalam kaitan dengan larangan berlaku durhaka kepada sang ayah. Sudah barang tentu ini tidak berarti bahwa berlaku durhaka kepada fihak ayah dibenarkan. Yang jelas dengan adanya larangan khusus berlaku durhaka kepada fihak ibu cuma menunjukkan betapa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi martabat kaum ibu.

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ

Bersabda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Allah melarang kalian durhaka kepada ibu kalian.”(HR Bukhary)

Dalam hadits lain kita juga dapati bagaimana Islam menyuruh menghormati ibu sekalipun ia bukan orang beriman seperti hadits yang diriwayatkan oleh Asma puteri sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq berikut ini:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ

قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ

صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

قُلْتُ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ

Asma binti Abu Bakar berkata: “Telah datang kepadaku ibuku dan dia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Maka aku datang kepada Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam meminta fatwa beliau. Aku bertanya kepada beliau: ”Telah datang kepadaku ibuku sedangkan ia punya suatu keperluan. Apakah aku penuhi permintaan ibuku itu?” Maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Iya, penuhilah permintaan ibumu itu.” (HR Bukhary)

Mengapa kaum ibu sedemikian diutamakan? Karena mereka adalah fihak yang sejak masih mengandung anak saja sudah merasakan beban memikul tanggung-jawab membesarkan anak-anaknya. Mereka adalah pendamping, penyayang, pengasuh dan pengajar pertama dan utama bagi seorang anak. Ibu adalah fihak yang paling banyak direpotkan oleh anak semenjak mereka masih kecil. Begitu lahir anak menuntut air susu ibunya. Keinginan minum ASI seringkali tidak pandang waktu. Bisa jadi seorang ibu di tengah malam ”terpaksa” bangun mengorbankan waktu istirahatnya demi menyusui buah hatinya.

Seorang ibu juga direpotkan ketika anaknya ngompol dan buang air besar. Ibulah yang biasanya harus mencebok dan membersihkan anaknya. Semakin ikhlas seorang ibu mengerjakan semua aktifitas tadi maka semakin melekatlah si anak kepada dirinya. Di balik segala kerepotan tadi sesungguhnya terjalinlah ikatan hati yang semakin kokoh antara ibu dan anak. Itulah sebabnya ketika seseorang sudah dewasa sekalipun, tatkala dalam kesepian tidak jarang rasa rindu akan belaian tangan ibunya yang penuh kasih sayang terkenang kembali.

Dalam pepatah Arab ada ungkapan berbunyi Al-Ummu madrasah (ibu adalah sekolah). Benar, saudaraku. Seorang ibu merupakan sekolah pertama bagi setiap anak. Ibulah yang pertama kali mengajarkan banyak pelajaran awal tentang kehidupan kepada anak. Apalagi di zaman penuh fitnah seperti sekarang dimana al-ghazwu al-fikri (perang pemikiran/ perang budaya/ perang ideologi) datang menyerbu rumah-rumah kaum muslimin. Serbuan itu datang dari berbagai penjuru. Bisa dari televisi, internet, facebook, buku bacaan, komik, majalah, nyanyian, musik, pergaulan bahkan dari sekolah formal...! Maka kehadiran seorang ibu yang memiliki wawasan pengetahuan luas menjadi laksana penjaga benteng terakhir bagi anak-anaknya. Ibulah yang bertugas membentengi, memfilter dan mengarahkan anak-anak menghadapi berbagai serbuan perang budaya tadi.

Di masa kita dewasa ini saat mana faham ateisme, materialisme, sekularisme, liberalisme dan pluralisme begitu dominan mewarnai kehidupan masyarakat dunia, maka kehadiran seorang ibu sendirian mendampingi anak-anaknya kadang dirasa kurang memadai. Sehingga kerjasama antara ayah-mukmin dan ibu-mukminah sangat diperlukan. Dalam dunia modern anak-anak kita sangat perlu pengarahan yang sangat kokoh dan kompak dari kedua orang-tuanya sekaligus untuk meng-counter serangan musuh-musuh Islam yang pengaruh buruknya semakin hari semakin hegemonik.

Betapapun, seorang ayah tidak mungkin diharapkan untuk terus-menerus berada di rumah karena tuntutan mencari ma’isyah (penghasilan) bagi anak-isterinya. Oleh karenanya kehadiran dan keaktifan peran seorang ibu di rumah mendampingi anak-anaknya menjadi sangat strategis. Oleh karenanya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyetarakan hadir dan aktifnya seorang ibu mendampingi anak-anaknya di rumah dengan aktifitas jihad fi sabilillah yang dilakukan oleh kaum pria di medan perang menghadapi musuh-musuh Allah.

عن أنس، رضي الله عنه، قال: جئن النساء إلى رسول الله

صلى الله عليه وسلم فقلن: يا رسول الله، ذهب الرجال

بالفضل والجهاد في سبيل الله تعالى، فما لنا عمل ندرك به

عمل المجاهدين في سبيل الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:

"من قعد -أو كلمة نحوها -منكن في بيتها فإنها تدرك

عمل المجاهدينفي سبيل الله".

Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Kaum wanita datang menghadap Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bertanya: “Ya Rasulullah, kaum pria telah pergi dengan keutamaan dan jihad di jalan Allah. Adakah perbuatan bagi kami yang dapat menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah?” Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka sesungguhnya ia telah menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah.” (HR Al-Bazzar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GHOSHOB

  Jika di pesantren, istilah ini sudah sangat familiar. Hanya saja pengertian dan prakteknya sesungguhnya ada perbedaan dari makna ghoshob s...