Oleh Uztadz Fathury Ahza Mumthaza
Dua hal yang disunnahkan sesudah masuk dalam sholat:
Pertama, Tasyahud Awal.
Hal ini dasarkan pada hadist shahih, antara lain hadits riwayat al Bukhari (1167), “Bahwasanya Rasulullah saw. berdiri sesudah roka’at kedua dari sholat dhuhur, beliau tidak duduk (untuk tasyahud awal), ketika selesai sholat beliau sujud dua kali kemudian salam sesudah sujud.Dianjurkan untuk melakukan Sujud Sahwi disebabkan meninggalkan tasyahud awal karena lupa, menjadi dalil bahwa tasyahud awal hukumnya sunnat (sunnat penting).
Kedua, qunut pada shalat shubuh, dan dalam shalat witir di separuh kedua dari bulan Romadlon.
Hal ini didasarkan pada Hadits riwayat al Hakim, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. ketika bangun dari ruku’ dalam sholat shubuh, pada roka’at kedua, beliau mengangkat dua belah tangan, lalu beliau berdoa’ dengan do’a ini:
"اللهم اهدنى فيمن هديت …." (kitab al Mughni al Muhtaj, juz 1, h.166)
Sementara untuk qunut saat witir dasarnya adalah Hadits riwayat Abu Dawud (1425), dari al Hasan bin Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw. mengajari aku kalimat yang aku ucapkan di dalam sholat witir:
"اللهم اهدنى فيمن هديت, وعافنى فيمن عافيت, وتولنى فيمن توليت, وبارك لى فيما أعطيت, وقنى شر ما قضيت, إنك تقضى ولا يقضى عليك, وإنه لا يذل من واليت, ولا يعز من عاديت, تباركت ربنا وتعاليت"
(Yaa Allah tunjukilah aku kejalan orang yang Engkau beri petunjuk, dan sehatkanlah aku sebagaimana orang yang telah Engkau beri kesehatan, dan tolonglah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau tolong, dan berkatilah aku dalam segala yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan jauhkanlah aku dari jahatnya apa saja yang Engkau putuskan. Engkau Maha penentu, dan bukat ditentukan oleh sesuatu, sesungguhnya tidak akan menjadi hina orang yang Engkau tolong, dan tidak akan mulya orang yang Engkau musuhi, Engkau Maha Pemberi berkat dan Engkau Maha Tinggi).
At Tirmidzy menyatakan (464) hadits ini hasan. Ia juga menyatakan: saya tidak tahu dari do’a qunut Nabi saw. dalam sholat witir yang lebih baik dari kalimat ini. Menurut riwayat Abu Dawud (1428) bahwasanya Ubai bin Ka’ab ra. menjadi imam – dalam sholat di bulan Romadlon – dia membaca qunut di seperdua yang akhir pada bulan Romadlon, dan perbuatan sahabat itu menjadi hujjah (dasar hukum) atas kesunnahan qunut, sehingga tidak layak diingkari.
Syarat-syarat Adzan
Sedikit menyambung pembahasan minggu lalu terkait adzan, kami rasa ini masih penting dibahas, yaitu terkait syarat-syarat adzan agar bisa kita ketahui bersama.
Adapun syarat-syarat adzan disebut ada beberapa, yaitu.
1. Dikumandangkan saat masuk waktu shalat. Karena itu haram hukumnya untuk adzan sebelum waktunya. Namun di sini ada pengecualian, yaitu adzan sebelum waktu subuh, bahwa ini dibolehkan yaitu pada pertengahan malam kedua, dan juga pada saat Romadlon pada 1/6 terakhir malam. Dalil terkait ini adalah sebagaimana yang telah dilakukan Bilal dan Ibnu Ummi Maktum, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya (Al-Fiqh AL-Islami wa Adillatuhu, juz 1, h. 540)
2. Harus dengan menggunakan bahasa Arab. Maka tidah sah hukumnya adzan dengan bahasa lain seperti bahasa Indonesia
3. Disunnahkan adzan didengar oleh sebagian jama’ah. Karena itu harus lantang dan keras. Termasuk di sini bersuara indah
4. Tertib atau urut lafadz yang diucapkan sesuai dengan yang telah disebutkan
5. Dilakukan oleh satu orang. Karena itu dilarang adzan secara bergantian. Misalnya satu orang membaca takbir awal, lalu dilanjutkan orang lain dengan syahadatnya, dst. Tetapi jika adzan dilakukan oleh lebih dari satu orang dengan berbarengan, maka ini dibolehkan oleh jumhur, kecuali madzhab Maliki
6. Muadzin harus laki-laki, muslim, dan berakal. Di sini dibolehkan adzan anak-anak yang sudah mumayyiz. Karena itu dilarang adzan oleh orang non muslim atau perempuan. Di sini tidak ada syarat muadzin harus sudah baligh atau ‘adil, karena itu sah adzan anak-anak atau orang fasiq, meski madzhab Maliki memakruhkan (Al-Fiqh AL-Islami, juz 1, h. 541-542).
Terkait Adzan 2 Kali dalam Shalat Jumat.
Adzan 2 kali dalam shalat saat ini masuk kategori masalah khilafiyah. Keterangan yang paling jelas soal ini adalah hadist yang diriwayatkan banyak perawi yang berbunyi:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ إِنَّ الْأَذَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرُوا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah berkata, telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri berkata, Aku mendengar As Sa'ib bin Yazid berkata, "Pada mulanya adzan pada hari Jum'at dikumandangkan ketika Imam sudah duduk di atas mimbar. Yaitu apa yang biasa dipraktekkan sejak zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar dan 'Umar? radliallahu 'anhu. Pada masa Khilafah 'Utsman bin 'Affan? radliallahu 'anhu ketika manusia sudah semakin banyak, maka pada hari Jum'at dia mememerintahkan adzan yang ketiga. Sehingga dikumandangkanlah adzan (ketiga) tersebut di Az Zaura'. Kemudian berlakulah urusan tersebut menjadi ketetapan."
Hadist ini diriwayatkan banyak perawi yaitu HR. al-Bukhari, jilid 2, hlm. 314, 316, 317, Abu Dawud, jilid 1, hlm. 171, an-Nasa`i, jilid 1, hlm. 297, at-Tirmidzi, jilid 2, hlm. 392 dan Ibnu Majah, jilid 1, hlm. 228. Juga diriwayatkan oleh asy-Syafi’i, Ibnul Jarud, al-Baihaqi, Ahmad, Ishaq, Ibnu Khuzaimah, ath-Thabrani, Ibnul Munzdir, dll.
Kitab-kitab kuning maupun putih juga sudah banyak membahas soal ini. Intinya bahwa adzan Jumat pada zaman Rasulullah hingga Khalifah Umar bin Khattab hanya sekali dan satunya iqamah (dulu disebut adzan juga). Baru kemudian pada zaman Khalifah Ustman dengan dasar, pertama, jumlah jamaah semakin banyak. Kedua karena jarak yang semakin jauh, maka kemudian ditambahkan satu kali adzan lagi sebagai pemberitahuan (i'lan) bahwa shalat Jumat akan segera dimulai.
Terkait soal adzan yang lebih sekali pada minggu lalu telah dibahas sekilas sesungguhnya. Bahwa dibolehkan adzan lebih sekali sebagaimana yang telah dicontohkan pada zaman Nabi dengan adanya Bilal dan Ibnu Ummi Maktum.
Oleh karena itu, terkait adzan dua kali saat shalat Jumat, keterangan yang cukup gamblang bisa dilihat di dalam Al-iqh Ala Madzahibil Arbaah juz 1, h. 432 dalam Bab Kapan Wajib Bersegera Menuju Shalat Jumat dan Haramnya Jual Beli? Adzan Kedua.
Dijelaskan, bahwa wajib hukumnya untuk bersegera hadir dalam shalat Jumat, sebagaimana bisa kita baca di dalam Surat Al-Jumuah 9, dan pada zaman Nabi Muhammad hanya kumandang adzanlah yang menjadi tanda dan pemberitahuan. Karena itu Utsman kemudian berijtihad dengan menambah adzan sekali saat khotib belum naik ke mimbar, sedangkan adzan sekali lagi saat khotib sudah naik ke mimbar. Dua-duanya dikumandangkan saat waktu shalat telah tiba.
Sebagaimana disebutkan di dalam hadist di atas, hal ini kemudian menjadi ketetapan sampai zaman-zaman sesudahnya fatsabatal amru ala dzalik.
Karena itu dikatakan, bahwa adzan dua kali ini tanpa ada keraguan adalah masyru atau ditetapkan sebagai syariat karena dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada jamaah yang jauh dan banyak sekali. Dan Ustman, termasuk sahabat-sahabat yang hidup pada zaman Ustman dan menyetujui terkait adzan 2 kali ini adalah di antara sahabat-sahabat paling utama yang memahami dasar-dasar agama yang beliau terima langsung dari Rasulullah. Karena itulah tidak disebutkan adanya perbedaan di antara ulama madzhab, terkait adzan 2 kali ini.
*Hukum Adzan Sambil Duduk?
Salah satu kesunahan di dalam melaksanakan adzan adalah berdiri. Dasarnya adalah hadist riwayat Bukhari, Muslim, dan Nasai "Berdirilah lalu adzanlah untuk shalat". (Talkhisul Habir juz 1 h. 203).
Karena itu tidak dibolehkan adzan sambil duduk kecuali ada udzur. Sementara hukum adzan sambil duduk disebutkan makruh (Al-fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu juz 1 h. 542) seperti halnya membelakangi kiblat.
Kecuali adzannya untuk diri sendiri, maka itu dibolehkan sambil duduk, menurut madzhab Hanafi. Makruh juga hukumnya adzan di atas kendaraan saat bepergian. (Al-Mausuah Al-fiqhiyyah juz 2 h. 368)
Demikian semoga bermanfaat .
Wallaahu A'lam Bish Showaab.
Dua hal yang disunnahkan sesudah masuk dalam sholat:
Pertama, Tasyahud Awal.
Hal ini dasarkan pada hadist shahih, antara lain hadits riwayat al Bukhari (1167), “Bahwasanya Rasulullah saw. berdiri sesudah roka’at kedua dari sholat dhuhur, beliau tidak duduk (untuk tasyahud awal), ketika selesai sholat beliau sujud dua kali kemudian salam sesudah sujud.Dianjurkan untuk melakukan Sujud Sahwi disebabkan meninggalkan tasyahud awal karena lupa, menjadi dalil bahwa tasyahud awal hukumnya sunnat (sunnat penting).
Kedua, qunut pada shalat shubuh, dan dalam shalat witir di separuh kedua dari bulan Romadlon.
Hal ini didasarkan pada Hadits riwayat al Hakim, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. ketika bangun dari ruku’ dalam sholat shubuh, pada roka’at kedua, beliau mengangkat dua belah tangan, lalu beliau berdoa’ dengan do’a ini:
"اللهم اهدنى فيمن هديت …." (kitab al Mughni al Muhtaj, juz 1, h.166)
Sementara untuk qunut saat witir dasarnya adalah Hadits riwayat Abu Dawud (1425), dari al Hasan bin Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw. mengajari aku kalimat yang aku ucapkan di dalam sholat witir:
"اللهم اهدنى فيمن هديت, وعافنى فيمن عافيت, وتولنى فيمن توليت, وبارك لى فيما أعطيت, وقنى شر ما قضيت, إنك تقضى ولا يقضى عليك, وإنه لا يذل من واليت, ولا يعز من عاديت, تباركت ربنا وتعاليت"
(Yaa Allah tunjukilah aku kejalan orang yang Engkau beri petunjuk, dan sehatkanlah aku sebagaimana orang yang telah Engkau beri kesehatan, dan tolonglah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau tolong, dan berkatilah aku dalam segala yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan jauhkanlah aku dari jahatnya apa saja yang Engkau putuskan. Engkau Maha penentu, dan bukat ditentukan oleh sesuatu, sesungguhnya tidak akan menjadi hina orang yang Engkau tolong, dan tidak akan mulya orang yang Engkau musuhi, Engkau Maha Pemberi berkat dan Engkau Maha Tinggi).
At Tirmidzy menyatakan (464) hadits ini hasan. Ia juga menyatakan: saya tidak tahu dari do’a qunut Nabi saw. dalam sholat witir yang lebih baik dari kalimat ini. Menurut riwayat Abu Dawud (1428) bahwasanya Ubai bin Ka’ab ra. menjadi imam – dalam sholat di bulan Romadlon – dia membaca qunut di seperdua yang akhir pada bulan Romadlon, dan perbuatan sahabat itu menjadi hujjah (dasar hukum) atas kesunnahan qunut, sehingga tidak layak diingkari.
Syarat-syarat Adzan
Sedikit menyambung pembahasan minggu lalu terkait adzan, kami rasa ini masih penting dibahas, yaitu terkait syarat-syarat adzan agar bisa kita ketahui bersama.
Adapun syarat-syarat adzan disebut ada beberapa, yaitu.
1. Dikumandangkan saat masuk waktu shalat. Karena itu haram hukumnya untuk adzan sebelum waktunya. Namun di sini ada pengecualian, yaitu adzan sebelum waktu subuh, bahwa ini dibolehkan yaitu pada pertengahan malam kedua, dan juga pada saat Romadlon pada 1/6 terakhir malam. Dalil terkait ini adalah sebagaimana yang telah dilakukan Bilal dan Ibnu Ummi Maktum, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya (Al-Fiqh AL-Islami wa Adillatuhu, juz 1, h. 540)
2. Harus dengan menggunakan bahasa Arab. Maka tidah sah hukumnya adzan dengan bahasa lain seperti bahasa Indonesia
3. Disunnahkan adzan didengar oleh sebagian jama’ah. Karena itu harus lantang dan keras. Termasuk di sini bersuara indah
4. Tertib atau urut lafadz yang diucapkan sesuai dengan yang telah disebutkan
5. Dilakukan oleh satu orang. Karena itu dilarang adzan secara bergantian. Misalnya satu orang membaca takbir awal, lalu dilanjutkan orang lain dengan syahadatnya, dst. Tetapi jika adzan dilakukan oleh lebih dari satu orang dengan berbarengan, maka ini dibolehkan oleh jumhur, kecuali madzhab Maliki
6. Muadzin harus laki-laki, muslim, dan berakal. Di sini dibolehkan adzan anak-anak yang sudah mumayyiz. Karena itu dilarang adzan oleh orang non muslim atau perempuan. Di sini tidak ada syarat muadzin harus sudah baligh atau ‘adil, karena itu sah adzan anak-anak atau orang fasiq, meski madzhab Maliki memakruhkan (Al-Fiqh AL-Islami, juz 1, h. 541-542).
Terkait Adzan 2 Kali dalam Shalat Jumat.
Adzan 2 kali dalam shalat saat ini masuk kategori masalah khilafiyah. Keterangan yang paling jelas soal ini adalah hadist yang diriwayatkan banyak perawi yang berbunyi:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ إِنَّ الْأَذَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرُوا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah berkata, telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri berkata, Aku mendengar As Sa'ib bin Yazid berkata, "Pada mulanya adzan pada hari Jum'at dikumandangkan ketika Imam sudah duduk di atas mimbar. Yaitu apa yang biasa dipraktekkan sejak zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar dan 'Umar? radliallahu 'anhu. Pada masa Khilafah 'Utsman bin 'Affan? radliallahu 'anhu ketika manusia sudah semakin banyak, maka pada hari Jum'at dia mememerintahkan adzan yang ketiga. Sehingga dikumandangkanlah adzan (ketiga) tersebut di Az Zaura'. Kemudian berlakulah urusan tersebut menjadi ketetapan."
Hadist ini diriwayatkan banyak perawi yaitu HR. al-Bukhari, jilid 2, hlm. 314, 316, 317, Abu Dawud, jilid 1, hlm. 171, an-Nasa`i, jilid 1, hlm. 297, at-Tirmidzi, jilid 2, hlm. 392 dan Ibnu Majah, jilid 1, hlm. 228. Juga diriwayatkan oleh asy-Syafi’i, Ibnul Jarud, al-Baihaqi, Ahmad, Ishaq, Ibnu Khuzaimah, ath-Thabrani, Ibnul Munzdir, dll.
Kitab-kitab kuning maupun putih juga sudah banyak membahas soal ini. Intinya bahwa adzan Jumat pada zaman Rasulullah hingga Khalifah Umar bin Khattab hanya sekali dan satunya iqamah (dulu disebut adzan juga). Baru kemudian pada zaman Khalifah Ustman dengan dasar, pertama, jumlah jamaah semakin banyak. Kedua karena jarak yang semakin jauh, maka kemudian ditambahkan satu kali adzan lagi sebagai pemberitahuan (i'lan) bahwa shalat Jumat akan segera dimulai.
Terkait soal adzan yang lebih sekali pada minggu lalu telah dibahas sekilas sesungguhnya. Bahwa dibolehkan adzan lebih sekali sebagaimana yang telah dicontohkan pada zaman Nabi dengan adanya Bilal dan Ibnu Ummi Maktum.
Oleh karena itu, terkait adzan dua kali saat shalat Jumat, keterangan yang cukup gamblang bisa dilihat di dalam Al-iqh Ala Madzahibil Arbaah juz 1, h. 432 dalam Bab Kapan Wajib Bersegera Menuju Shalat Jumat dan Haramnya Jual Beli? Adzan Kedua.
Dijelaskan, bahwa wajib hukumnya untuk bersegera hadir dalam shalat Jumat, sebagaimana bisa kita baca di dalam Surat Al-Jumuah 9, dan pada zaman Nabi Muhammad hanya kumandang adzanlah yang menjadi tanda dan pemberitahuan. Karena itu Utsman kemudian berijtihad dengan menambah adzan sekali saat khotib belum naik ke mimbar, sedangkan adzan sekali lagi saat khotib sudah naik ke mimbar. Dua-duanya dikumandangkan saat waktu shalat telah tiba.
Sebagaimana disebutkan di dalam hadist di atas, hal ini kemudian menjadi ketetapan sampai zaman-zaman sesudahnya fatsabatal amru ala dzalik.
Karena itu dikatakan, bahwa adzan dua kali ini tanpa ada keraguan adalah masyru atau ditetapkan sebagai syariat karena dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada jamaah yang jauh dan banyak sekali. Dan Ustman, termasuk sahabat-sahabat yang hidup pada zaman Ustman dan menyetujui terkait adzan 2 kali ini adalah di antara sahabat-sahabat paling utama yang memahami dasar-dasar agama yang beliau terima langsung dari Rasulullah. Karena itulah tidak disebutkan adanya perbedaan di antara ulama madzhab, terkait adzan 2 kali ini.
*Hukum Adzan Sambil Duduk?
Salah satu kesunahan di dalam melaksanakan adzan adalah berdiri. Dasarnya adalah hadist riwayat Bukhari, Muslim, dan Nasai "Berdirilah lalu adzanlah untuk shalat". (Talkhisul Habir juz 1 h. 203).
Karena itu tidak dibolehkan adzan sambil duduk kecuali ada udzur. Sementara hukum adzan sambil duduk disebutkan makruh (Al-fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu juz 1 h. 542) seperti halnya membelakangi kiblat.
Kecuali adzannya untuk diri sendiri, maka itu dibolehkan sambil duduk, menurut madzhab Hanafi. Makruh juga hukumnya adzan di atas kendaraan saat bepergian. (Al-Mausuah Al-fiqhiyyah juz 2 h. 368)
Demikian semoga bermanfaat .
Wallaahu A'lam Bish Showaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar