Setelah Allah SWT menciptakan bumi dengan gunung-gunungnya,
laut-lautannya dan tumbuh – tumbuhannya, menciptakan langit dengan
mataharinya, bulan dan bintang-bintangnya yang bergemerlapan menciptakan
malaikat-malaikatnya ialah sejenis makhluk halus yang diciptakan untuk
beribadah menjadi perantara antara Zat Yang Maha Kuasa dengan
hamba-hamba terutama para rasul dan nabinya maka tibalah kehendak Allah
SWT untuk menciptakan sejenis makhluk lain yang akan menghuni dan
mengisi bumi memeliharanya menikmati tumbuh-tumbuhannya, mengelola
kekayaan yang terpendam di dalamnya dan berkembang biak turun-temurun
waris-mewarisi sepanjang masa yang telah ditakdirkan baginya.
Para malaikat ketika diberitahukan oleh Allah SWT akan kehendak-Nya
menciptakan makhluk lain itu, mereka khawatir kalau-kalau kehendak Allah
menciptakan makhluk yang lain itu, disebabkan kelalaian mereka dalam
ibadah dan menjalankan tugas atau karena pelanggaran yang mereka lakukan
tanpa disadari. Berkata mereka kepada Allah SWT : “Wahai Tuhan
kami!Buat apa Tuhan menciptakan makhluk lain selain kami, padahal kami
selalu bertasbih, bertahmid, melakukan ibadah dan mengagungkan nama-Mu
tanpa henti-hentinya, sedang makhluk yang Tuhan akan ciptakan dan
turunkan ke bumi itu, niscaya akan bertengkar satu dengan lain, akan
saling bunuh-membunuh berebutan menguasai kekayaan alam yang terlihat
diatasnya dan terpendam di dalamnya, sehingga akan terjadilah kerusakan
dan kehancuran di atas bumi yang Tuhan ciptakan itu.”
Allah berfirman, menghilangkan kekhawatiran para malaikat itu:
“Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui dan Aku sendirilah yang
mengetahui hikmat penguasaan Bani Adam atas bumi-Ku.Bila Aku telah
menciptakannya dan meniupkan roh kepada nya,bersujudlah kamu di hadapan
makhluk baru itu sebagai penghormatan dan bukan sebagai sujud
ibadah,karena Allah s.w.t. melarang hamba-Nya beribadah kepada sesama
makhluk-Nya.”
Kemudian diciptakanlah Adam oleh Allah SWT dari segumpal tanah liat,
kering dan lumpur hitam yang berbentuk. Setelah disempurnakan bentuknya
ditiupkanlah roh ciptaan Tuhan ke dalamnya dan berdirilah ia tegak
menjadi manusia yang sempurna.
Iblis membangkang dan enggan mematuhi perintah Allah seperti para
malaikat yang lain, yang segera bersujud di hadapan Adam sebagai
penghormatan bagi makhluk Allah yang akan diberi amanat menguasai bumi
dengan segala apa yang hidup dan tumbuh di atasnya serta yang terpendam
di dalamnya. Iblis merasa dirinya lebih mulia, lebih utama dan lebih
agung dari Adam, karena ia diciptakan dari unsur api, sedang Adam dari
tanah dan lumpur. Kebanggaannya dengan asal usulnya menjadikan ia
sombong dan merasa rendah untuk bersujud menghormati Adam seperti para
malaikat yang lain, walaupun diperintah oleh Allah.
Tuhan bertanya kepada Iblis : “Apakah yang mencegahmu sujud menghormati sesuatu yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?”
Iblis menjawab : “Aku adalah lebih mulia dan lebih unggul dari dia.
Engkau ciptakan aku dari api dan menciptakannya dari lumpur.”
Karena kesombongan, kecongkakan dan pembangkangannya melakukan sujud
yang diperintahkan, maka Allah menghukum Iblis dengan mengusir dari
syurga dan mengeluarkannya dari barisan malaikat dengan disertai kutukan
dan laknat yang akan melekat pada dirinya hingga hari kiamat. Di
samping itu ia dinyatakan sebagai penghuni neraka.
Iblis dengan sombongnya menerima dengan baik hukuman Tuhan itu dan ia
hanya mohon agar kepadanya diberi kesempatan untuk hidup kekal hingga
hari kebangkitan kembali di hari kiamat. Allah meluluskan permohonannya
dan ditangguhkanlah ia sampai hari kebangkitan, tidak berterima kasih
dan bersyukur atas pemberian jaminan itu, bahkan sebaliknya ia mengancam
akan menyesatkan Adam, sebagai sebab terusirnya dia dari syurga dan
dikeluarkannya dari barisan malaikat, dan akan mendatangi anak-anak
keturunannya dari segala sudut untuk memujuk mereka meninggalkan jalan
yang lurus dan bersamanya menempuh jalan yang sesat, mengajak mereka
melakukan maksiat dan hal-hal yang terlarang, menggoda mereka supaya
melalaikan perintah-perintah agama dan mempengaruhi mereka agar tidak
bersyukur dan beramal soleh.
Kemudian Allah berfirman kepada Iblis yang terkutuk itu:
“Pergilah engkau bersama pengikut-pengikutmu yang semuanya akan menjadi
isi neraka Jahanam dan bahan bakar neraka. Engkau tidak akan berdaya
menyesatkan hamba-hamba-Ku yang telah beriman kepada Ku dengan sepenuh
hatinya dan memiliki aqidah yang mantap yang tidak akan tergoyah oleh
rayuanmu walaupun engkau menggunakan segala kepandaianmu menghasut dan
memfitnah.”
Allah hendak menghilangkan anggapan rendah para malaikat terhadap Adam
dan menyakinkan mereka akan kebenaran hikmat-Nya menunjuk Adam sebagai
penguasa bumi, maka diajarkanlah kepada Adam nama-nama benda yang berada
di alam semesta, kemudian diperagakanlah benda-benda itu di depan para
malaikat seraya: “Cobalah sebutkan bagi-Ku nama benda-benda itu, jika
kamu benar merasa lebih mengetahui dan lebih mengerti dari Adam.”
Para malaikat tidak berdaya memenuhi tentangan Allah untuk menyebut
nama-nama benda yang berada di depan mereka.Mereka mengakui
ketidak-sanggupan mereka dengan berkata : “Maha Agung Engkau!
Sesungguhnya kami tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu kecuali apa
yang Tuhan ajakan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana.”
Adam lalu diperintahkan oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama itu
kepada para malaikat dan setelah diberitahukan oleh Adam, berfirmanlah
Allah kepada mereka : “Bukankah Aku telah katakan padamu bahawa Aku
mengetahui rahsia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan
dan apa yang kamu sembunyikan.”
Adam diberi tempat oleh Allah di syurga dan baginya diciptakanlah Hawa
untuk mendampinginya dan menjadi teman hidupnya, menghilangkan rasa
kesepiannya dan melengkapi keperluan fitrahnya untuk mengembangkan
keturunan. Menurut cerita para ulama Hawa diciptakan oleh Allah dari
salah satu tulang rusuk Adam yang disebelah kiri diwaktu ia masih tidur
sehingga ketika ia terjaga, ia melihat Hawa sudah berada di sampingnya.
ia ditanya oleh malaikat : “Wahai Adam! Apa dan siapakah makhluk yang
berada di sampingmu itu?”
Berkatalah Adam : “Seorang perempuan.”Sesuai dengan fitrah yang telah
diilhamkan oleh Allah kepadanya”. ” Siapa namanya? “ tanya malaikat
lagi. “Hawa”, jawab Adam. “Untuk apa Tuhan menciptakan makhluk ini?”
,tanya malaikat lagi.
Adam menjawab : “Untuk mendampingiku,memberi kebahagian bagiku dan mengisi keperluan hidupku sesuai dengan kehendak Allah.”
Allah berpesan kepada Adam : “Tinggallah engkau bersama isterimu di
syurga,rasakanlah kenikmatan yang berlimpah-limpah didalamnya, rasailah
dan makanlah buah-buahan yang lazat yang terdapat di dalamnya sepuas
hatimu dan sekehendak nasfumu. Kamu tidak akan mengalami atau merasa
lapar, dahaga ataupun letih selama kamu berada di dalamnya. Akan tetapi
Aku ingatkan janganlah makan buah dari pohon ini yang akan menyebabkan
kamu celaka dan termasuk orang-orang yang zalim. Ketahuilah bahawa Iblis
itu adalah musuhmu dan musuh isterimu,ia akan berusaha membujuk kamu
dan menyeret kamu keluar dari syurga sehingga hilanglah kebahagiaan yang
kamu sedang nikmat ini.”
Cerita Nabi Idris Alahi Salam
Beliau keturunan ketujuh dari Nabi Adam AS. Meskipun demikian ia menjadi
Nabi dan Rasul kedua setelah Nabi Adam AS. Nabi Idris AS memimpin ummat
yang masih termasuk keturunan Qobil. Ummat ini pada waktu itu banyak
yang rusak akhlaknya, sehingga Allah SWT menunjuk Nabi Idris AS sebagai
Nabi dan Rasul-Nya.
Allah pun memberikan mukjizat kepadanya berupa kepandaian di segala bidang. Diantara mukjizat Nabi Idris adalah sebagai berikut:
1. Hebat dalam menunggang kuda. Pada waktu itu sedikit orang yang dapat menunggang kuda.
2. Dapat menulis. Pada waktu itu tidak ada ummatnya yang dapat menulis.
3. Dapat menjahit pakaian. Pada waktu itu, belum ada yang mampu menjahit pakaian.
Nabi Idris mendapat kitab dari Allah SWT sebanyak 30 Shohifah. Dalam
kitab ini berisi ajaran kebenaran seperti halnya AL Qur’an. Kitab itu
merupakan petunjuk yang disampaikan kepada ummatnya. Sehingga ummatnya
yang sudah rusak akhlaknya sedikit demi sedikit kembali ke jalan yang
benar.
Nabi Idris AS juga mendapat gelar “Asadul Usud” yang berarti Singa
karena beliau tidak pernah berputus asa dalam menjalan tugasnya sebagai
seorang Nabi. Ia tidak pernah takut menghadapi ummatnya yang kafir.
Meskipun demikian ia tidak pernah sombong. Ia bersifat pema’af.
Tidak banyak keterangan yang didapati tentang kisah Nabi Idris di dalam
Al-Quran maupun dalam kitab-kitab Tafsir dan kitab-kitab sejarah
nabi-nabi. Di dalam Al-Quran hanya terdpt dua ayat tentang Nabi Idris
iaitu dalam surah Maryam ayat 56 dan 57:
“Dan ceritakanlah { hai Muhammad kepada mereka , kisah } Idris yang
terdpt tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
sangat membenarkan dan seorang nabi. 57 – Dan Kami telah mengangkatnya
ke martabat yang tinggi.” { Maryam : 56 – 57 }
Nabi Idris adalah keturunan keenam dari Nabi Adam putera dari Yarid bin
Mihla’iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S. dan adalah
keturunan pertama yang dikurniai kenabian menjadi Nabi setelah Adam dan
Syith. Nabi Idris menurut sementara riwayat bermukim di Mesir di mana ia
berdakwah untuk agama Allah mengajarkan tauhid dan beribadat menyembah
Allah serta memberi beberapa pendoman hidup bagi pengikut-pengikutnya
agar selamat dari siksaan di akhirat dan kehancuran serta kebinasaan di
dunia. Ia hidup sampai usia 82 tahun.
Diantara beberapa nasihat dan kata-kata mutiaranya ialah :
1. Kesabaran yang disertai iman kepada Allah membawa kemenangan.
2. Orang yang bahagia ialah orang yang berwaspada dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan amal-amal solehnya.
3. Bila kamu memohon sesuatu kepada Allah dan berdoa maka ikhlaskanlah niatmu demikian pula puasa dan solatmu.
4. Janganlah bersumpah dalam keadaan kamu berdusta dan janganlah
menuntup sumpah dari orang yang berdusta agar kamu tidak menyekutui
mereka dalam dosa.
5. Taatlah kepada raja-rajamu dan tunduklah kepada pembesar-pembesarmu
serta penuhilah selalu mulut-mulutmu dengan ucapan syukur dan puji
kepada Allah.
6. Janganlah iri hati kepada orang-orang yang baik nasibnya, karena
mereka tidak akan banyak dan lama menikmati kebaikan nasibnya.
7. Barang siapa melampaui kesederhanaan tidak sesuatu pun akan memuaskannya.
8. Tanpa membagi-bagikan nikmat yang diperolehnya seorang tidak dpt
bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diperolehinya itu.
Dalam hubungan dengan firman Allah bahawa Nabi Idris diangkat kemartabat
tinggi Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan bahawa Nabi Idris
wafat tatkala berada di langit keempat dibawa oleh seorang Malaikat
Wallahu a’alam bissawab
Kisah Nabi Idris AS Melihat Surga dan Neraka
Setiap hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu
kali, sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau
membawa saya melihat surga dan neraka?”
“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.
Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.
“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.
“Terus terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi
mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris
menjelaskan alasannya.
Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan.
Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan
menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi
Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu.
Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada
pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.
Dengan tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu.
Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata
Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat
tampan.
Wajah Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah.
Siapapun akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah
lembut ia mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang
mulia itu.
Waktu melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena
terpesona. Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi
Idris terpukau tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah
di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris
beulang-ulang.
Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di
pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan
perak. Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon
buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.
Waktu berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka
adalah para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat
tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.
Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”
“Silahkan minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael.
Pelayan surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat
dari emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia
amat bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa
enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu.
“Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap
syukur berulang-ulang.
Setelah puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk
kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah
terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.
“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.
“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal
ibadah di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para
Nabi dan orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.
“Tapi Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah
mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris
menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian.
Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.
Firman Allah:
“Dan ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang
yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya
ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).
Pada saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke
langit, beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad
kepada Jibril yang mendampinginya waktu itu.
“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah
tentang Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta
Surat Maryam ayat 56 dan 57
Cerita Nabi Nuh alaihi salam
Setelah beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran
di sekitar kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak
bergairah. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan sesuai dengan hukum
umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang
dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan, meskipun kali
ini terulang secara berbeda.
Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari
kakek-kakek kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian
mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan
Nasr. Setelah kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari
mereka, dalam rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap
mereka. Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang memahat patung
itu mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati,
dan datanglah cucu-cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan
khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahwa
patung-patung itu memiliki kekuatan khusus.
Di sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada
manusia bahwa berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat
mendatangkan manfaat dan menolak bahaya sehingga akhirnya manusia
menyembah berhala-berhala itu. Kami tidak mengetahui sumber yang
terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan ketika penyembahan
terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami mengetahui hukum umum yang
tidak pernah berubah ketika manusia mulai cenderung kepada syirik.
Dalam situasi seperti itu, kejahatan akan memenuhi bumi dan akal manusia
akan kalah, serta akan meningkatnya kezaliman dan banyaknya orang-orang
yang teraniaya. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Alhasil, kehidupan manusia semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim.
Situasi demikian ini pasti terjadi ketika manusia menyembah selain Allah
SWT, baik yang disembah itu berhala dari batu, anak sapi dari emas,
penguasa dari manusia, sistem dari berbagai sistem, mazhab dari berbagai
mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab satu-satunya yang menjamin
persamaan di antara manusia adalah, saat mereka hanya menyembah Allah
SWT dan saat Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang membuat
undang-undang bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada
seorang yang mengklaim, atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang
ketuhanan maka manusia akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka
sepenuhnya.
Penyembahan kepada selain Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah tragedi
yang dapat menghilangkan kebebasan, namun pengaruh buruknya dapat
merembet ke akal manusia dan dapat mengotorinya. Sebab, Allah SWT
menciptakan manusia agar dapat mengenal-Nya dan menjadikan akalnya
sebagai permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan ilmu yang
paling penting adalah kesadaran bahwa Allah SWT semata sebagai Pencipta,
dan selain-Nya adalah makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar
pertama yang harus ada sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka
bumi.
Ketika akal manusia kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah
SWT maka manusia akan tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang mengalami
kemajuan secara materi karena ia berhasil melalui jalan-jalan kemajuan,
meskipun ia tidak beriman kepada Allah SWT, namun kemajuan materi ini
yang tidak disertai dengan pengenalan kepada Allah SWT akan menjadi
siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun, karena ia pada akhirnya
akan menghancurkan manusia itu sendiri. Ketika manusia menyembah selain
Allah SWT maka akan meningkatlah penderitaan kehidupan dan kefakiran
manusia. Terdapat hubungan kuat antara kehinaan manusia dan kefakiran
mereka, serta tidak berimannya mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman:
"Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. " (QS.
al-A'raf: 96)
Demikianlah, bahwa kufur kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya akan
menyebabkan hilangnya kebebasan dan hancurnya akal serta meningkatnya
kefakiran, serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang mulia. Dalam
situasi seperti ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya
kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya tidak
terpengaruh oleh polusi kolektif, yang menyembah selain Allah SWT. Allah
SWT memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.
Nuh membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan
kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di zamannya. Ia bukan seorang
raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan bukan juga
orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui bahwa kebesaran
tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan. Tiga
hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina.
Namun kebesaran terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan
kemampuan akal untuk mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki
semua itu, bahkan lebih dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang
mengingat dengan baik perjanjian Allah SWT dengan Nabi Adam dan
anak-anaknya, ketika Dia menciptakan mereka di alam atom. Berdasarkan
fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya pada manusia.
Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di
antara mereka ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim, ada
juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang
paling dalam, seperti Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang
beribadah kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi Muhammad
saw.
Terdapat sebab lain berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia
bangun, tidur, makan, minum, atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar,
ia selalu bersyukur kepada Allah SWT dan memuji-Nya, serta mengingat
nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah SWT
berkata tentang Nuh:
"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3)
Allah SWT memilih hamba-Nya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi
pada kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut
kamu akan ditimpa azab hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59)
Dengan kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan hakikat
ketuhanan kepada kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana hanya ada
satu Pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat kematian, kemudian
kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari yang besar yang di dalamnya
terdapat siksaan yang besar.
Nabi Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahwa mustahil terdapat selain Allah
Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka,
bahwa setan telah lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk
menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada mereka, bahwa Allah SWT
telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka, memberi mereka
rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka. Manusia mendengarkan
dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup mengguncangkan
jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di situ ada
seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun.
Barangkali ia akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk
menyelamatkannya.
Akar-akar kejahatan yang ada di bumi mendengar dan merasakan ketakutan.
Pilar-pilar kebencian terancam dengan cinta ini yang dibawa oleh Nabi
Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya terpecah menjadi dua
kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir, dan orang-orang
yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan dakwah Nabi
Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok orang-orang kaya,
orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah
Nabi Nuh dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai
kesempatan, mereka mulai melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh.
Mula-mula mereka menuduh bahwa Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti
mereka:
"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak
melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti
kami.'" (QS. Hud: 27)
Dalam tafsir al-Quturbi disebutkan: "Masyarakat yang menentang dakwahnya
adalah para pembesar dari kaumnya. Mereka dikatakan al-Mala' karena
mereka seringkali berkata. Misalnya mereka berkata kepada Nabi Nuh:
"Wahai Nuh, engkau adalah manusia biasa." Padahal Nabi Nuh juga
mengatakan bahwa ia memang manusia biasa. Allah SWT mengutus seorang
rasul dari manusia ke bumi karena bumi dihuni oleh manusia. Seandainya
bumi dihuni oleh para malaikat niscaya Allah SWT mengutus seorang rasul
dari malaikat.
Berlanjutlah peperangan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh.
Mula-mula, rezim penguasa menganggap bahwa dakwah Nabi Nuh akan mati
dengan sendirinya, namun ketika mereka melihat bahwa dakwahnya menarik
perhatian orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan pekerja-pekerja
sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini. Mereka
menyerangnya melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya: "Tiada
yang mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang-orang lemah serta
orang-orang hina."
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata):
'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar
kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan
ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah
pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak
melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina
dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu
memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa
kamu adalah orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)
Demikianlah telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para
bangsawan dari kaumnya. Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih
persamaan dan mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, jika
engkau ingin kami beriman kepadamu maka usirlah orang-orang yang
beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang lemah dan
orang-orang yang fakir, sementara kami adalah kaum bangsawan dan
orang-orang kaya di antara mereka. Dan mustahil engkau menggabungkan
kami bersama mereka dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh mendengarkan
apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la mengetahui
bahwa mereka menentang. Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan baik.
Ia memberitahukan kepada kaumnya bahwa ia tidak dapat mengusir
orang-orang mukmin, karena mereka bukanlah tamu-tamunya namun mereka
adalah tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan terletak dalam rumahnya di mana
masuk di dalamnya orang-orang yang dikehendakinya dan terusir darinya
orang-orang yang dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam rumah
Allah SWT di mana Dia menerima siapa saja yang dikehendaki-Nya di
dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Berkata Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti
yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi
rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu
menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? Dan (dia berkata):
'Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah)
bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan
mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan
bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang
tidak mengetahui.' Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang dapat
menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkan
kamu mengambil pelajaran?' Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa):
'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku
tidak mengetahui hal yang gaib, dan tidak pula aku mengatakan:
'Sesungguhnya aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku mengatakan kepada
orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah
tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui
apa yang ada pada mereka. Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar
termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. Hud: 28-31)
Nuh mematahkan semua argumentasi orang-orang kafir dengan logika para
nabi yang mulia. Yaitu, logika pemikiran yang sunyi dari kesombongan
pribadi dan kepentingan-kepentingan khusus. Nabi Nuh berkata kepada
mereka bahwa Allah SWT telah memberinya agama, kenabian, dan rahmat.
Sedangkan mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah SWT kepadanya.
Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk mempercayai apa yang
disampaikannya saat mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada Tuhan selain
Allah) tidak dapat dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada
mereka bahwa ia tidak meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia
tidak meminta harta dari mereka sehingga memberatkan mereka.
Sesungguhnya ia hanya mengharapkan pahala (imbalan) dari Allah SWT.
Allahlah yang memberi pahala kepadanya. Nabi Nuh menerangkan kepada
mereka bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang yang beriman kepada
Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia memiliki keterbatasan dan
keterbatasan itu adalah tidak diberikannya hak baginya untuk mengusir
orang-orang yang beriman karena dua alasan. Bahwa mereka akan bertemu
dengan Alllah SWT dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia
akan mengusir orang yang beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya
ia mengusir mereka, maka mereka akan menentangnya di hadapan Allah SWT.
Ini berakibat pada pemberian pahala dari Allah SWT atas keimanan mereka
dan balasan-Nya atas siapa pun yang mengusir mereka. Maka siapakah yang
dapat menolong Nabi Nuh dari siksa Allah SWT seandainya ia mengusir
mereka?
Demikianlah Nabi Nuh menunjukkan bahwa permintaan kaumnya agar ia
mengusir orang-orang mukmin adalah tindakan bodoh dari mereka. Nabi Nuh
kembali menyatakan bahwa ia tidak dapat melakukan sesuatu yang di luar
wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan kerendahannya dan
kepatuhannya kepada Allah SWT.
Ia tidak dapat melakukan sesuatu yang merupakan bagian dari kekuasaan
Allah SWT, yaitu pemberian nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang
dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui ilmu gaib, karena ilmu gaib hanya
khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga memberitahukan kepada mereka
bahwa ia bukan seorang raja, yakni kedudukannya bukan seperti kedudukan
para malaikat. Sebagian ulama berargumentasi dari ayat ini bahwa para
malaikat lebih utama dari pada para nabi (silakan melihat tafsir
Qurthubi).
Nabi Nuh berkata kepada mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian
pandang sebelah mata, dan kalian hina dari orang-orang mukmin yang
kalian remehkan itu, sesungguhnya pahala mereka itu tidak sirna dan
tidak berkurang dengan adanya penghinaan kalian terhadap mereka. Sungguh
Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada dalam diri mereka. Dialah
yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah menganiaya diriku sendiri
seandainya aku mengatakan bahwa Allah tidak memberikan kebaikan kepada
mereka."
Kemudian rezim penguasa mulai bosan dengan debat ini yang disampaikan
oleh Nabi Nuh. Allah SWT menceritakan sikap mereka terhadap Nabi Nuh
dalam flrman-Nya:
"Mereka berkata: 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan
kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka
datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar.' Nuh menjawab: 'Hanyalah Allah yang
akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu
sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat
kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu,
sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)
Nabi Nuh menambahkan bahwa mereka tersesat dari jalan Allah SWT.
Allahlah yang menjadi sebab terjadinya segala sesuatu, namun mereka
memperoleh kesesatan disebabkan oleh ikhtiar mereka dan kebebasan mereka
serta keinginan mereka. Dahulu iblis berkata:
"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)
Secara zahir tampak bahwa makna ungkapan itu berarti Allahlah yang
menyesatkannya, padahal hakikatnya adalah bahwa Allah SWT telah
memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta
pertanggungjawabannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan
al-Qadhariyah, al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahwa
keinginan manusia cukup sebagai kekuatan untuk melakukan perbuatannya,
baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan. Karena bagi mereka, manusia
adalah pencipta perbuatannya. Dalam hal itu, ia tidak membutuhkan
Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka secara mutlak. Kami
berpendapat bahwa manusia memang menciptakan perbuatannya namun ia
membutuhkan bantuan Tuhannya dalam melakukannya.
Alhasil, Allah SWT mengerahkan setiap makhluk sesuai dengan arah
penciptaannya, baik pengarahann itu menuju kebaikan atau keburukan. Ini
termasuk kebebasan sepenuhnya. Manusia memilih dengan kebebasannya
kemudian Allah SWT mengerahkan jalan menuju pilihannya itu. Iblis
memilih jalan kesesatan maka Allah SWT mengerahkan jalan kesesatan itu
padanya, sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh memilih jalan
yang sama maka Allah pun mengerahkan jalan itu pada mereka.
Peperangan pun berlanjut, dan perdebatan antara orang-orang kafir dan
Nabi Nuh semakin melebar, sehingga ketika argumentasi-argumentasi mereka
terpatahkan dan mereka tidak dapat mengatakan sesuatu yang pantas,
mereka mulai keluar dari batas-batas adab dan berani mengejek Nabi
Allah.
"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata." (QS. al-A'raf: 60)
Nabi Nuh menjawab dengan menggunakan sopan-santun para nabi yang agung.
"Nuh menjawab: 'Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi
aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu
amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan aku
mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al-A'raf:
61-62)
Nabi Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu demi
waktu, hari demi hari, dan tahun demi tahun. Berlalulah masa yang
panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak kaumnya. Nabi Nuh berdakwah
kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan,
bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada mereka. Ia menjelaskan
kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya di
dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT,
mereka lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah SWT
mengampuni mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga
mereka dan mereka menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT
menceritakan apa yang dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam
dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari
kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau
mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam
telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap
(mengingkari) dan menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian
sesungguhnya aku telah menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan,
kemudian aku menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan
diam-diam, maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12)
Namun apa jawaban kaumnya?
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan
telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah
kepadanya melainkan kerugian belaka. Mereka telah melakukan tipu-daya
yang amat besar. Dan mereka berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali
meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq, dan nasr. Dan
sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah
Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'" (QS.
Nuh: 21-24)
Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia
tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. " (QS.
aPAnkabut: 14)
Sayangnya, jumlah kaum mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah kaum
kafir justru bertambah. Nabi Nuh sangat sedih namun ia tidak sampai
kehilangan harapan. la senantiasa mengajak kaumnya dan berdebat dengan
mereka. Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan kesombongan,
kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih terhadap kaumnya
namun ia tidak sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan selama 950
tahun. Tampak bahwa usia manusia sebelum datangnya topan cukup panjang.
Dan barangkali usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus
baginya.
Datanglah hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa
orang-orang yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah
SWT mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas tindakan mereka.
Maka pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir dihancurkan.
la berkata:
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26)
Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan:
"Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan
menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak
yang berbuat maksiat dan kafir. " (QS. Nuh: 27)
Allah SWT berfirman dalam surah Hud:
"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasannya sekali-kali tidak akan beriman
di antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman saja, karena
itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka
kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu
Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang
lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37)
Kemudian Allah SWT menetapkan hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu
datangnya angin topan. Allah SWT memberitahu Nuh, bahwa ia akan membuat
perahu ini dengan "pengawasan Kami dan wahyu kami," yakni dengan ilmu
Allah SWT dan pengajaran-Nya, serta sesuai dengan pengarahan-Nya dan
bantuan para malaikat.
Allah SWT menetapkan perintah-Nya kepada Nuh:
"Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim
itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)
Allah SWT menenggelamkan orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan
mereka dan apa pun kedekatan mereka dengan Nabi. Allah SWT melarang
Nabi-Nya untuk berdialog dengan mereka atau menengahi urusan mereka.
Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk membuat perahu darinya. Ia menunggu
beberapa tahun, kemudian ia memotong apa yang ditanamnya dan mulai
merakitnya. Akhirnya, jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan kuat.
Para mufasir berbeda pendapat tentang besarnya perahu itu, bentuknya,
masa pembuatannya, tempat pembuatannya dan lain-lain. Berkenaan dengan
hal tersebut Fakhrur Razi berkata: "Ketahuilah bahwa pembahasan ini
tidak menarik bagiku karena ia merupakan hal-hal yang tidak perlu
diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya mendatangkan
manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati Fakhrur Razi
yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak mengetahui
hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan kepada
kita tentang hal itu. Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat,
berapa panjangnya atau lebarnya, dan kita secara pasti tidak mengetahui
selain tempat yang ditujunya setelah ia berlabuh.
Allah SWT tidak memberikan keterangan secara detail berkenaan dengan hal
tersebut yang tidak memberikan kepentingan pada kandungan cerita dan
tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai membangun perahu, lalu
orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam keadaan serius membuat
perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di sana tidak
terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan berlayar
wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang
memungkinkan bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila!
Orang-orang kafir semakin tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek
Nabi Nuh.
Puncak pertentangan dalam kisah Nabi Nuh tampak dalam masa ini.
Kebatilan mengejek kebenaran dan cukup lama menertawakan kebenaran.
Mereka menganggap bahwa dunia adalah milik mereka dan bahwa mereka akan
selalu mendapatkan keamanan dan bahwa siksa tidak akan terjadi. Namun
anggapan mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin topan
menjungkirbalikkan semua perkiraan mereka. Saat itu, orang-orang mukmin
mengejek balik orang-orang kafir dan ejekan mereka adalah kebenaran.
Allah SWT berfirman:
"Dan mulailah Nuh membuat bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya
berjalan metewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kamu
mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana
kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan
ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan ditimpa azab yang
kekal." (QS. Hud: 38-39)
Selesailah pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah
SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa jika ada yang mempunyai dapur,
maka ini sebagai tanda dimulainya angin topan. Di sebutkan bahwa
tafsiran dari at-Tannur ialah oven (alat untuk memanggang roti) yang ada
di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari maka itu
merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari
tannur itu mulai menunjukkan tanda-tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh,
lalu Nabi Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin
untuk menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung,
binatang buas, binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan
lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi Nuh telah membuat kandang binatang
buas.
Jibril menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar setiap
spesies binatang tidak punah dari muka bumi. Ini berarti bahwa angin
topan telah menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak demikian maka buat
apa ia harus mengangkut jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang
mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang beriman dari kaumnya.
Jumlah orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT berfirman:
"Hingga apabila perintah Kami datang dan tannur telah memancarkan air,
Kami berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing
binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang
terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkanlah pula) orang-orang yang
beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit. " (QS. Hud:
40)
Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki
perahu, dan salah satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan
menampakkan keimanan di depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut
menaikinya. Mayoritas manusia saat itu tidak beriman sehingga mereka
tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi lautan
bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari kaum
Nabi Nuh yang beriman kepadanya."
Air mulai meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah
pun di bumi kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah
hujan yang sangat deras yang belum pernah turun hujan dengan curah
seperti itu di bumi, dan tidak akan ada hujan seperti itu sesudahnya.
Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu bumi.
Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga bola bumi
untuk pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola air.
Allah SWT berfirman:
"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang
tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka
bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.
Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku.
(QS. al-Qamar: 11-13)
Air meninggi di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon,
bahkan puncak gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air.
Ketika mula-mula datang topan, Nabi Nuh memanggil-manggil putranya.
Putranya itu berdiri agak jauh darinya. Nabi Nuh memanggilnya dan
berkata:
"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)
Anak itu menjawab ajakan ayahnya:
"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS. Hud: 43)
Nabi Nuh kembali menyerunya:
"Tidak add yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya. " (QS. Hud: 43)
Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan anaknya.
"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu
termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)
Perhatikanlah ungkapan AI-Qur'an al-Karim: Dan gelombang menjadi
penghalang antara keduanya. Ombak tiba-tiba mengakhiri dialog mereka.
Nabi Nuh mencari, namun ia tidak mendapati anaknya. Ia tidak menemukan
selain gunung ombak yang semakin meninggi dan meninggi bersama perahu
itu. Nabi Nuh ddak dapat melihat segala sesuatu selain air. Allah SWT
berkehendak—sebagai rahmat dari-Nya—untuk menenggelamkan si anak jauh
dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si
ayah. Anak Nabi Nuh mengira bahwa gunung akan mencegahnya dari kejaran
air namun ia pun terkejar dan tenggelam. Angin topan terus berlanjut dan
terus membawa perahu Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat,
pemandangan tertuju kepada bumi yang telah musnah sehingga tiada
kehidupan kecuali sebagian kayu yang darinya Nabi Nuh membuat perahu di
mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu juga berbagai binatang
yang ikut bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita untuk
membayangkan kedahsyatan topan itu. Yang jelas, ia menunjukkan kekuasaan
Pencipta. Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana
gunung. Sebagian ilmuwan meyakini bahwa terpisahnya beberapa benua dan
terbentuknya bumi dalam rupa seperti sekarang adalah sebagai akibat dari
topan yang dahulu.
Topan yang dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman
di mana kita tidak dapat mengetahui batasnya. Kemudian datanglah
perintah Ilahi agar langit menghentikan hujannya dan agar bumi tetap
tenang dan menelan air itu, dan agar kayu-kayu perahu berlabuh di
al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang mengatakan
bahwa ia adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya perintah
Ilahi, bumi kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. Topan telah
menyucikan bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:
"Dan difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan)
berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan
bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah
orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44)
Dan air pun disurutkan, yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah
bumi. Segala urusan telah diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur
sepenuhnya. Dikatakan bahwa Allah SWT me-mandulkan rahim-rahim wanita
selama empat puluh tahun sebelum datangnya topan, karena itu tidak ada
yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil.
Firman-Nya: Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit judi, yakni ia
berlabuh di atasnya. Di sebutkan bahwa hari itu bertepatan dengan hari
Asyura' (hari kesepuluh dari bulan Muharam). Lalu Nabi Nuh berpuasa dan
memerintahkan orang-orang yang bersamanya untuk berpuasa juga.
Dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi
mereka. Topan menyucikan bumi dari mereka dan membersihkannya. Lenyaplah
peristiwa yang mengerikan dengan lenyapnya topan. Dan berpindahlah
pergulatan dari ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat anaknya yang
tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui saat itu bahwa anaknya menjadi
kafir. Ia menganggap bahwa anaknya sebagai seorang mukmin yang memilih
untuk menyelamatkan diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun
ombak telah mengakhiri percakapan keduanya sebelum mereka
menyelesaikannya. Nabi Nuh tidak mengetahui seberapa jauh bagian
keimanan yang ada pada anaknya. Lalu bergeraklah naluri kasih sayang
dalam hati sang ayah. Allah SWT berfirman:
"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau
itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. " (QS.
Hud: 45)
Nuh ingin berkata kepada Allah SWT bahwa anaknya termasuk dari
keluarganya yang beriman dan Dia menjanjikan untuk menyelamatkan
keluarganya yang beriman. Allah SWT berkata dan menjelaskan kepada Nuh
keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan
akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu,
janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui
(hakikatnya). Aku memperingatkan kepa-damu supaya kamu jangan termasuk
orang-orang yang tidak berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46)
Al-Qurthubi berkata—menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama—ini
adalah pendapat yang kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni
bersama Nabi Nuh dan dalam dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh tidak
berkata kepada Tuhannya: "Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku,"
kecuali karena ia memang menampakkan hal yang demikian kepadanya. Sebab,
mustahil ia meminta kehancuran orang-orang kafir kemudian ia meminta
agar sebagian mereka diselamatkan."
Anaknya menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Lalu Allah
SWT memberitahukan kepada Nuh ilmu gaib yang khusus dimiliki-Nya. Yakni
Allah SWT memberitahunya keadaan sebenarnya dari anaknya. Allah SWT
ketika menasihatinya agar jangan sampai ia menjadi orang-orang yang
tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya anggapan bahwa anaknya
beriman kemudian mati bersama orang-orang kafir.
Di sana terdapat pelajaran penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang
mulia itu, yang menceritakan kisah Nabi Nuh bersama anaknya. Allah SWT
ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia bahwa anaknya bukan termasuk
keluarganya karena ia tidak beriman kepada Allah SWT. Hubungan darah
bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak seorang nabi adalah
anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan nabi, dan
bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika
demikian seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini
juga harus di teguhkan hubungan sesama akidah di antara orang-orang
mukmin. Adalah tidak benar jika hubungan sesama mereka dibangun
berdasarkan darah, ras, warna kulit, atau tempat tinggal.
Nabi Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya.
Kemudian Allah SWT merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun dari
perahu dalam keadaan dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT dan
penjagaan-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau
dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui
(hakikatnya). Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan
(tidak) menaruh mbelas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk
orang-orang yang merugi. " (QS. Hud: 47) "Difirmankan: 'Hai Nuh,
turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas
umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud:
48)
Nabi Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan
binatang-binatang buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu,
orangorang mukmin juga tumn. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah
dan bersujud. Saat itu bumi masih basah karena pengaruh topan. Nabi Nuh
bangkit setelah salatnya dan menggali pondasi untuk membangun tempat
ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat menyalakan
api dan duduk-duduk di sekelilinginya. Menyalakan api sebelumnya di
larang di dalam perahu karena dikhawatirkan api akan menyentuh
kayu-kayunya dan membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka yang
memakan makanan yang hangat selama masa topan.
Berlalulah hari puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an
tidak lagi menceritakan kisah Nabi Nuh setelah topan sehingga kita tidak
mengetahui bagaimana peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya.
Yang kita ketahui atau yang perlu kita tegaskan bahwa Nabi Nuh
mewasiatkan kepada putra-putranya saat ia meninggal agar mereka hanya
menyembah Allah SWT.
Demekian Cerita Nabi Adam Nabi Idris Dan Nabi Nuh
alaihi salam yang bisa kami tampilkan mudah-mudahan bermanfaat dan apa
bila para pengunjung setia blog Hikmah Kehidupan ingin membaca artikel
seperti Rasul Muhammad Saw ,Surat Surat Rosul Saw , dll dapat dibaca disini terimakasih atas kunjungannya.