Assalamualaikum wr. wb.
Ya Ustadz yang dirahmati Allah, saya ingin bertanya tentang ibadah berkurban, di antaranya sebagai berikut;
1. Menurut Ustadz, apakah orang yang berkurban harus memakan da-ging hewan yang dikurbannya?
2. Dalam surat Al Hajj ayat 36 saya menemukan kata-kata “…..Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya....” Mohon penjelasannya atas makna surat tersebut Ustadz?
3. Lantas bagaimanakah panda-ngan Ustadz dengan berkurban melalui lembaga-lembaga zakat atau sosial. Apakah cara-cara yang digunakan lembaga tersebut, seperti berkurban di daerah terpencil, dibolehkan? Sedang para pekurban tidak dapat mengikuti proses kurban tersebut secara langsung?
Sekian Ustadz pertanyaan dari saya. Mohon maaf apabila terlalu banyak.
(Hamba Allah – Cimahi)
1. Menurut Ustadz, apakah orang yang berkurban harus memakan da-ging hewan yang dikurbannya?
2. Dalam surat Al Hajj ayat 36 saya menemukan kata-kata “…..Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya....” Mohon penjelasannya atas makna surat tersebut Ustadz?
3. Lantas bagaimanakah panda-ngan Ustadz dengan berkurban melalui lembaga-lembaga zakat atau sosial. Apakah cara-cara yang digunakan lembaga tersebut, seperti berkurban di daerah terpencil, dibolehkan? Sedang para pekurban tidak dapat mengikuti proses kurban tersebut secara langsung?
Sekian Ustadz pertanyaan dari saya. Mohon maaf apabila terlalu banyak.
(Hamba Allah – Cimahi)
Wa’alaikumsalam wr. wb.
Hamba Allah di Cimahi, kurban adalah salah satu peristiwa penting yang dimiliki oleh umat Islam. Berbagai nilai yang terkandung dalam peristiwa ini dapat kita ambil sebagai bekal dalam menjalani kehidupan. Namun, apakah kita sebagai pekurban harus memakan daging yang dikurbankan oleh kita? Jawabannya tidak harus. Tapi boleh. Kita boleh menikmati daging kurban yang dikurbankan oleh kita. Namun, saya belum menemukan hadits yang menentukan seberapa banyak kita boleh memakan daging kurban tersebut. Para ulama berijtihad bahwa kita boleh memakan daging kurban itu maksimal satu pertiga dari hewan kurban. Akan tetapi, kalau sama sekali kita tidak mau mengambil daging kurban yang dikurbankan oleh kita tentu saja itu lebih baik. Jika kita setiap hari bisa merasakan atau memakan daging kambing atau hewan-hewan yang biasa dikurbankan, kemudian pada hari raya Idul Adha ingin membahagiakan kepada para mustahik dengan memberikan seluruh daging kurbannya tanpa ikut menikmati tentunya itu berada dalam posisi yang lebih tinggi.
Kemudian pertanyaan kedua, makna surat Al Hajj ayat 36, inilah sebenarnya salah satu dalil yang menyatakan bahwa yang berkurban itu boleh memakan atau menikmati daging hewan kurban. Maka makanlah sebahagiannya , makna dari penggalan ayat ini adalah sebagai pekurban kita dibolehkan untuk memakan daging kurban hewan yang dikurbankan.
Sedangkan bagaimana jika berkurban lewat lembaga zakat atau sosial? Pertama yang harus kita cermati apakah lembaga sosial atau zakat tersebut amanah dan kredibel? Ini yang harus kita lihat sebab tidak semua lembaga sosial itu bersifat amanah. Juga apabila ternyata kita menemukan ada lembaga sosial yang amanah kita juga harus mengetahui apa keuntungan kita melakukan kurban di lembaga tersebut. Misalnya jika kita bekurban dilembaga sosial kita mempunyai keuntungan seperti distribusi kurban dapat disampaikan pada orang-orang yang membutuhkan secara tepat sasaran atau daerah terpencil yang belum pernah menikmati daging kurban. Kepandaian kita untuk mencari lembaga sosial yang amanah dibutuhkan.
Bahwa dengan dititipkan lewat lembaga itu para pekurban ini tidak dapat menyaksikan saat penyembelihan tidak ada masalah. Hal ini disebabkan, orang yang berkurban itu tidak disyariatkan untuk melihat proses penyembelihan. Walaupun sebaiknya para pekurban dapat menyaksikan proses itu. Jadi sebagai pekurban kita tidak harus selalu menyaksikan proses penyembelihan itu. Itulah luar biasanya aturan Islam.
Hamba Allah di Cimahi, kurban adalah salah satu peristiwa penting yang dimiliki oleh umat Islam. Berbagai nilai yang terkandung dalam peristiwa ini dapat kita ambil sebagai bekal dalam menjalani kehidupan. Namun, apakah kita sebagai pekurban harus memakan daging yang dikurbankan oleh kita? Jawabannya tidak harus. Tapi boleh. Kita boleh menikmati daging kurban yang dikurbankan oleh kita. Namun, saya belum menemukan hadits yang menentukan seberapa banyak kita boleh memakan daging kurban tersebut. Para ulama berijtihad bahwa kita boleh memakan daging kurban itu maksimal satu pertiga dari hewan kurban. Akan tetapi, kalau sama sekali kita tidak mau mengambil daging kurban yang dikurbankan oleh kita tentu saja itu lebih baik. Jika kita setiap hari bisa merasakan atau memakan daging kambing atau hewan-hewan yang biasa dikurbankan, kemudian pada hari raya Idul Adha ingin membahagiakan kepada para mustahik dengan memberikan seluruh daging kurbannya tanpa ikut menikmati tentunya itu berada dalam posisi yang lebih tinggi.
Kemudian pertanyaan kedua, makna surat Al Hajj ayat 36, inilah sebenarnya salah satu dalil yang menyatakan bahwa yang berkurban itu boleh memakan atau menikmati daging hewan kurban. Maka makanlah sebahagiannya , makna dari penggalan ayat ini adalah sebagai pekurban kita dibolehkan untuk memakan daging kurban hewan yang dikurbankan.
Sedangkan bagaimana jika berkurban lewat lembaga zakat atau sosial? Pertama yang harus kita cermati apakah lembaga sosial atau zakat tersebut amanah dan kredibel? Ini yang harus kita lihat sebab tidak semua lembaga sosial itu bersifat amanah. Juga apabila ternyata kita menemukan ada lembaga sosial yang amanah kita juga harus mengetahui apa keuntungan kita melakukan kurban di lembaga tersebut. Misalnya jika kita bekurban dilembaga sosial kita mempunyai keuntungan seperti distribusi kurban dapat disampaikan pada orang-orang yang membutuhkan secara tepat sasaran atau daerah terpencil yang belum pernah menikmati daging kurban. Kepandaian kita untuk mencari lembaga sosial yang amanah dibutuhkan.
Bahwa dengan dititipkan lewat lembaga itu para pekurban ini tidak dapat menyaksikan saat penyembelihan tidak ada masalah. Hal ini disebabkan, orang yang berkurban itu tidak disyariatkan untuk melihat proses penyembelihan. Walaupun sebaiknya para pekurban dapat menyaksikan proses itu. Jadi sebagai pekurban kita tidak harus selalu menyaksikan proses penyembelihan itu. Itulah luar biasanya aturan Islam.