Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini,
dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar
Syaikh Abdul Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban,
sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau
Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah Brit.
Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari
Rasulullah Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan
’Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah
Jalaluddin bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan
bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin
Sayyid 'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid
Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid
'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin
Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far
Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin
Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi
Muhammad Rasulullah Saw.
Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak
kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan
Tafsirnya. Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia
12 tahun.
Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama
ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu
Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka
dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu.
KesultananMalaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1,
Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya
bermukim di Malaka.
Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan
Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus
pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh
Syamsuddin Ahmad.
Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah
ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid
Kahfi bin Sayyid Ahmad.
Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah
Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus
Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian
mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada waktu itu
berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah
Al-Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:
1. Maulana
Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah,
dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur,
Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan
sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid
Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali
bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan,
India, Yaman.
Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi
adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya
Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah
Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan
Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu
Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy.
Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan
Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung
Jati selama 2 tahun.
Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk
menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah
dengan sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar
adalah: Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri,
Syamsuddin Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain.
KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah:
1. Menganggap
bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan
dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi
yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah
sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat
jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm.
1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas,
“Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded,
sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun
Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu
berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yang akrab
dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….
2. “Ajaran
Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar
oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak
berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon
Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat
“Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan
Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran
tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa
Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat
Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid
Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.
3. Dalam
beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat,
Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam Risalah
Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada
Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan mata kepala saya
sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat
sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada
manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir
“Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus
puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya
melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.
4. Beberapa
penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh
Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini
suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah.
Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh Siti Jenar
lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan
seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori
Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.Manusia lahir dari manusia
dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini
berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang
terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar
meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung
Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya
saat akan melaksanakan sholat shubuh.“
5. Cerita
bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah bohong. Tidak
memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif yang
ditambah-tambahi, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila dijadikan film
atau sinetron. Bantahan saya: “Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam
di tanah Jawa. Padahal dalam Maqaashidus syarii’ah diajarkan bahwa Islam
itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. Tidak boleh
membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di dalam hatinya ada Iman kepada
Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yang suci dari keturunan Nabi
Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan yang sama. Tidak bisa
diterima akal sehat.”
Penghancuran sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia
(Azyumardi Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat
Islam agar selalu bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’
Syari’at dengan Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah
mengklasifikasikan umat Islam Indonesia dengan Politik Devide et Empera
[Politik Pecah Belah] dengan 3 kelas:
1) Kelas Santri [diidentikkan dengan 9 Wali]
2) Kelas Priyayi [diidentikkan dengan Raden Fattah, Sultan Demak]
3) Kelas Abangan [diidentikkan dengan Syaikh Siti Jenar]
Wahai kaum muslimin melihat fenomena seperti ini, maka kita harus
waspada terhadap upaya para kolonialist, imprealis, zionis, freemasonry
yang berkedok orientalis terhadap penulisan sejarah Islam. Hati-hati
jangan mau kita diadu dengan sesama umat Islam. Jangan mau umat Islam
ini pecah. Ulama’nya pecah. Mari kita bersatu dalam naungan Islam untuk
kejayaan Islam dan umat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar